Jakarta,- Pil pahit harus ditelan Trans7 dalam program Xpose Uncensored, akibat tayangan yang menyentil pesantren.
Tayangannya dinilai beberapa kalompok masyarakat, memiliki narasi mendiskreditkan pesantren dan kiai, hingga mengakibatkan kegaduhan publik.
Akibat tayangan itu KPI menjadi sasaran pengaduan, banyak pengaduan dari kelompok-kelompok masyarakat yang keberatan dengan tayangan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hal itu, karena dinilai mendistorsi kehidupan pesantren, santri dan juga para kiai pimpinan pondok pesantren.
Ubaidillah ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam siaran persnya menyampaikan, pihaknya mengambil langkah tegas dengan menghentikan program tersebut sementara.
KPI menilai, program dimaksud melanggar pasal 6 Peraturan Perilaku Penyiaran (P3) KPI 2012, pasal 6 ayat 1 dan 2, pasal 16 ayat 1 dan ayat 2 huruf (a) Stankodar Program Siaran (SPS) KPI 2012.
Keputusan itu dilakukan setelah banyaknya laporan yang masuk, kemudian KPI mengkaji dan melakukan rapat pleno yang dilakukan bersama, pada Selasa (14/10/25) malam, di kantor KPI Pusat Jakarta.
“KPI menilai telah terjadi pelanggaran atas pasal 6 Peraturan Perilaku Penyiaran (P3) KPI 2012,” ujarnya.
Kemudian selain itu KPI juga menilai, video yang beredar dalam program tersebut melanggar pasal 6 ayat 1 dan 2, pasal 16 ayat 1 dan ayat 2 huruf (a) Stankodar Program Siaran (SPS) KPI 2012.
Ketentuan di P3 menurut Ubaidillah, lembaga penyiaran wajib menghormati perbedaan suku, agama, ras dan antar golongan yang mencakup keberagaman budaya, usia, gender, dan atau kehidupan sosial ekonomi.
“Sedangkan ketentuan SPS menyebutkan program siaran dilarang melecehkan, menghina, dan/atau merendahkan lembaga pendidikan,” imbuhnya.
Adapun secara khusus pada pasal 16 ayat 2 huruf (a) memuat ketentuan penggambaran, tentang lembaga pendidikan harus mengikuti ketentuan tidak memperolok pendidik/pengajar.
Tak hanya sampai disitu, KPI juga memanggil Trans7 untuk dengan tegas memberikan klarifikasi serta mengkoreksi secara menyeluruh, terkait tayangan video yang saat ini telah memantik reaksi dari berbagai kaum pesantren.
Ubaidillah menambahkan, peristiwa ini bisa menjadi perhatian oleh lembaga penyiaran lain agar mengedepankan kehati-hatian, serta mematuhi ketentuan regulasi agar publik menerima informasi yang benar.
“Setidaknya harus menghadirkan tokoh yang berkualitas, sebagai penyeimbang dalam menarasikan peristiwa,” pungkasnya.
Penulis : Icha
Editor : Redaksi