Daerah  

UTM Gandeng LPSK RI Wujudkan UTM Bebas Kekerasan dalam Lingkungan Kampus

Caption: Rektor UTM, Dr. Safi saat menyerahkan cindera mata kepada Ketua LPSK RI Drs. Hasto Atmojo Suroyo, M.Krim. (Dok. Regamedianews).

Bangkalan, Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura (UTM) menggelar Kuliah Umum tentang Bebas Kekerasan dalam Lingkungan Kampus di ruang Syaikhona Muhmmad Kholil lantai 10 Gedung Graha Rektorat UTM, Kamis, (14/09/23).

Selain kegiatan Kuliah Umum, Universitas Trunojoyo juga melakukan kerjasama Penandatanganan MOU dan MOA untuk Fakultas Hukum dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Republik Indonesia.

Dekan Fakultas Hukum UTM, Dr. Erma Rusdiana mengatakan, tindak pelecehan seksual tidak pandang bulu, baik siapa yang berisiko menjadi korban maupun siapa yang menjadi pelaku. Tindak pelecehan dan kekerasan seksual yang dikutuk oleh semua pihak ini tidak hanya terjadi di zona-zona rawan, tetapi juga kerap terjadi di lembaga pendidikan, yang seharusnya sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadaban.

“Di institusi pendidikan tinggi kasus pelecehan seksual bahkan ada indikasi belakangan ini makin marak terjadi,” ujarnya.

Dalam rangka menangani maraknya kasus pelecehan seksual di lembaga pendidikan tinggi, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi telah mengeluarkan peraturan Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

“Aturan yang diteken Menteri Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021 itu berlaku mulai tanggal 3 September 2021,” ucapnya.

​Dalam Permendikbudristek No.30/2021 ini selain diatur tentang ancaman sanksi bagi pelaku tindak pelecehan seksual, juga diatur upaya pendampingan, perlindungan, dan pemulihan bagi korban tindak pelecehan seksual di lingkungan Perguruan Tinggi.

“Bagi pelaku tindak pelecehan seksual di Perguruan Tinggi mereka tidak hanya terancam dikenai sanksi administratif, tetapi juga sanksi berupa pemecatan atau pemberhentian tetap,” tambahnya.

​Meskipun, menurutnya, sempat menimbulkan protes dari sebagian kalangan tentang penggunaan frasa “tanpa persetujuan korban” yang dikhawatirkan melegalisasi perzinaan.

“Dikeluarkannya Permendikbudristek No.30/2021 ini bukan tanpa alasan, ibarat gunung es, kasus pelecehan seksual yang terjadi di perguruan Tinggi ternyata sangat masif,” jelasnya.

Di luar kesan bahwa dunia Perguruan Tinggi aman-aman saja dari kemungkinan terjadinya tindak pelecehan seksual, ternyata dibalik itu tidak sekali-dua kali terjadi tindak pelecehan seksual yang dialami para insan kampus, terutama dari para dosen ataupun pejabat kampus.

​”Atas dasar itulah Fakultas Hukum UTM menginisiasi kuliah tamu dengan tema “BEBAS KEKERASAN DALAM LINGKUNGAN KAMPUS” untuk mendorong kampus menjadi tempat untuk tumbuh kembangnya potensi bangsa, melahirkan sumber daya manusia unggul yang dapat membawa kemajuan Indonesia. Sehingga kampus harus menjadi tempat yang sehat, termasuk bebas dari tindak kekerasan,” imbuhnya.

Dalam mewujudkan hal tersebut, maka harus dilaksanakan lingkungan belajar dengan tiga aspek yaitu kampus sehat, kampus nyaman dan kampus aman.

“Ketiga aspek tersebut harus dilakukan bersama agar terwujudnya holistic wellness, yang mana seluruh warganya merasakan kebahagiaan, kegembiraan, dan semangat untuk berpacu dalam mengukir prestasi,”ucap Dr Erma.

