Gorontalo || Rega Media News
Karang Taruna dan Organisasi Masyarakat (Ormas) Barisan Pemuda Nusantara (Bapera) Provinsi Gorontalo melaksanakan diskusi dan sosialisasi terkait pentingnya pengelolaan kearsipan di Gorontalo yg berlangsung di Caffe Pombango, Kota Gorontalo, Sabtu (21/05/2022) malam.
Kegiatan yang didukung oleh Lembaga Kearsipan Daerah Provinsi Gorontalo ini digagas, dalam rangka memperingati Harkitnas dan Hari Kearsipan Nasional yang menghadirkan sejumlah ormas, komunitas Aktivis, serta masyarakat Provinsi Gorontalo.
Pantauan media ini, terungkap dan berkembang dalam diskusi yang dipandu oleh Aktifivis Provinsi Gorontalo, Zulkarnain Husain itu, Provinsi Gorontalo dinilai darurat pengelolaan arsip yang merupakan rujukan informasi atau referensi berbagai hal yang menyangkut jati diri Provinsi Gorontalo.
Seperti yang diungkapkan salah satu Akademisi Provinsi Gorontalo, Dr. Arifasno Napu, yang menceritakan pengalamannya saat melakukan penelitian tentang makanan bergizi khas Provinsi Gorontalo, pada beberapa waktu yang lalu.
Menurutnya, saat timnya melakukan riset terkait makanan bergizi khas Provinsi Gorontalo, catatan ataupun referensi yang mengarsipkan sejarah tentang makanan khas Provinsi Gorontalo itu, sulit untuk ditemukan bahkan tidak ada catatannya sama sekali.
“Pertama kalau kita bicara arsip, sesungguhnya kita orang Gorontalo berkiblat di Al-Quran. Al-Quran itu sebelum ada dunia, sudah terarsipkan hari ini 1400 tahun yang lalu. Dan kita ke Gorontalo, ada falsafahnya, Adat bersendikan Syara, Syara Bersendikan Kitabullah. Tapi, kita lebih mengedepankan budaya tutur,” ungkapnya saat disambangi awak media usai agenda tersebut, Sabtu (21/05/2022) malam.
“Tulisan atau rekaman-rekaman berbentuk tulisan dan sebagainya itu sangat terbatas, oleh karena itu khusus makanan khas daerah Gorontalo, terkait dengan arsip itu sendiri waktu kami riset, itu bisa dikatakan sangat susah bahkan tidak ada tulisan tentang makanan khas daerah Gorontalo,” sambungnya.
Dibeberkannya, saat melakukan riset tersebut, timnya sampai menghubungi pihak Belanda, untuk mencari referensi terkait makanan khas Provinsi Gorontalo, catatan-catatan terkait hal itu tak berhasil ditemukan juga.
“Sehingga, jalan satu-satunya yang saya lakukan adalah, bagaimana melakukan riset pada tiga generasi, yang mana generasi pertama itu ada neneknya, kemudian punya anak perempuan, kemudian punya cucu. Cucunya itu SMP, dan generasi pertama itu umurnya 60 tahunan sampai 90 tahunan lebih,” bebernya.
Ia menjelaskan, dari metode pendekatan generasi itulah, ia baru mendapatkan banyak referensi tentang makanan khas Provinsi Gorontalo yang dibutuhkan timnya, saat melakukan riset tentang makanan khas Provinsi Gorontalo, seperti Kuah Bugis dan Nasi Kuning.
“Saya kasih contoh, bahwa Kuah Bugis itu bukan Kuah Bugis namanya, tapi namanya adalah Bode’o. Di sebagian orang juga, memberikan nama Tabu Moitomo karena barangkali dia hitam. Demikian juga Nasi Kuning, bukan Nasi Kuning namanya, tapi Alimbuluto. Ini saya kira hal yang bagus, sehingga ketika kita bicara tentang arsip, pasti ada keterkaitannya dengan latar belakang dan tujuan dari pengarsipan itu sendiri,” jelas Arif.
Sementara itu, Ketua Bapera Provinsi Gorontalo, Susanto Liputo, saat disambangi awak media menuturkan, pada prinsipnya diskusi dan sosialisasi tersebut sangat bermanfaat dan mencerahkan bagi semua pihak, khususnya bagi ormas atau individu yang ingin mengarsipkan catatan-catatan sejarah perjalanan organisasinya di Provinsi Gorontalo.
“Sebagai mitra pemerintah, maka kami menggagas dengan beberapa Ormas, ada Bapera, Karang Taruna, Pramuka dan beberapa organisasi yang hadir pada malam ini, mendorong Pemerintah membentuk relawan arsip untuk membantu pemerintah dalam melakukan proses kearsipan. Misalnya, kalau ada bencana-bencana ini hanya fokus pada penyelamatan manusia atau rumah, sementara arsip-arsip seperti KTP, Sertifikat dan surat penting lainnya terkadang luput dari upaya penyelamatan,” tutur Santo.
Lanjut mantan Ketua KNPI Provinsi Gorontalo itu, selain membentuk relawan arsip, Pemerintah didorongnya pula membentuk Komunitas Pecinta Arsip, yang dibentuk melalui kerjasama dengan organisasi Pramuka ataupun Ormas yang sudah ada.
“Agar Gorontalo, tidak bisa dikatakan darurat Arsip, karena memang penyampaian tadi kan kita butuh kerjasama atau gotong royong, untuk menyelamatkan arsip-arsip. Kalau perpustakaan, sudah ada bahkan sampai di kampung-kampung itu ada perpustakaan atau taman bacaan, tapi mengenai arsip ini yang belum ada, sehingga pembentukan relawan dan Komunitas Pecinta Arsip ini, kami dorong untuk dilakukan Pemerintah,” tandasnya.
Di tempat yang sama, Koordinator Arsiparis Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Provinsi Gorontalo, Drs. Yahya Dj. Ikhsan, MA., kepada media ini mengatakan, pengelolaan kearsipan di Gorontalo itu memang merangkak perlahan, sejak terbentuknya Provinsi Gorontalo dan seiring adanya Dinas Perpustakaan dan Kearsipan.
“Dinas kita itu nanti tahun 2017, sebelumnya masih berstatus Kantor, jadi penanganan kearsipan di Gorontalo, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota itu harus bergerak bersama agar supaya semua kegiatan yang terjadi bisa tercatat dengan rapi dan tertib. Karena, ini menjadi bahan pengetahuan bagi generasi-generasi akan datang. Jadi, hari ini kita mencatat ataupun mendokumentasikan informasi yang menjadi ilmu pengetahuan ataupun kajian bagi anak-anak generasi kita kedepan,” kata Yahya.
Lebih lanjut Yahya menjelaskan, saat ini pihaknya lebih fokus bagaimana membuat masyarakat sadar akan pentingnya kearsipan, dalam berbagai lini kehidupan sebagai bukti jati diri seseorang, kelompok bahkan daerah Provinsi Gorontalo.
“Tanpa arsip kita tidak bisa berkata-kata, tanpa arsip kita tidak bisa berencana, tanpa arsip kita tidak bisa menentukan keputusan atau kebijakan. Semua sendi-sendi kehidupan kita itu, adalah arsip. Kendalanya, memang masih banyak dari kita yang tidak menyadari hal ini,” imbuhnya.