Daerah  

Lara Collective Bentuk Tim Pendampingan Ruang Aman Untuk Perempuan

Caption: Komunitas Lara Collective Bangkalan pose bersama, (dok. regamedianews).

Bangkalan,- Komunitas Lara Collective di Bangkalan gelar diskusi ruang aman perempuan di Cafe Memori Jingga, Desa Telang, Kecamatan Kamal, Kamis (26/09/2024).

Kegiatan diskusi tersebut menghadirkan Lembaga Bantuan Hukum GBR and Partner, Founder Woman For Humanity, dan akademisi Psikologi Universitas Trunojoyo Madura dengan melibatkan peserta dari organisai keperempuanan dan organisasi mahasiswa dari 38 Daerah di Provinsi Jawa Timur.

Perwakilan Lara Collective Parman mengatakan, diskusi ruang aman perempuan yang digelar bukan hanya tempat adu gagasan dan pencarian solusi atas masalah kekerasan seksual dan perilakau ketidakadilan untuk perempuan, tetapi untuk aksi nyata dalam jangka panjang.

“Diskusi ini kami gelar karena kegelisahan dan bentuk amarah kami pada tindakan penganiayaan yang viral di UTM beberapa waktu lalu,” katanya, Kamis (26/9/2024).

Usai diskusi selesai digelar, lara Collective akan membuat satu gerakan tim yang terintegrasi secara independen untuk menjadi tempat curhat atau cerita perempuan yang mengalami pelecehan atau ketidak adilan.

“Kami akan melibatkan perempuan-perempuan yang hadir malam ini berkomitmen mendukung dan mendampingi perempuan yang mengalami tindakan kekerasan seksual atau ketidak adilan dari siapapun,” ucapnya.

Founder GBR and Partner Gatot Hadi Purwanto mengatakan, sepanjang kasus yang didamping dari Firma hukumnya, banyak perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual atau penganiayaan tetapi tidak pernah berani bersuara atau melapor.

“Kondisi ini sering saya temui, mereka yang menjadi korban sering ragu atas laporan yang akan diadukan, mereka butuh dukungan dan dorongan agar mereka berani bersuara,” jelasnya.

Founder Woman For Humanity Muammanah Fauzi menjelaskan, bahwa edukasi seks di Indonesia sangat minim, kinerja pemerintah menyikapi kekerasan seksual tida jelas, bahkan lingkungan masyarakat kita terlena dan acap kali tidak paham mengenai jenis dan bentuk pelecehan seksual pada perempuan.

“Situasinya begitu kompleks, pemerintah begitu acuh, dan SDM masyarakat atau perempuan kita tidak menyadari itu, karena ruang aman perempuan hanya akan ada pada kecerdasan dan pikiran mereka sendiri,” ulasnya.

Akademisi Psikologi UTM Ike Sunyahni juga memiliki gagasan yang sama. Bahwa kondisi psikis setiap orang jelas memiliki peran berbeda. Ada banyak sekali laporan atau aduan yang datang, tetapi banyak dari mereka takut menindaklanjuti pada ranah hukum.

“Saya sering dapat laporan, baik dari mahasiswa, karyawan penjaga toko yang mengalami pelecaham atau kekerasan seksual, tapi mereka rata rata takut melaporkan, sehingga ini butuh didampingi,” jelasnya.