Dalam kesempatan ini juga, Ketua LPSK RI Drs. Hasto Atmojo Suroyo, M.Krim menyampaikan bahwa LPSK sebagai Lembaga negara yang melindungi saksi dan korban proses peradilan pidana agar saksi dan korban dapat memberikan kesaksian secara bebas, tanpa ancaman dari pihak tertentu, yang bertujuan memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana.

“Kami sangat mengapresiasi dengan kegiatan kuliah umum dan penandatangan MOU dan MOA ini. Karena LPSK sendiri mempunyai program sahabat saksi dan korban, dimana dengan adanya MOU dan MOA ini bisa tindak lanjut kedepannya,” tuturnya.

LPSK menurutnya, akan menggandeng UTM untuk memberikan pendampingan saksi dan korban khususnya di Madura, sehingga masyarakat yang membutuhkan pendampingan tidak perlu datang ke kantor LPSK Jakarta. Akan tetapi cukup di kantor sahabat saksi dan korban yang ada di UTM. “Selanjutnya mahasiswa UTM juga bisa melaksanakan MBKM di LPSK RI,” pungkasnya.

Sementara itu, Rektor UTM Dr. safi, menyambut baik program dari LPSK RI terkait kantor sahabat saksi dan korban, dimana di UTM sendiri sudah di bentuk satgas PPKS UTM “Sahabat Trunojoyo” yang di ketuai oleh Sumriyah, SH.,MH.

“Jadi nanti enak satgas PPKS UTM bisa langsung berkoordinasi dengan sahabat saksi dan korban LPSK RI” terangnya.

Rektor UTM juga menyampaikan kantor sahabat saksi dan korban ditempatkan di lantai 6 gedung graha utama berdekatan dengan kantor satgas PPKS UTM.

Ia juga menambahkan bahwa pihaknya sangat mendukung terwujudnya kampus UTM bebas dari segala bentuk kekerasan, kampus bebas dari kekerasan seksual. “Memiliki empat prinsip, yaitu cegah dengan cara mempromosikan dan mengedukasi tentang kampus sehat, kemudahan dan keamanan dalam melaporkan kasus, perlindungan bagi pelapor dan penyintas, serta tindak lanjut terhadap laporan,” imbuhnya.

Dalam kegiatan ini UTM mengucapkan terimakasih karena kegiatan ini langsung dihadiri oleh Drs. Hasto Atmojo Suroyo, M.Krim ketua LPSK RI, Sekretaris Jenderal LPSK RI Dr. Ir. Noor Sidharta, MH., M.B.A, Biro hukum dan kerjasama, dan hubungan masyarakat LPSK RI dan civitas akademika UTM.

Kuliah umum ini disampaikan langsung oleh Sekretaris Jenderal LPSK RI Dr. Ir. Noor Sidharta, MH., M.B.A dan Bapak Tolib Effendi, SH.,MH selaku moderator. Bapak sekjen juga menyampaikan tindak pidana prioritas LPSK meliputi pelanggaran HAM berat, terorisme, narkotika, korupsi, pencucian uang, kekerasan seksual, perdagangan orang, penganiayaan berat, penyiksaan, dan kejahatan yang membahayakan jiwa saksi.

Ketua Sahabat Trunojoyo Sumriyah, yang juga PIC kegiatan tersebut menyampaikan bahwa tujuan diadakannya kuliah umum ini adalah Memberikan edukasi kepada mahasiswa apa itu kekerasan seksual dan bentuk-bentuk kekerasan seksual, Membantu untuk meningkatkan awareness dan mengetahui cara pencegahan kekerasan, Menumbuhkan rasa empati terhadap sesama, Membantu untuk membangun lingkungan kampus anti kekerasan seksual dalam bentuk apapun.

“Alhamdulillah kegiatan berjalan dengan sukses bertempat di ruang Syaikhona Kholil yang diikuti oleh kurang lebih 250 peserta,” tutupnya.