Bangkalan, (regamedianews.com) – Pasca Kebijakan Presiden Jokowi membebaskan biaya jembatan Suramadu, di anggap cara yang tepat untuk lebih melejitkan kemajuan pulau Madura melalui potensi yang masih alami luar biasa di tanah Madura.
Keberadaan Suramadu kurang lebih 10 tahun secara signifikan belum memberikan dampak secara jelas pada kemajuan Madura, mulai dari pariwisata, pembangunan, ekonomi, kebudayaan bahkan pada kesejahteraan masyarakat Madura.
Baca juga Pemuda Bersholawat At-Taufiq Meriahkan Milad Ilmu Ekonomi dan Bisnis UTM
Dengan pembebasan jembatan Suramdu adalah tanggung jawab empat kabupaten yang ada di Madura, setidaknya empat kabupaten tersebut harus benar-benar mengelelola Madura lebih maju lagi. Karena 10 tahun keberadaan suramadu tidak berdampak signifikan.
Tentu untuk memajukan Madura dari segala aspek terletak pada pemangku pemegang kebijakan empat Bupati di Madura berserta dorongan element terkait. Bagaimana empat Bupati tersebut berkolaborasi dan jalin komunikasi akan konsep seperti apa yang akan dilakukan empat kabupaten pasca suramadu itu gratis.
Seperti halnya dikatakan oleh Rektor Universitas Trunojoyo Madura Dr. Drs. Ec.H. Muh. Syarif M.Si. pada acara Forum Group Discution (FGD) dan Gethering Media mengatakan walaupun ini bukan tupoksi langsung UTM, terkait dengan intraksi itu tapi paling tidak pihaknya sebagai perguruan tinggi juga punya tanggung jawab, baik berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan pembangunan Madura.
“Memang ada satu hal yang menjadi dampak, satu sisi ada yang merasakan manfaatnya, satu sisi ada yang dirugikan, seperti halnya kemarin kebijakan penggratisan jembatan Suramadu,” tuturnya pada awak media, Kamis (06/12/2018).
Hal itu menjadi pemikiran, karna dari kebijakan pembebasan itu, semata-mata belum memberi dampak pada kesejahteraan Madura. Oleh karna itu, memang pihaknya akan terus menindak lanjuti, dan UTM telah memilah dua bidang selain potensi klaster Madura, pertama bagaimana menyikapi pasca pembebasan biaya suramadu dan kedua memikirkan pelabuhan Kamal.
Baca juga Prodi Managemen UTM Gelar Sholawat Bersama
“Sehingga kami betul-betul harus melakukan suatu hal terobosan atau alternatif terkait masalah-masalah yang ada. Tentu, apabila ada pembiyaran maka terjadilah lagi pada suatu kondisi 10 tahun jembatan suramadu ada namun tidak memberikan manfaat dan dampak secara signifikan terhadap Madura dan kesejahteraan masyarakat madura,” katanya.
Contohnya Suramadu, semenjak jembatan Suramadu ada mulai tahun 1998 sampai sekarang, dampaknya tidak signifikan, terhadap pada harapan kita dulu dan tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan bersama.
“Hampir 10 tahun waktu terus bergulir tanpa kita sadari bahwa jembatan Suramadu hanya menjadi jembatan penyebrangan bukan menjadi jembatan kesejahteraan,” tuturnya.
Pihaknya juga menambahkan, khawatir lagi dengan kebijakan nol rupiah ini tidak ditindak lanjuti oleh kita semua, termasuk empat Bupati di Madura. Dirinya yakin nanti ceritanya akan sama dengan 10 tahun suramadu yang selama bertahun-tahun tidak memberi dampak signifikan.
“Saya yakin setelah itu maka Madura tidak akan lagi diberikan kebijakan yang sifatnya pengembangan kedepan karena di tes nol rupiah jembatan suramadu gagal walaupun tidak terlalu gagal, namun buktinya hasilnya tidak signifikan,” tandasnya.
Kita ini seakan ada pembiaran walaupun sudah dilakukan. Oleh karna itu, berharap jangan sampai dengan bebasnya biaya suramdu ini kita tidak manfaatkan semaksimal mungkin.
“Makanya Kami kemarin berinisiatif sendiri bersama Bupati Bangkalan mengirim surat kementeri, yang isinya ada beberapa usulan antaranya adalah usulan realisasi anggaran untuk pengembangan kaki suramadu dan juga tol dari kangkebeh dari sisi Bangkalan ke Bulupanda dan pembangunan pelabuhan bulupanda yang nilainya sekitar 55 triliun,” jelasnya.
Karna memang anggaran 2019 Presiden Jokowi menganggarkan 420 triliun, lanjutnya, ia melihat di list realisasinya pada tahun itu tidak ada sepeserpun yang masuk ke Madura. Hal seperti ini sebenarnya membuat kita risau, kenapa, karena memang masyarakat madura itu belum menjadi satu kesatuan yang utuh untuk pengembangan wilayah. Jadi setelah kita mengkritisi konsep Bangkalan menjadi bagian dari kabupaten yang lain diluar Bangkalan.
“Seharusnya kita konsep pembangunan madura itu menjadi satu kawasan, pengembangan madura sebagai satu kawasan. Jadi seharusnya tidak ada program-program yang parsier atau personal antar kabupaten, namun dari empat kabupaten ini terintegrasi,” terangnya.
Sehingga pada akhirnya dari masing-masing kabupaten membuat visit sendiri, sehingga itu pecah tidak terintegrasi dan tidak memberikan kontribusi pengembangan Madura secara konkrit.
“Seharusnya empat Bupati di Madura itu membuat satu kawasan seperti visit Madura. Dan ini harus menjadi komitmen sehingga nanti muncul program event mingguan, atau lima hari tinggal di Madura,” ungkapnya.
Konsep seperti inikan tidak pernah muncul, menurutnya, konsep seperti itu merupakan cara yang efisien dan efektif. Selain itu, pihaknya menganggap di Madura itu tidak ada event nasional seperti di Banyuangi, walaupun di Madura sendiri ada event yang bagus seperti kerapan sapi Piala Presiden. Namun itu tidak bisa di kemas dengan profesional dan maksimal sehingga banyak orang sulit menonton karna tidak di kemas sedemikian rupa.
Banyak pekerjaan yang bisa kita lakukan untuk mendorong kemajuan Madura. Pihaknya berharap kampus ini di buka untuk kepentingan masyarakat luas dan pembangunan khususnya di kawasan Madura.
“Jadi tugas-tugas kampus tidak hanya internal kampus, namun juga punya tanggung jawab pekerjaan eksternal dalam pengembangan dan kemajuan daearah sekitar UTM khususnya kawan Madura,” pungkasnya. (sfn/har)