Daerah  

Nasution, Perda Belanja Iklan Perlu Bagi Kehidupan Pers Lokal

Diskusi Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Belanja Iklan Nasional Untuk Meningkatkan Mutu dan Kesejahteraan Perusahaan Pers Lokal.

Medan || Rega Media News

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Sumatera Utara (USU) Mirza Nasution menegaskan, Peraturan Daerah yang mengatur tentang Belanja Iklan Nasional sangat penting dibuat untuk kepentingan daerah.

Menurutnya, Peraturan Daerah tersebut sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kehidupan pers lokal. Pernyataan Nasution tersebut disampaikannya saat menjadi salah satu pembicara dalam Diskusi Media.

Diskusi tersebut bertema “Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Belanja Iklan Nasional Untuk Meningkatkan Mutu dan Kesejahteraan Perusahaan Pers Lokal”.

Dalam hal ini kegiatan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pers Republik Indonesia Provinsi Sumetera Utara, di Hotel Grand Antares Medan, pada Jumat (29/1/2021), dalam rangkaian peringatan HUT SPRI ke 21.

Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) Provinsi Sumatera Utara ini, juga menyorot tentang monopoli belanja iklan nasional yang hanya dikuasai oleh segelintir pemilik raksasa media nasional.

“Semua tatanan dalam negara ini diatur oleh tatanan tertib sosial. Karena untuk monopoli itu kan tentu sudah tidak demokrasi dan (ada) hak-hak orang lain dirampas. Saya pikir ini persoalan kepedulian dan terlebih komitmen (bersama),” tandasnya.

Menyorot ketidaksejahteraan pers di tanah air, Nasution menilai ada yang salah dalam berkonstitusi. “Pers merupakan amanat negara melalui kontitusi. Atau (ada) amanat lain? Ya silahkan pers menelusuri itu amanat siapa?,” tandas Nasution.

Menurutnya lagi, pers itu harus independen dan tanpa intervensi penguasa dalam menjalankan profesinya. “Pers itu bebas independen, artinya dia (pers) jangan terintervensi negatif terhadap kekuasaan dan penguasa,” terang Nasution.

Pengajar Hukum Ketatanegaraan USU itu juga mempertanyakan kondisi Pers dewasa ini yang cenderung berpihak atau tidak independen lagi.

Tapi saya ngak tahu hari ini dia (pers) diintervensi siapa? Apakah oleh eksekutif atau legislatif dan notabene siapa legislatif itu ? Karena saya lihat banyak juga pemilik pers itu, ya maaf kata, selain pengusaha, ya pimpinan partai politik,” tuturnya.

Sebagai salah satu agenda reformasi, kata Mirza, pers yang independen merupakan pilar keempat demokrasi. “Makanya pers harus dikuatkan. Sebab itu (sudah merupakan) komitmen awal reformasi,” imbuhnya.

Sementara itu, Kasubbid Bantuan Hukum Bidang Hukum Polda Sumuatera Utara AKBP Ramles Napitupulu yang turut menjadi pembicara menyatakan, mendukung gagasan SPRI tentang wacana pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Belanja Iklan Nasional di Sumatera Utara.

“Polda Sumut mendukung wacana penyusunan Ranperda (belanja Iklan) yang bertujuan untuk meningkatkan mutu dan kesejahteraan pers lokal,” jelas Napitupulu.

Napitupulu juga menambahkan, dengan adanya Ranperda ini nantinya perusahaan pers lokal dapat lebih mandiri dan profesional sekaligus menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah.

“Dalam bahan pemaparan, kami memahami setiap tahun ada belanja iklan nasional yang mencapai angka lebih dari 100 Triliun Rupiah dan 80 persen dikuasai oleh perusahaan media televisi,” terangnya.

Disisi lain wartawan senior AS Atmadi yang turut menjadi pembicara, secara tegas mengatakan, perlunya adanya diskresi oleh Presiden untuk mengatur belanja iklan nasional agar berdampak terhadap pers lokal.

“Saya sangat setuju dengan diskusi ini dan kalau memang benar ada platform (rencana kerja) anggaran seratus triliun (belanja iklan nasional), dan itu segera harus ada diskresinya,” tutur wartawan yang menggeluti profesi jurnalis sejak era orde lama.

Atmadi juga menyarankan, pers lokal harus berjuang bersama untuk mendapatkan belanja iklan nasional melalui regulasi.

“Harus ada regulasinya. Kita harus dapat (iklan). Dan perlu kita pikirkan ke depan setelah adanya regulasi adalah penting mengelola (perusahaan) pers dan wartawan agar (tetap) bertahan hidup,” ujarnya. (agil/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *