Daerah  

Eksotisme Negeri Diatas Awan Lumajang, Ini Catatan Perjalanan AKBP Arsal Sahban

Mesra; Wakapolresta Bogor Kota (AKBP. Muhammad Arsal Sahban) pose bersama sang istri di Negeri Diatas Awan, Lumajang, semasa menjabat sebagai Kapolres Lumajang.

Lumajang, (regamedianews.com) – Selain sebagai Polisi yang bertugas dibidang keamanan, AKBP M. Arsal Sahban juga suka mengekspolre keindahan alam ditempatnya bertugas. Menurutnya Lumajang menyimpan Potensi Pariwisata yang sangat besar, karena memiliki banyak jenis wisata. Arsal membagi Pariwisata Lumajang menjadi 3 jenis wisata yaitu Wisata Alam, wisata religi serta wisata budaya dan sejarah.

Inilah Catatan Perjalanan AKBP DR Muhammad Arsal Sahban, SH, SIK, MM, MH Wakapolresta Bogor Kota yang di share ke media saat mengeksplore keindahan alam Indonesia khususnya di wilayah Lumajang.

“Mengakhiri tugas saya sebagai Kapolres Lumajang, tidak elok rasanya sebelum meng-esplorasi keindahan Alam Lumajang. Sebelum meninggalkan Lumajang saya meng-eksplore tempat wisata Negeri Diatas Awan yang biasa dikenal Puncak B29”, ungkap Arsal.

Negeri diatas awan Lumajang menyuguhkan panorama yang sangat indah. Bersama pasangan ke tempat ini pasti akan membuat hati menjadi lebih sejuk dan akan menambah benih-benih cinta. Bagi orang yang pacaran, dijamin akan cepat menikah, dan bagi orang yang sudah menikah dijamin akan semakin langgeng seumur hidup.

“Hal ini karena diyakini mereka sudah berada di negeri kayangan yang berada di atas langit. Seperti kepercayaan masyarakat kita di zaman dahulu, diatas awan adalah sebuah simbol tempatnya langit, dimana langit adalah tempatnya para dewa berarti berada di atas awan kita berada di negeri para dewa”, ujarnya.

Salah satu contoh wisata alam yang ada di Lumajang adalah puncak B 29 Negeri diatas awan. Puncak Bukit 29 atau B29 adalah bagian dari kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). TNBTS masuk ke dalam program pengembangan destinasi wisata unggulan yang biasa disebut 10 Bali Baru.

“Medan yang ditempuh untuk datang ke wisata tersebut cukup menantang, yaitu melewati jalanan aspal, paving block, dan tanah dengan kemiringan 10 hingga 40 derajat serta beberapa tikungan tajam khas wilayah pegunungan. Di kanan kiri jalanan desa yang lebarnya bervariasi antara satu hingga tiga meter itu adalah ladang sayuran milik warga suku Tengger”, ucap Arsal.

Namun, lanjut pria yang pernah menjabat sebagai Kapolres Lumajang ini, berbeda dengan ladang umumnya, lahan yang mayoritas ditanami kubis, bawang daun, dan kentang itu berada di kemiringan sekitar 70 derajat. Tak hanya itu, barisan bukit dan lembah menghijau disertai kabut dengan udara dingin yang “menggigit” jemari pun mewarnai perjalanan penuh sensasi sekitar 15 menit tersebut.

“Begitu sampai di gerbang Bukit 29, satu per satu motor berhenti dan diparkir di sana. Para pengunjung kemudian mendaki sekitar 100 meter ke puncak bukit yang sudah terlihat di depan mata. Salah satu tujuan para wisatawan ke destinasi wisata baru di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) itu memang menyaksikan sunrise atau matahari terbit”, terang Arsal.

Momen terbaik adalah menunggu di atas bukit sejak pukul 04.00 WIB. Bahkan, tak sedikit pengunjung yang berkemah atau menggelar tenda di atas bukit yang dahulu disebut Songolikur (sebutan angka 29 dalam bahasa Jawa). Sesampai di puncak bukit berketinggian 2.900 mdpl (meter di atas permukaan laut), mata para pengunjung dimanjakan pemandangan indah menawan pegunungan Tengger.

“Wisatawan dapat menikmati detik-detik matahari terbit di ufuk timur. Awan “tumpah” pun dapat dilihat baik dari sisi timur dan barat. Pemandangan awan “tumpah” paling menarik adalah dari arah barat atau lautan pasir Gunung Bromo yang puncaknya setinggi 2.392 mdpl”, ungkapnya.

Awan berarak turun di sisi timur dan barat Bukit 29 atau B29 memang memanjakan mata para pengunjung di atas bukit yang dalam kondisi tertentu dapat mencapai suhu lima derajat Celsius. Tak mengherankan, bila kemudian banyak pengunjung menjuluki objek wisata yang populer dalam beberapa tahun terakhir ini sebagai “Negeri di Atas Awan”.

