Daerah  

Masyarakat Minta Pemanenan HTI di Gorut Ditunda

Caption: Nanang Latif, (dok. regamedianews).

Gorontalo,- Masyarakat Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut) meminta, panen raya Hutan Tanaman Industri (HTI), baik milik PT. GNJ dan PT. GCL ditunda dulu, mengingat saat ini Kabupaten Gorut rawan terdampak banjir.

Hal ini diungkapkan oleh salah satu masyarakat Kabupaten Gorut, Nanang Latif, saat menghubungi awak media ini, Selasa (23/04/2024).

Pria yang akrab disapa Cak Nanang ini meminta, PT. GNJ dan PT GCL sebelum melakukan panen harus mengantongi dulu kajian lingkungan.

“Kemudian yang kedua, sebelum melakukan panen harus diawali dulu dengan sosialisasi kepada masyarakat, lebih khusus soal dampak dari perusahaan HTI,” ungkap Nanang.

Karena ungkap Nanang, wilayah Kabupaten Gorut saat ini rawan terjadi bencana alam seperti banjir dan longsor.

“Maka dari itu saya berharap pihak perusahaan lebih memperioritaskan sosialisasi panen. Jangan hanya disaat perusahaan HTI, GNJ maupun GCL masuk di Gorontalo Utara itu dilakukan sosialisasi, tahap penanaman, tapi hari ini terinformasi masuk tahap panen, kita tekankan harus banyak sosialisasi kepada masyarakat Gorontalo Utara,” ungkap Nanang.

Selanjutnya pinta Nanang, saat perusahaan HTI baik PT. GNJ maupun PT. GCL melakukan pemanenan terhadap pohon tananmannya, tidak melibatkan kontraktor dari luar Gorontalo.

“Karena kita melihat, kontraktor-kontraktor yang ada di Gorontalo itu lebih mampu daripada kontraktor-kontraktor dari yang dari luar,” pinta Nanang.

Kemudian Nanang juga menyinggug soal Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang dilakukan oleh pihak perusahaan HTI beberapa tahun yang lalu, dimasa Pandemi Covid-19.

“Ok lah, kemarin-kemarin kondisi perusahaan, kondisi daerah, kondisi negara dalam PHK Ok. Tapi hari ini, ingat, akan memasuki panen, diminta kepada perusahaan untuk merekrut kembali karyawan yang kemarin sudah di PHK. Karena karyawan-karyawan itu, adalah karyawan yang berpengalaman,” tutur Nanang.

Nanang menegaskan, jika permintaan masyarakat tidak dipenuhi oleh pihak perusahaan HTI, maka dirinya bersama masyarakat lainnya akan melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran.

“Dalam unjuk rasa kami hanya tinggal satu permintaan kami, apabila permintaan-permintaan kami sebagai masyarakat yang telah kami sampaikan tidak diindahkan oleh pihak HTI, yakni pihak HTI harus angkat kaki dari tanah Gorontalo Utara,” tandasnya.

Sementara itu, External Relation HTI Kabupaten Gorut, Iwan Coli, saat dihubungi awak media ini membenarkan pihaknya memang akan melakukan pemanenan terhadap tanaman pohon-pohon mereka.

“Memang benar kita mau panen, mau panen dari kayu yang kita tanam. Sekarang ini industrinya lagi dipersiapkan, segala hal teknis menyangkut penyiapan proses untuk produksi diawal tahun ini semua harus disiapkan. Misalnya seperti jalan, mulai dari proses loging dari hutan sampai ke pabrik itu kan semua harus kita benahi sekarang ini,” terang Iwan.

Lebih lanjut Iwan menerangkan, berbicara soal kanjian lingkungan atas aktivitas HTI dalam beroperasi di Kabupaten Gorut, pihaknya paling mematuhi soal ini.

“Soal ketaatan terhadap masalah lingkungan, HTI paling taat dalam hal ini, makanya kita itu ada sertivikan FSY. Prodak itu tidak akan diterima di eropa, kalau tidak memenuhi standar tentang aturan, apakah itu lingkungan, ketenagakerjaan, banyak hal, kurang lebih ada 128 free fair yang harus kita penuhi. Karena kita tidak bisa masuk Eropa, kalau bahan baku yang kita kirim itu merusak lingkungan, makanya kalau soal kajian lingkungan kita paling taat,” terang Iwan lagi.

