Sampang, (regamedianews.com) – Ratusan nelayan dari tiga Desa di Kecamatan Camplong, Kabupaten Sampang, Madura, tergabung dalam Gerakan Sampang Menggugat (GSM) melakukan aksi demonstrasi ke Husky-CNOOC Madura Limited (HCML) yang berada perairan tengah laut selatan Sampang, Madura, Jum’at (20/3/2020).
Dalam aksinya para demonstran menuntut HCML yang merupakan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di wilayah Madura harus di usir dari Sampang.
Koordinator aksi Syamsudin menyampaikan, HCML sebagai salah satu Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) yang memiliki kontrak kerjasama dengan Pemerintah RI yang beroperasi di wilayah perairan Sampang Madura sejak 2017 sudah memproduksi gas sebesar 110 MMscfd dan kondenset sebesar 7000 barel perhar.
“Akan tetapi, kapasitas produksi yang sangat besar itu tidak memberikan kontribusi yang nyata kepada Pemerintah Daerah (Pemda). Justru yang terjadi sebaliknya Pemda setempat dan masyarakat Sampang sangat dirugikan, akibat adanya dampak yang ditimbulkan oleh beroperasinya HCML di Perairan daerah setempat,” cetusnya.
Menurutnya, legiatan HCML sejak tahap eksplorasi hingga saat ini hanya meresahkan masyarakat nelayan sekitar. Terbukti dari beberapa demonstrasi nelayan dari tahun ke tahun terus berkanjut, karena tidak adanya iktikad baik dari pihak HCML kepada pemerintah dan masyarakat nelayan.
“Bahkan, pihak SKK Migas Jabanusa yang hal ini mewakili Pemerintah terkesan tutup mata, untuk memfasilitasi apa yang seharusnya menjadi kontribusi kepada Pemda dan nelayan, dalam hal kompensasi atas kegiatan HCML di perairan Sampang,” tandas Syamsudin.
Tidak hanya itu, pihaknya mendesak Pemprov Jatim, SKK Migas dan HCML untuk segera melibatkan Pemkab Sampang, dalam pengelolaan Partisipacing Interes (PI) serta konstribusi lainnya untuk pembangunan daerah.
“Memberikan konpensasi (CSR) kepada masyarakat nelayan Camplong, Hentikan adu domba, Propaganda negatif dan Intimidasi kepada masyarakat nelayan Camplong,” pintanya.
Syamsuddin juga mendesak Kementerian Lingkungan Hidup untuk meninjau ulang HCML yang diterbitkan tahun 2011 dan segera mengatasi dampak negatif yang diduga akibat kebocoran gas.
“Jika tuntutan ini tidak di indahkan 7X24 Jam. Pihaknya, akan melakukan aski ke Kantor SKK Migas di Surabaya dan akan kembali ke laut untuk melakukan penghentian secara paksa kegiatan yang dilakukan HCML. Menurutnya, sudah sudah muak, karena bertahun tahun mereka hanya diberikan masalah bukan kesejahteraan,” ancam Syamsudin.
Sementara, Regional Manager HCML Hamim Tohari mengatakan, sebagai kontraktor kontrak kerjasama (KKKS) yang bekerja di bawah pengendalian dan pengawasan SKK Migas selalu taat pada aturan perundang-undangan yang berlaku.
Menanggapi hal itu, Hamim Tohari mengatakan, HCML tidak punya kewajiban membagi PI. Alasannya, plan of development (POD) HCML disetujui pemerintah sebelum UU migas tahun 2001 berlaku.
“Sekali lagi, kami bekerja sesuai aturan yang berlaku. Ketentuan PI berdasar UU Migas tahun 2001. Sementara POD dari HCML sudah diterbitkan jauh sebelum itu,” tegasnya. (adi/har)