Sampang,- Dalam beberapa hari terakhir trending topik pemberitaan di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur, didominasi adanya pemberitaan tentang rencana aksi demo yang akan dilakukan Aliansi Tokoh Masyarakat dan Simpatisan Gunung Rancak.
Namun, aksi tersebut berubah menjadi audiensi dialogis yang berlangsung pada Kamis (12/01/2023) kemarin, di Kejaksaan Negeri Sampang, diwakili oleh beberapa Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dan beberapa elemen tokoh masyarakat.
Kedatangan beberapa perwakilan masyarakat itu, untuk dialog dengan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Sampang, terkait penanganan perkara dugaan penyalahgunaan anggaran Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT-DD) tahun anggaran 2020.
Warga meminta pihak Kejaksaan berhati-hati dalam menangani kasus tersebut, karena dinilai adanya kejanggalan dan sejak awal bergulir, dan diduga ada aroma politik. Apalagi tiga pelapor diketahui tim sukses rival politik dari kepala desa terlapor.
“Kita datang kesana bersilaturahmi, sekaligus mengingatkan Kejaksaan Negeri Sampang, agar lebih objektif dalam menangani perkara tersebut, sehingga tidak dijadikan alat politisasi hukum oleh pihak lain,” ujar Hatiyah, Sabtu (14/01).
Karena menurutnya, perkara itu diduga terkesan dipaksakan dan penuh intrik politik, jika melihat dari proses awal, seperti adanya pemalsuan surat pernyataan KPM yang ditiru dalam kelengkapan laporan. Padahal yang bersangkutan tidak pernah merasa melapor dan bertanda tangan/cap jempol.
“Jadi kami menduga sangat kuat ada intrik politik, jika melihat beberapa hal seperti adanya tanda tangan ditiru, dan beberapa hal yang ditemukan,” imbuhnya.
Ada hal yang membuat kaget wanita kalem tersebut, saat dirinya tau adanya pemberitaan yang dipelintir dan dimuat disalah satu media nasional ternama edisi Jumat (13/1/23) pukul 14:22 WIB.
“Saya kaget dan heran melihat isi berita tersebut dipelintir, apalagi itu di media nasional ternama,” tuturnya.
Didalam media tersebut, juga ditulis beberapa pernyataan yang seakan itu keluar dari dirinya. Padahal, menurutnya, dirinya tidak pernah dikonfirmasi oleh media dimaksud, apalagi mengatakan hal yang sangat merugikan dirinya.
“Saya sudah screenshot beritanya, karena kasihan media ternama, jika harus dirusak oleh oknum wartawan yang tidak memahami kode etik jurnalistik, jauh dari kata berimbang dan terkesan mengada-ada,” tandasnya.
Wanita yang akrab dipanggil Hatiyah tersebut sempat heran mengapa pemberitaan tersebut berbalik 180°.
“Aneh juga sih, ada apa sampe segitunya, padahal jelas kita datang ke Kejaksaan karena tidak mau Kades kami menjadi korban politisasi hukum, eh beritanya seperti itu,” jelasnya sambil tersenyum.
Hatiyah menambahkan, dirinya sebagai Korlap akan berkoordinasi dengan Penasehat Hukum dari LBH Lentera Keadilan dan melayangkan surat somasi kepada redaksi yang diduga memelintir pemberitaan itu.
“Kami akan minta bantuan PH Lentera Keadilan, layangkan somasi 3×24 jam, untuk meminta hak jawab. Bila tidak ada itikad baik untuk merevisi pemberitaan yang diplintir, kami akan tempuh jalur hukum, pencemaran nama baik melalui UU ITE,” tegas Hatiyah.
Sementara ditempat terpisah Ahmad Bahri MH mengatakan, dirinya siap mendampingi korlap jika diminta hingga proses hukum.
“Saya siap, jika diminta oleh korlap mengawal hal ini sampai proses hukum,” tuturnya.
Sedangkan terkait pemberitaan tersebut, dirinya sangat menyangkan sekali, karena menurutnya hal itu berhubungan dengan profesionalitas pelaku media.
“Sangat menyangkan sekali, kenapa sampe harus mempelintir pemberitaan hingga seperti itu,” ujarnya.
Mantan ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Sampang itu menambahkan, dirinya akan mengambil langkah terkait hal tersebut atas permintaan korlap nantinya.
“Pertama kita akan bersurat, baik secara elektronik maupun surat resmi kepada redaksi, meminta klarifikasi terkait pemberitaan tersebut, sebelum kita melangkah lebih jauh,” imbuhnya.
Bahri juga berharap kepada para pelaku kuli tinta, agar profesional sesuai dengan kode etik jurnalistik, dan menyajikan berita yang berimbang.
“Umpama nih, jangan hanya karena mendukung kelompok tertentu, lalu mengabaikan kode etik, apalagi harus mengada-ada dan merekayasa pernyataan dari nara sumber,” pungkasnya.