Daerah  

Polemik Agraria di Desa Ibarat, Ini Kata Pihak Terkait

Caption: ilustrasi.

Gorut,- Persoalan agraria di Desa Ibarat, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorut, terus menuai sorotan dan polemik dari berbagai kalangan.

Pasalnya, lahan kurang lebih seluas 90 ha, milik puluhan masyarakat termasuk Kepala Desa Ibarat bersama istrinya itu, diantaranya diduga beranomali.

Kabar yang kini beredar, sebagian lahan yang dijual ke PT. GBL tersebut, masuk dalam kawasan manggrove yang terletak di Desa Ibarat.

Tak hanya itu, beredar kabar pula, adanya dugaan pungli pada proses pembayaran lahan tersebut, dimana setiap meter persegi pada penjualan lahan tersebut dipotong Rp.1.000, dengan dalih untuk biaya administrasi penjualan lahan dan biaya pajak.

Kepala Desa Ibarat, Kustiyanto Olii, dalam keterangannya di salah satu media online di Gorontalo, membantah berbagai tudingan tersebut dan mengatakan proses penjualan lahan tersebut telah sesuai dengan ketentuan yang ada.

Menurutnya, proses jual-beli lahan di Desa Ibarat kepada pihak PT GBL menyita waktu hingga lima bulan lamanya, dengan tahapan pelaksanaan utamanya terdiri dari proses sosialisasi, penetapan harga, dan pembayaran.

“Jadi, ada tiga tahapan yang prosesnya berlangsung hampir 5 bulan. Pertama sosialisasi, kemudian ketetapan harga, dan kemudian pembayaran,” jelasnya, dikutip dari media koordinat.com.

Kustiyanto juga membeberkan, dalam setiap proses yang berkaitan dengan lahan yang dijual itu, ada dokumentasi resmi, administrasi seperti berita acara, daftar hadir, rincian harga, nomor rekening penerima.

“Di situ juga bukan hanya satu OPD. Ada beberapa, termasuk juga pertanahan, KPH, Lingkungan Hidup Provinsi, dan lain-lain,” ungkap kustiyanto.

Sayangnya, pernyataan Kustiyanto tersebut dibantah secara tegas oleh Kepala Kantor BPN Kabupaten Gorut, Wiwid Nugroho, saat dihubungi awak media ini, Minggu (16/03/2025).

“Kami belum tahu, karena urusan jual beli atau ganti rugi lahan itu kan antara swasta dengan masyarakat, jadi mana-mana yang dibeli, mana-mana tanah yang dibebaskan kan belum proses di kita. Itu baru di tingkat desa sama di tingkat perusahaan,” ungkapnya.

Wiwid menegaskan, pada proses jual beli lahan antara masyarakat dengan pihak perusahaan di Desa Ibarat, tidak melibatkan BPN Kabupaten Gorut.

“Kan bukan cuman satu dua bidang itu yang mau dibebaskan sama perusahaan itu. Itu lahan kan sebagian ada yang sertifikat, dan sebagian ada yang belum. Saya baru tahu juga informasi itu,” ujarnya.

Bahkan, Wiwid memastikan dirinya belum mengetahui jika lahan Kepala Desa Ibarat yang dijual ke pihak perusahaan sudah bersertifikat atau belum.

“Mungkin di lokasi itu dia punya tanah, tapi gak ada dalam beberapa waktu terkahir ini sejak perusahaan itu masuk, Kades Ibarat mau berurus atau pun sudah ngurus sertifikat,” tandas Wiwid.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Gorontalo, Faisal Lamakaraka, juga membantah pihaknya dilibatkan dalam proses jual-beli lahan di Desa Ibarat.

“Tidak mungkin masa kita yang tahu kalau itu kawasan, tersu kita terlibat di dalamnya. Tidak mungkin,” ujar Faisal, saat dihubungi awak media ini, Senin (17/03/2025).

Faisal menjelaskan, data jelas terkait lahan kawasan di Desa Ibarat ada KPH Gorut, sebab KPH Gorut telah melakukan pengajuan kawasan ke DLKH Provinsi Gorontalo, setelah adanya berita tentang polemik agraria di Desa Ibarat.

“Makanya, datanya itu ada di KPH, mereka yang mewilayahi Gorut. Telaah kawasannya sudah ada, itu sudah diajukan telaah kawasan. Makanya, untuk lebih jelasnya telaah kawasan itu ada di KPH,” jelas Faisal.

Sementara itu, Kepala KPH Gorut, Sjamsul Bahri Saman, saat dikonfirmasi terkait telaah kawasan tersebut membantah pihaknya telah mengajukan telaah kawasan, melainkan hanya memberi klarifikasi terkait lahan tersebut bukan kawasan hutan ke Komisi 1 DPRD Gorut.

“Tidak ada pengajuan telaah dari kami. Tapi waktu komisi satu meminta klarifikasi, kami sudah membuatkan telaah. Telaah itu, hanya sebagai konsumsi saya, ketika menginformasikan ini luasannya begini, ini eksistensi mangoreve nya begini, ini tata ruangnya begini, luasnya begini,” tutur Sjamsul.

Sjamsul menambahkan, terkait dengan polemik agraria di Desa Ibarat, pihaknya hanya sempat dimintakan klarifikasi terkait lahan yang dijual ke PT GBL, apakah masuk dalam kawasan hutan atau tidak.

“Kemarin itu, kita hanya diklarifikasi oleh Komisi satu DPRD Gorut, hanya bertanya terkait apakah status hutan ada di situ atau tidak. Maka justifikasi kami adalah, lahan itu bukan kawasan hutan, tapi eksistensinya ada manggrove didalam,” tandasnya.

Sjamsul menyayangkan, adanya pemberitaan yang menyebut dirinya terlibat dalam proses jual-beli lahan di Desa Ibarat ke pihak PT GBL.

“Kok beritanya sampai kayak gitu ya? Saya kan masuk di grup kase bae Gorut, dan saya sudah copy informasi itu kan, itu tidak ada konteks kaitannya dengan kita. Kaidah kita hanya menerangkan, kawasan hutan atau bukan,” imbuhnya.