“Lereng B29 didiami oleh Suku Tengger. Suku Tengger mendiami 4 kabupaten yaitu Lumajang, Probilinggo, Pasuruan dan Malang. mereka tinggal sekitar kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ( TNBTS ) dengan ketinggian rata – rata 2200 Mdpl. Masyarakat tengger umumnya hidup dari pertanian seperti kentang dan sayur mayur lainya”, paparnya.

Cuaca yang sangat dingin dan seringnya turun hujan membuat tanaman disuku tengger tidak mengenal musim, karena kapanpun bisa panen. Salah satu sayuran yang terkenal di sini adalah kentang dari jenis granola dan kentang merah. Terkadang sering juga disebut kentang tengger karena memiliki tekstur dan rasa yang berbeda dengan kentang sawah.

“Suku tengger memiliki adat yang unik saat menerima tamu, karena diterimanya di dapur. Ruang dapur menjadi ruang tamu bagi masyarakat tengger. Mereka biasa bercengkrama bersama keluarga didapur karena ada perapian untuk memanaskan badan mengingat cuaca yang sangat dingin di wilayah tengger”, ungkapnya.

Selain itu ada budaya tahunan suku tengger yang dikenal dengan KARO dimana selama 14 hari masyarakat tengger tidak boleh keluar dari desanya, dari 14 hari itu 7 hari digunakan untuk mempersiapkan acara KARO yaitu membuat makanan untuk menerima tamu dan 7 hari sisanya digunakan untuk saling berkunjung.

“Dalam 7 hari itu mereka harus datang kerumah – rumah warga tengger lainnya, semacam kegiatan silaturahmi orang Muslim pada saat lebaran. Setiap berkunjung mereka wajib untuk mencicipi makanan yang sudah disiapkan. Dalam sehari mereka bisa mendatangi sampai 100 rumah”, tandasnya.

Perlu diketahui bahwa desa argosari kec. Senduro terletak di ketinggian 2200 Mdpl yang didiami oleh suku tengger. Lumajang memiliki area yang paling luas didiami oleh suku tengger yaitu mencapai kurang lebih 55 persen dibanding suku tengger yang mendiami 3 kabupaten lainnya.

Total ada 5 desa di lumajang yang di diami oleh suku tengger yaitu desa Ranupani, desa Argosari, desa Bedayu Talang, desa Cempoko ayu, dan desa Kandang Tepus.

“Menurut saya, Lumajang menyimpan Potensi Pariwisata yang sangat besar, karena memiliki banyak jenis wisata. Lumajang dapat dibagi menjadi 3 jenis wisata yaitu Wisata Alam, wisata religi serta wisata budaya dan sejarah”, tutur Arsal.

Beberapa Wisata Alam yang sudah terkenal yaitu air terjun tumpak sewu, negeri diatas awan, pendakian gunung semeru, beberapa jenis air terjun, berbagai danau, gua tetes, pantai dan banyak lagi potensi keindahan alam lainnya.

“Wisata Religi diLumajang, ada Pura Mandara Giri yaitu salah satu pura tertua sehingga menjadi tujuan bagi pemeluk agama hindu untuk bersembahyang di Pura tersebut. Pura Mandara Giri semacam Mekkahnya bagi umat hindu, sehingga pemeluk agama hindu di Indonesia bergantian ke tempat ini”, katanya.

Selain Pura Mandara Giri, lanjut Arsal, ada juga kuburan Arya Wiraraja yang di yakini sebagai kuburan Islam tertua di pulau jawa sehingga banyak yang berziarah ketempat tersebut. Selain itu ada Wisata budaya dan sejarah yaitu adanya budaya suku tengger yang diyakini merupakan nenek moyang masyarakat Bali. Cerita tentang suku tengger yang mendiami gunung Semeru dan Bromo yang kemudian sebagian berpindah ke Pulau Dewata Bali menjadi sebuah daya tarik wisata tersendiri.

“Selain budaya suku tengger, ada juga sejarah tentang kisah kebesaran kerajaan Lamajang Tigang Juru dengan rajanya Prabu Arya Wiraraja yang kala itu membantu berdirinya kerajaan Majapahit yang berpusat di mojokerto. karena bantuannya itulah, kemudian terjadi pembagian wilayah kekuasaan antara Majapahit dengan Lamajang tigang juru yang memiliki pusat kerajaan di desa kutorenon lumajang. Majapahit saat itu memiliki kekuasaan ke arah Barat sedangkan Lamajang Tigang Juru memiliki kekuasaan ke arah timur yang membawahi wilayah Jember, Situbondo, Bondowoso, Bayuwangi sampai ke Bali”, tutup Arsal. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *