Ragam  

Sharing Session, Jelaskan Akad Pegadaian Syariah

Caption: berlangsungnya silaturahmi dan sharing session yang digelar Pegadaian Syariah Cabang Sampang, (dok. regamedianews).

Sampang,- Pasca melaksanakan kegiatan edukasi masyarakat, bertema ‘Literasi Keuangan Merdeka Finansial’ tentang Pegadaian adalah jalan alternatif investasi aman.

Kali ini, Pegadaian Syariah Sampang menggelar ‘Silaturahmi dan Sharing Session’ dengan ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang dakwah dan ukhuwah, KH.Mohammad Cholil Nafis.

Silaturahmi yang dihadiri sejumlah ulama, dan Kepala Cabang Pegadaian Syariah (CPS) Sampang Eka Chandra Hertiansyah, dilaksanakan di aula Hotel Bahagia, Sampang, Jumat (23/06/23) siang.

Dalam sesi sharing session tersebut, KH.Mohammad Cholil Nafis sebagai Dewan Pengawas Syariah PT Pegadaian menjelaskan, tentang akad-akad pegadaian syariah dan pendapatan murtahin.

“Rahn (dain/marhun bin) akad jual beli (al-ba’i) yang pembayarannya tidak tunai. Maka pendapatan murtahin, hanya berasal dari keuntungan (al-ribh) jual beli, juga tentang Rahn (ijarah) yang pembayaran ujrahnya tidak tunai, maka pendapatan murtahin, hanya berasal dari ujrah,” jelasnya.

Kiai Cholil Nafis juga menjelaskan, Rahn peminjaman uang (akad qardh), maka pendapatan murtahin, hanya berasal mu’nah (jasa pemeliharaan / penjagaan) atas marhun yang besarnya harus ditetapkan pada saat akad, sebagaimana ujrah dalam akad ijarah.

“Selain itu, tentang Rahn akad amanah, maka pendapatan/penghasilan murtahin (Syarik / Syahibul Mal), hanya berasal dari bagi hasil, atas usaha yang dilakukan oleh pemegang amanah (Syarik – Pengelola/Mudharib),” terangnya.

Kiai Cholil Nafis juga menjelaskan tentang Rahn Tasjili, yakni jaminan dalam bentuk barang atas utang, tetapi jaminan barang tersebut (marhun), tetap dalam berada dalam penguasaan (pemanfaatan) Rahin, dan bukti kepemilikannya diserahkan kepada murtahin.

“Mengenai tabungan emas, hukumnya boleh dengan menggunakan akad murabahah, dengan pembayaran secara tunai, dengan harga yang sedang berlaku pada saat transaksi, ditambah dengan keuntungan yang disepakati,” tandasnya.

Ia menambahkan, hal itu sudah ditetapkan dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor: 77/DSN-MUI/V/2010, tentang jual beli emas secara tidak tunai.

“Jual beli emas secara tidak tunai, baik melalui jual beli biasa atau jual beli murabahah, hukumnya boleh (mubah, ja’iz), selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi (uang),” jelasnya.

Sementara penitipan tabungan emas adalah murni akad ijarah. Maka, boleh dilakukan dengan tunduk dan patuh pada ketentuan syariah, sebagaimana ditetapkan dalam fatwa nomor 112/DSN-MUI/IX/2017, tentang akad ijarah.

“Akad ijarah harus jelas manfaatnya, waktunya dan ujrahnya, pada saat akad antara Pegadaian dengan nasabah,” pungkas kiai Cholil Nafis.