Tentang banjir yang baru-baru ini melanda Kecamatan Tolinggula, Kabupaten Gorut kata Iwan, bukan dampak dari keberadaan HTI yang dioperasikan oleh PT. GCL, melainkan akibat dari aktivitas perambahan hutan yang cukup tinggi di wilayah tersebut.

“Culvert Area izin dari PT. GCL itu tidak sampe Sumalata, cuman sampe Sumalata Timur sebahagian. Dari 46.000 Ha area di GCL itu, hanya 15.000 Ha itu yang ada di Kabupaten Gorontalo Utara, 30.000 Ha itu ada di Kabupaten Gorontalo, di induk. Jadi kalau terjadi banjir di Tolinggula, penyebabnya bukan HTI, bisa jadi karena perambahan kayu yang cukup tinggi di wilayah itu, kita gak tahu siapa cukong-cukong kayu di sana,” kata Iwan.

Terkait tenaga kerja Iwan mengakui, beberapa tahun yang lalu memang benar telah terjadi PHK besar-besaran, karena dampak dari pandemi Covid-19 terhadap dunia usaha, termasuk HTI yang juga saat itu mengambil langkah PHK sekitar 80% karyawan HTI, demi mempertahankan eksistensinya.

“Tapi seiring berjalannya waktu, beberapa dari mereka itu sudah dipanggil meskipun tidak ada perjanjian antara kita dengan mereka itu, bahwa mereka akan dipanggil lagi. Karena saat itu, kita juga gak tahu setelah PHK, mereka apakah masih berlanjut atau tidak kan, makanya perjanjian seperti itu tidak ada,” jelas Iwan.

Iwan menegaskan, pihaknya dalam hal ketenagakerjaan hanya mengambil kebijakan untuk menunjukan rasa tanggungjawab, sebab sebahagian dari karyawan-karyawan mereka yang sebelumnya terkena PHK, adalah orang-orang yang berpengalaman.

“Jadi yang saat ini sudah masuk-masuk pun, itu hampir secara keseluruhan adalah mereka yang dulu terkena PHK. Hanya, belum bisa semua seperti dulu yang di PHK kemarin. Karena memang, industrinya kan lagi dipersiapkan, di hutan juga, di area lokasi pekerjaan HTI, belum terlalu banyak pekerjaan. Pekerjaan akan menjadi lebih banyak, apabila panen atau produksi sudah mulai berjalan. Biasanya, perusahaan memperhatikan soal itu,” tegas Iwan.

Tak hanya itu, Iwan juga menambahkan, pihaknya juga tetap memperhatikan soal sosialisasi terhadap masyarakat untuk rencana pemanenan. Saat ini, pihaknya sedang melangsungkan sosialisasi, dan baru beberapa desa yang sudah terlaksana.

“Dan untuk rencana penebangan ini, pasti akan melibatkan banyak orang. Artinya, hanya memang tinggal ketersediaan tenaga kerja, dan kemampuan tenaga kerja itu sendiri untuk bekerjasama dengan perusahaan. Karena kalau ini berjalan, itu disamping ada pemanenan, ada penanaman juga, habis dipanen, langsung ditanami juga,” imbuh Iwan.

Terakhir Iwan berharap, keberadaan HTI di Kabupaten Gorontalo Utara tidak dijadikan sebagai ancaman atau hal lain yang berbau negatif, namun dijadikan sebagai salah satu solusi untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan ekonomi masyarakat.

“Teman-teman tidak usah khawatir. Jika ini berjalan, pasti akan membutuhkan banyak orang, saya perkirakan jika tahap pemanenan dan penanaman sedang berlangsung, maka akan banyak uang yang akan berputar di Gorut. Tentang masukan dalam melibatkan aktivis dan LSM dalam hal sosialisasi, itu bisa jadi saran yang bagus dan ada SPT tersendiri untuk itu,” pungkasnya.

Exit mobile version