Tahun 2017, Jumlah Buta Huruf di Sampang Kian Meningkat

Sampang, (regamedianews.com) – Upaya yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten (Pemkab) Sampang, untuk memberantas buta huruf terkesan jalan ditempat. Buktinya, hingga saat ini jumlah masyarakat di Sampang yang masih buta huruf tergolong tinggi, yakni mencapai 82.000 jiwa, sedangkan pada tahun sebelumnya hanya 48.000 jiwa.

Kepala Dinas pendidikan Sampang M. Jufriyadi mengakui bahwa di daerahnya banyak masyarakat yang masih buta huruf. Hal ini di sebabkan lamanya belajar hingga mencapai 3,8 persen serta tingginya angka anak putus sekolah.

“Akibat tingginya angka buta huruf menyebabkan Indek Pembangunan Manusia (IPM) berada di posisi terendah se Jawa Timur, yang mencapai 58,5 persen. Sedangkan Kabupaten lain rata -rata 62 persen. Angka buta huruf di Sampang masih tinggi, kami harus berupaya keras untuk meningkatkan IPM,” terangnya, Selasa (01/08/2017).

Sementara itu Bupati Sampang Fadilah Budiono mengatakan, pihaknya akan berupaya  untuk mengentas buta huruf tersebut bersama dinas pendidikan, untuk mencari masalah penyebab tingginya masyarakat yang mengalami buta aksara yang terjadi di Kabupaten Sampang. 

” kami akan berupaya semaksimal mungkin untuk meningkatkan IPM bersama Dinas pendidikan,” Pungkasnya.

Disisi lain Ketua Lembaga Pengawas Korupsi dan Pemantau Penegak Hukum Indonesia (LPK-P2HI), Suharto mengatakan, jumlah warga buta aksara Sampang terlalu banyak, sehingga menjadi kendala bagi kemajuan perekonomian masyarakat.

“Ini terjadi, karena antara pendidikan dengan kemajuan ekonomi berbanding lurus. Daerah yang masyarakatnya berpendidikan, secara ekonomi pasti akan lebih baik,” tandasnya.

Suharto menambahkan, Program yang dilaksanakan oleh Diknas terkait upaya pemberantasan buta aksara telah dilaksanakan sejak beberapa tahun terakhir, acuannnya adalah data statistik tahun 2011. Usia yang ditoleransi minimal 15 th dan maksimal 60 tahun. Oleh karenanya, ia meminta agar Disdik Sampang selaku institusi teknis dalam penyelenggaraan pemberantasan buta aksara itu, kedepan bisa lebih serius dalam menangani kasus itu.

“Terpenting yang harus dilakukan dinas adalah kejujuran dalam pelaksanaan program. Artinya tidak memalsu data, semisal melaporkan warga yang sebenarnya buta aksara menjadi melek aksara,” pungkasnya. (har)

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *