Daerah  

Kejati Gorontalo Diminta Usut Dugaan Pengalihan Proyek Pengembangan DI Lomaya Dan DI Pilohayanga Pada BWS Sulawesi II

Papan nama proyek

Gorontalo, (regamedianews.com) – Terkait pelaksanaan pekerjaan Pengembangan DI. Lomaya dan DI. Pilohayanga, diduga ada indikasi korupsi, Proyek berbanderol Rp. 34.735.479.000,- yang dimenangkan PT. DAS KONSTRUKSI NUSANTARA itu diduga kuat terjadi postbidding, baik postbidding dokumen pengadaan dan postbidding dokumen penawaran, pengalihan pekerjaan berpotensi melanggar larangan postbidding dokumen penawaran.

Aktivis kenamaan Gorontalo, Hengki Maliki mengatakanb, jika penyedia pelaksana pekerjaan ternyata tidak menggunakan kompetensi dan spesifikasi teknis yang ditawarkan ini adalah postbidding, Sifat aturan pasal 79 ayat 2 jelas sekali adalah larangan, Untuk itu kontrak yang ditandatangani tidak boleh melanggar larangan ini. Jika tetap dilakukan kontrak yang ditandatangani, maka akan berpotensi tidak memenuhi asas hukum berkontrak.

“Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320 ayat Jo.1337 menentukan bahwa para pihak tidak bebas untuk membuat perjanjian yang menyangkut causa yang dilarang oleh Undang-Undang. Causa atau sebab itu halal apabila tidak dilarang oleh Undang-Undang dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan. Akibat hukum perjanjian yang berisi sebab yang tidak halal adalah perjanjian itu batal demi hukum”, ungkap Hengki.

Status batal demi hukum mengakibatkan perjanjian dianggap tidak pernah ada. Atas status ini semua pihak (PPK dan Penyedia) tidak berhak mendapatkan keuntungan atas perikatan yang dianggap tidak ada. Sisi lain yang berpotensi dilanggar atas praktik pengalihan pekerjaan ini adalah ketentuan “Subkontrak”.

Subkontrak harus memenuhi ketentuan yang telah diatur dalam dokumen pengadaan dan mengacu pada ketentuan Perpres 54/2010 (yang sudah direvisi Perpres 16 tahun 2018). Pasal 87 ayat 3 dan 4 jelas menyebutkan bahwa : (3) Penyedia Barang/Jasa dilarang mengalihkan pelaksanaan pekerjaan utama berdasarkan Kontrak, dengan melakukan subkontrak kepada pihak lain, kecuali sebagian pekerjaan utama kepada penyedia Barang/Jasa Spesialis. (4) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penyedia Barang/Jasa dikenakan sanksi berupa denda yang bentuk dan besarnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Dokumen Kontrak.

“Bagaimana jika ternyata ini bukan pengalihan pekerjaan atau subkontrak ?? Apakah melimpahkan atau menguasakan penandatanganan kontrak dilarang ?? Untuk itu kita harus melihat pasal 87 ayat 5 dan 6. Pada ayat (5) Pihak yang berwenang menandatangani Kontrak Pengadaan Barang/Jasa atas nama Penyedia Barang/Jasa adalah Direksi yang disebutkan namanya dalam Akta Pendirian/Anggaran Dasar Penyedia Barang/Jasa, yang telah didaftarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”, tegasnya.

Sedangkan pada pasal (6) Pihak lain yang bukan Direksi atau yang namanya tidak disebutkan dalam Akta Pendirian/Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dapat menandatangani Kontrak Pengadaan Barang/Jasa, sepanjang pihak tersebut adalah pengurus/karyawan perusahaan yang berstatus sebagai tenaga kerja tetap dan mendapat kuasa atau pendelegasian wewenang yang sah dari Direksi atau pihak yang sah berdasarkan Akta Pendirian/Anggaran Dasar untuk menandatangani Kontrak Pengadaan Barang/Jasa.

Dari pasal ini maka dapat kita pilah syarat sah penandatanganan kontrak adalah terpenuhinya keabsahan penerima kuasa dan pemberi kuasa, sebagai berikut :

Penerima kuasa yang sah adalah :
1. Direksi yang namanya tertuang dalam akta pendirian/anggaran dasar.
2. Pengurus Perusahaan.
3. Tenaga Kerja Tetap Perusahaan.

Sedangkan Pemberi kuasa yang sah adalah :
1. Direksi yang namanya tertuang dalam akta pendirian/anggaran dasar.
2. Pihak yang sah berdasarkan Akta Pendirian/Anggaran Dasar untuk menandatangani Kontrak Pengadaan Barang/Jasa.

Pada akhirnya kombinasi syarat sah penandatangan kontrak dari sisi penyedia sesuai pasal 86 ayat 5 dan 6 adalah :
1. Direksi yang disebutkan namanya dalam Akta Pendirian/Anggaran Dasar Penyedia Barang/Jasa.
2. Pengurus badan usaha yang mendapat kuasa dari Direksi
3. Pengurus badan usaha yang mendapat kuasa dari pihak yang sah berdasarkan Akta Pendirian/Anggaran Dasar untuk menandatangani Kontrak Pengadaan Barang/Jasa
4. Pengurus badan usaha yang mendapat pendelegasian wewenang yang sah dari Direksi

5. Pengurus badan usaha yang mendapat pendelegasian wewenang yang sah dari pihak yang sah berdasarkan Akta Pendirian/Anggaran Dasar untuk menandatangani Kontrak Pengadaan Barang/Jasa
6. Karyawan perusahaan yang berstatus sebagai tenaga kerja tetap yang mendapat kuasa Dari Direksi.
7. Karyawan perusahaan yang berstatus sebagai tenaga kerja tetap yang mendapat pendelegasian wewenang yang sah dari pihak yang sah berdasarkan Akta Pendirian/Anggaran Dasar untuk menandatangani Kontrak Pengadaan Barang/Jasa.

Dari pantauan lapangan Tim investigasi Media ini menemukan bahwa pelaksana pekerjaan adalah pihak lain yang diduga bukan merupakan bagian dalam perusahaan dan berhak didelegasikan sebagai pelaksana pekerjaan.

“Sehingganya Kami meminta Kepala Kejaksaan Tinggi Gorontalo segera memanggil dan memeriksa Kepala Balai Wilayah Sungai Sulawesi II, Kasatker PJPA, PPK Irigasi dan Rawa II, serta Direktur PT. DAS KONSTRUKSI NUSANTARA sebagai pemenang tender yang diduga kuat melakukan pelanggaran administrasi kontrak postbidding dokumen pengadaan dan postbidding dokumen penawaran, fakta integritas, serta adanya dugaan persekongkolan dalam pelaksanaan pekerjaan,” tutup Hengki Maliki. (onal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *