Daerah  

MoU DLH Bangkalan Olah TPA Sampah Kandas, Warga Desak Tutup Permanen

Caption: foto bersama usai penandatangan MoU pengelolaan TPA Sampah di Desa Buluh, Kecamatan Socah, Bangkalan, (Doc: Syamsul Arifin/RMN).

Bangkalan || Rega Media News

Rencana aktivasi Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku di bekas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Desa Buluh, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, terus mendapat penolakan dari warga sekitar desa setempat.

Meski demikian, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bangkalan komitmen menjalin penandatangan perjanjian kerjasama dengan PT. Reciki terkait operasionalisasi TPST Samtaku di TPA Socah, pada Rabu 28 September 2022 kemarin.

Padahal, gelombang penolakan reaktivasi dan penutupan TPA sampah permanen di Buluh oleh warga sekitar sudah dilakukan sejak bulan April 2020 lalu.

Meski Dinas terkait menggandeng pihak ketiga, guna berupaya memberi pemahaman untuk pemanfaatan sampah bernilai ekonomis tetap tidak diindahkan warga.

“Kami tidak ingin TPA dibuka lagi, karena sudah puluhan tahun kami hidup dengan bau yang tidak sedap,” kata Dofir salah satu warga Desa Buluh.

Dofir mengaku, sudah bosan dengan perjanjian pemerintah yang akan di bangun tempat pengolahan sampah, karena dia khawatir kejadian lama terulang kembali.

“Jangankan sampah yang diolah menjadi sampah, diolah jadi emaspun kami tidak mau,” cetusnya.

Dofir mengaku, masyarakat Buluh Kotteh merasa sakit hati, sehingga masyarakat menolak TPA dibuka lagi.

“Masyarakat sebelumnya sudah menutup dan berpesan, supaya tidak dibuka lagi dan mengadakan pembangunan supaya pemerintah tidak mengalami kerugian yang cukup serius,” tandasnya.

Menurut dia, walaupun pemerintah sudah membangun gedung yang akan dijadikan sebagai tempat pengelolaan sampah, warga tetap menolak.

“Gedung ini mau dibuat apa saja, asal jangan dijadikan pengelolaan sampah,” ucapnya.

Dofir mengaku, datangnya masyarakat ke acara penandatangan kontrak itu bukan suruhan siapa-siapa, melainkan panggilan jiwa.

“Tadi ada orang yang melihat ada kegiatan disana, dan memberi tahu kepada warga kalau ada kegiatan di TPA, sehingga warga berbondong-bondong datang,” paparnya.

Selain itu Kepala DLH Bangkalan Anang Yulianto mengaku, protes masyarakat tersebut hanya masalah minim komunikasi.

Anang mengaku telah melakukan komunikasi dengan kepala desa dan perangkatnya, sehingga ketika ada masyarakat mengklaim mengaku tidak menerima informasi.

“Kemungkinan perangkat desa tidak menyebarkan informasi secara merata,” terangnya.

Anang berdalih sebelumnya sudah berencana melakukan komunikasi langsung dengan warga, namun ia masih menghormati kepala Desa dan Tokoh masyarakat.

“Kedepannya kami akan turun langsung kepada warga,” pungkas dia.

Menanggapi hal itu, Sekdes Desa Buluh Syaiful Amri mengaku tidak tau, terkait adanya aksi tolak dibukanya TPA, karena menurutnya tidak ada informasi dari DLH ke desa, terkait adanya kegiatan di TPA.

Menanggapi masyarakat yang melakukan aksi, Syaiful mengaku, jika itu kemauan masyarakat supaya TPA tidak dibuka lagi.

“Kami tidak taiu apa-apa, karena tidak ada pemberitahuan kegiatan dari DLH,” pungkasnya.

Sementara itu, Indonesia Packaging Recovery Organization (IPRO) dan PT Reciki Solusi Indonesia (Reciki) sebagai mitra kerjasama Pemkab Bangkalan untuk pengelolaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku tersebut, lari kocar kacir mendapat penolakan reaktivasi TPA tersebut.

Penandatanganan dilakukan oleh General Manager IPRO, Zul Martini Indrawati, dan Direktur Utama Reciki, Bhima Aries Diyanto. Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Bangkalan telah menggandeng Reciki sebagai pengelola sampah di TPA seluas 2,1 hektare itu.

Dalam membangun dan mengoperasikan TPST Buluh Socah tersebut, Reciki mendapat fasilias pembiayaan dari Bank UMKM Jawa Timur dan dukungan dana dari IPRO.

General Manager IPRO, Zul Martini Indrawati menyatakan, model pengelolaan TPST Samtaku Buluh Socah yang melibatkan pihak swasta, Pemkab Bangkalan, Bank UMKM Jawa Timur, dan industri yang diwakili oleh IPRO adalah model yang ideal. Model tersebut bisa diduplikasi untuk menangani sampah di daerah lain.

“IPRO mendorong model kerja sama, kolaborasi, seperti ini, untuk mengelola persampahan di Indonesia. Kami menyebutnya sebagai Extended Stakeholders Responsibility atau ESR dimana para pihak terlibat sesuai perannya masing-masing,” tuturnya.

Martini menjelaskan, IPRO memberi dukungan dana kepada PT RSI untuk mengelola TPST Samtaku Buluh Socah, dengan harapan sampah di Kabupaten Bangkalan dapat tertangani dengan baik.

“Tentu ada target yang harus dicapai oleh Reciki dan Pemkab Bangkalan. Kami sepenuhnya mendukung upaya itu,” pungkasnya.