Bangkalan || Rega Media News
Satuan Reskrim Polres Bangkalan gelar rekonstruksi atau reka ulang dugaan kasus pencabulan yang terjadi di salah satu lembaga SMP Swasta di Desa Bragang, Kecamatan Klampis, Kabupaten Bangkalan, Sabtu (17/10/20).
Dalam proses rekonstruksi, penyidik menghadirkan pihak tersangka inisial MS (44) dan pihak korban inisial NS (24) di tempat kejadian perkara. Selain itu, kuasa hukum tersangka Bahtiar Pradinata dan pendamping korban Mutmainnah juga hadir menyaksikan rekonstruksi tersebut.
Proses rekonstruksi dimulai pada pukul 11:00 Wib, dengan dua versi reka ulang kejadian perkara. Pertama reka ulang dimulai dari korban NS. Kemudian reka ulang kejadian perkaran dari tersangka MS.
Kasat Reskrim Polres Bangkalan, AKP Agus Sobarnapraja menjelaskan, digelarnya rekonstruksi ulang atas dasar permintaan Jaksa Penuntut Umum untuk melengkapi berkas dan alat bukti yang kurang.
“Hasil rekonstruksi dilakukan dua versi. Pertama reka ulang versi korban dan kedua reka ulang versi tersangka,” ujarnya.
Hasil rekonstruksi menurutnya, akan di ambil dari keterangan terlapor dan pihak pelapor. Tadi juga disaksikan dari Kejaksaan sehingga nanti bisa disimpulkan sendiri dari jaksa.
“Setelah selesai rekonstruksi kita lengkapi berkasnya dan akan kita kirim kembali Kejaksaan Negeri Bangkalan,” tutupnya.
Sementara itu, Pendamping Korban, Mutmainnah, yang juga menyaksikan reka ulang digelar penyidik Polres Bangkalan mengatakan, hasil pengamatan rekonstruksi kasus percobaan pencabulan memang dilakukan dua versi.
“Ada dua persi rekonstruksi, ada rekonstruksi terlapor dan rekonstruksi pelapor,” ucapnya.
Menurutnya, setiap orang berhak melakukan pembelaan. Apalagi kasus dugaan pencabulan ini masih menggunakan praduga tak bersalah.
“Jadi, sebenarnya saya berharap dari hasil rekonstruksi ini tidak ada perbedaan agar kasusnya cepat selesai. Akan tetapi kita tidak punya hak untuk mengatur orang lain. Baik harus berkata jujur atau tidak,” jelasnya.
Hanya saja, pihaknya berharap hasil dua rekonstruksi yang digelar ini, pihak kepolisian segera melakukan proses selanjutnya.
Ia juga menyarankan, apabila dalam rekonstruksi tersebut tidak menemukan titik temu dari kedua pihak. Maka, dirinya menyarankan pihak kepolisian segera konsultasikan ke Polda.
“Nanti disana bisa dites psikologi kebohongan. Sehingga saya terbesit membawa kasus ini ke Polda untuk dilakukan tes psikologi kebohongan,” paparnya.
Sebab, hasil rekonstruksi yang digelar, menurutnya belum diketahui keterangan yang jelas atau serat dengan kejanggalan. Karena hasil reka ulang dari kedua pihak menunjukkan reka yang berbeda.
“Jadi dengan tes psikologi kebohongan, nanti bisa diketahui siapa yang berbohong,” harapnya.
Ditempat yang sama, Kuasa Hukum Tersangka Bahtiar Pradinata mengaku sudah mendapat gambaran secara menyuluruh setelah mengikuti rekonstruksi tersebut.
“Sebenarnya dari awal kami berharap pihak kepolisian melakukan rekonstruksi seperti ini. Sehingga tergambar jelas apakah betul kejadian yang dilaporkan, sama atau tidak dengan fakta yang diinformasikan pelapor,” katanya.
Berdasarkan hasil rekonstruksi tersebut, pihaknya berharap bisa memberikan gambaran terhadap penyidik, maupun jaksa penuntut umum.
“Karena dengan hasil rekonstruksi oleh penyidik barusan sudah tergambar terkait dengan alat barang bukti yang dimiliki oleh penyidik. Sehingga tidak menjadi bias atau fitnah terkait informasi yang beredar selama ini. Karena selama ini kasus ini sering muncul di media,” terangnya.
Menurutnya, untuk membuktikan perbuatan itu benar atau salah, ia mengatakan akan membuktikan di Pengadilan.
“Karena setelah dilihat hasil rekonstruksi yang dilakukan oleh penyidik barusan, terjadi banyak kejanggalan dalam reka ulang itu. Setelah dihubungkan dengan alat bukti yang telah diperoleh oleh penyidik,” tandasnya.
Bahtiar juga mengatakan, kejadian-kejadian yang direka ulang tadi, ada beberapa hal yang menimbulkan pertanyaan besar. Apakah betul kejadian benar seperti itu atau tidak?. Karena ada beberapa adegan menurutnya sangat janggal.
“Tapi tidak bisa kami sebutkan disini karena kejanggalan itu termasuk menjadi dokumen penyidikan,” ungkapnya.
Pihaknya juga menambahkan, menghargai perihal upaya pendamping korban akan melakukan tes psikologi kebohongan ke Polda Jawa Timur.
“Kami selaku tim kuasa hukum dari tersangka menghormati upaya pendamping dugaan perbuatan pencabulan terhadap korban,” tambahnya.
Itu menjadi hak dari mereka. Akan tetapi di dalam hukum menentukan seseorang salah atau benar memang harus menunjukkan alat barang bukti yang kuat.
“Sementara semua alat alat bukti sudah kami kantongi. Namun, kami juga tidak bisa menghalangi andai kata dari pihak korban mau melanjutkan ke Polda dipersilahkan. Cuma yang jelas dalam rekonstruksi ini dilakukan dua versi. Yakni versi terlapor dan versi pelapor. Karena cerita dua belah pihak ini berbeda,” pungkasnya. (sfn/sms)