Bangkalan, (regamedianews.com) – Pusat Studi Sosial dan Budaya (PS2B) pada Selasa (23/07/2019), untuk kesekian kalinya melaksanakan acara Kopi Pagi. Kali ini tema yang diangkat adalah tema kekinian yaitu seputar begal yang beraksi di sekitar kampus.
Ada tiga narasumber dalam acara tersrbut, yakni Dr. Deni Setya Bagus Yuherawan selaku Warek 1 UTM, Iqbal Nurul Azhar, M.Hum selaku ketua PS2B FISIB, dan Taufik Hidayat, S.Ikom selaku koordianator Forum Pemuda Peduli Keamanan Bangkalan. Acara dibuka oleh Dekan FISIB Surokim, M.Si dengan menyampaikan visinya tentang UTM sebagai Halaman depan Madura dan Madura sebagai Serambi Madinah.
Dalam forum tersebut, hadir pula para perwakilan dari dosen yang mewakili bidang keilmuan yang berbeda dalam rumpun Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya, yang sejak kasus begal ini mencuat ke publik, sangat ingin menyampaikan uneg-uneg sekaligus saran-saran ilmiahnya yang konskruktif kepada kampus UTM.
Diskusi ini digagas PS2B FISIB sebagai respon akan mulai munculnya image negatif di masyarakat, bahwa UTM kini ibaratnya menjadi kampus yang berada di sarang begal. Image ini muncul disebabkan karena adanya pemberitaan tentang kejahatan-kejahatan pembegalan yang terjadi di jalur sekitar kampus.
“Meskipun tingkat kejahatan begal mulai menurun dari tahun 2015 ke 2018, namun setelah kasus begal 2019 kembali mencuat, berita tentang kriminalitas begal seakan menjadi barang laris yang banyak disuarakan oleh media-media massa online”, kata Taufik Hidayat, S.Ikom selaku koordianator Forum Pemuda Peduli Keamanan Bangkalan.
Taufik menyebutkan, masyarakat sekitar hanya melihat begal dari aspek kejahatan begalnya saja yaitu ketika berita begal ini mencuat, tanpa melihat bagaimana kerasnya kerja kepolisian dan masyarakat yang peduli keamanan yang siang malam bekerja tanpa pamrih mengamankan wilayah rawan di Telang.
“Kami berharap, masyarakat harus dapat bersikap bijak dalam memandang kasus begal ini, sekaligus bersikap proaktif menjadi agen keamanan bagi diri sendiri dan masyarakat”, ujar Taufik.
Acara Kopi Pagi dengan tema begal ini dilaksanakan dalam rangka untuk memberikan sumbangsih ide terkait permasalah begal yang ada di seputar kampus.
“Untuk menjadikan diskusi ini lebih fokus, maka dipilihlah dua landasan pembahasan seputar begal yaitu terkait dengan faktor penyebab begal marak di sekitar kampus Universitas Trunojoyo Madura, dan model solusi yang bisa diterapkan untuk mengurangi jumlah kejahatan begal disekitar kampus Universitas Trunojoyo”, terangnya.
Dekan FISIB Surokim menyampaikan, masalah begal ini menjadi hal yang urgent yang harus segera diselesaikan. Ini disebabkan karena Universitas Trunojoyo Madura memiliki sekitar 15.000 mahasiswa yang sedang menimba ilmu di kampusnya. Mereka hampir separuhnya merupakan mahasiswa yang bukan berasal dari Madura.
“Kelak, setelah mereka lulus, mereka akan kembali ke daerahnya masing-masing. Jika kondisi keamanan akses jalan menuju kampus ini tidak cepat save dan secure, maka 15.000 orang tersebut yang separuhnya berasal dari luar Madura akan menjadi duta yang akan menceritakan tentang tidak amannya wilayah Madura”, ungkap Surokim.
Sementara Deni Setya Bagus Yuherawan mewakili UTM menyampaikan, sejauh ini polisi Bangkalan telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Hanya saja, karena jumlah personel yang terbatas, serta daerah Bangkalan yang cukup luas, maka kasus begal ini kembali mencuat. Untuk mengatasi itu, selain kepolisian harus melaksanakan tugasnya dengan baik, partisipasi masyarakat harus tetap ada.
“Self Protection yaitu setiap orang harus mampu menjaga diri sendiri, agar tidak menjadi target pembegalan dan Social Policing yaitu gerakan pengamanan sosial oleh masyarakat secara swadaya harus ada, dan menjadi pilar yang tidak boleh lepas dari proses penyelesaian kasus begal ini”, terangnya.
M. Kholil selaku salah satu peserta diskusi ini menyampaikan, ada beberapa alasan ditengara menjadi penyebab mengapa jalur di sekitar Kampus Universitas Trunojoyo Madura menjadi jalur rawan pembegalan, yaitu kondisi lengang dengan tingkat pengamanan yang minim, krisis sosial dan penyalahgunaan narkoba oleh beberapa Pemuda Bangkalan yang menyebabkan mereka melanggar kode etik para blater.
“Adanya ketidak sinkronan sistem pendidikan dengan output pendidikan yang ingin dicapai, kurangnya kegiatan kewirausahaan di institusi pendidikan yang dapat menyalurkan energi pelajar ke arah yang positif. Adanya masalah psikologis di masa-masa perkembangan, dan adanya ketidakseimbangan sosial antara Kampus UTM dengan kondisi masyarakat sekitar”, terangnya.
Dari hasil diskusi tersebut, Iqbal Nurul Azhar selalu Ketua PS2B menyimpulkan setidaknya ada 12 usaha yang bisa di gagas kampus. Ke 12usaha tersebu adalah: Program Community and Civil Policing seperti radio komunikasi untuk komunitas telang, Early Announcing System, Program Ride and Escort budaya berkendara berkelompok, Meramaikan Wilayah Sekitar Akses Jalan Menuju Kampus UTM, Menarik Simpati dari Masyarakat Sekitar melalui program UTM Open House, Program Beasiswa Untuk Pemuda Sekitar Kampus, Program Pemberdayaan Potensi Warga dalam Bentuknya Pendampingan.
“Selain itu juga, ada Pelatihan atau Program Lainnya Untuk Mengangkat Taraf Hidup Warga Sekitar UTM, Penyelarasan Pogram KKN UTM dengan Program Pemberdayaan Masyarakat Sekitar, Program Pendampingan bagi korban kejahatan di sekitar kampus, Akreditasi kos-kosan, penggagasan Tes urine di kalangan siswa di Bangkalan dan civitas akademika UTM untuk memonitor gejala kecanduan narkoba, dan Program Campus Social Responbility Lainnya. Diharapkan, dengan melaksakanan program-program di atas, kampus UTM dapat keluar dari imagenya sebagai kampus yang berada di sarang begal”, pungkasnya. (sfn/tfk)