Pamekasan,- Siti Qomariyah (24), warga asal Dusun Duko Desa Ambat, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan, Jawa Timur, harus menahan rasa sakitnya.
Gadis yang tengah mengeyam pendidikan di Universitas IAIN Madura tersebut, tengah mengidap penyakit kanker ganas dibagian kaki kanannya.
Bahkan, baru-baru ini mahasiswi semester 8 prodi pendidikan agama Islam ini, oleh dokter dianjurkan agar diamputasi, mengingat kankernya semakin parah.
Muchtar orang tua Qomariyah mengungkapkan, saat dilakukan pengobatan di rumah sakit di Pamekasan, dianjurkan agar dirujuk ke rumah sakit di Surabaya.
“Dianjurkan dirujuk ke rumah sakit Surabaya, karena rumah sakit disini tidak bisa mengatasi,” ungkapnya, Rabu (10/07/24).
Muchtar mengatakan, penyakit kanker putrinya diketahui setelah dibawa periksa ke dokter, namun semulanya karena terjatuh biasa pada tahun 2023.
“Pasca terjatuh itu, sempat diobati secara tradisional, dibawa ke sangkal putung (ahli tulang), tapi tidak membuahkan hasil,” terangnya.
Karena tidak ada perkembangan, ungkap Muchtar, akhirnya keluarga sepakat putrinya untuk berobat ke salah satu rumah sakit besar di Surabaya.
“Setibanya disana, dokter memvonis putri kami mengidap penyakit kanker ganas, dan supaya cepat dioperasi karena sudah membengkak,” jelasnya.
Menurut keterangan dokter, kata Muchtar, operasi tersebut segera dilakukan, agar penyakit yang diderita putrimya tidak merambat ke jantung.
“Kami ikuti prosedur pengobatan pihak rumah sakit, bahkan kita bolak balik kesana hingga berkali-kali,” terang pria yang berprofesi guru ngaji ini.
Namun, pada pengobatan ke tujuh kalinya, pihak rumah sakit melakukan penyuntikan pada kaki Qomariyah.
“Saat itu benjolannya masih kecil, namun setelah disuntik benjolannya semakin membengkak dan membesar,” ungkapnya.
Saat dikonsultasi, imbuh Muchtar, penyuntikan tersebut untuk kepentingan operasi yang akan dilakukan, membedakan daging dan tulang.
“Setelah kami kembali ke sembilan kalinya, dokter memvonis agar kaki anak saya untuk diamputasi,” ucapnya.
Mengetahui keputusan dokter tersebut, pihak keluarga tidak menyetujui dan lebih memilih agar dilakukan pengobatan secada alternatif.
“Alhamdulillah, mulai ada perkembangan. Kami dibantu oleh kepala desa serta camat, terlebih dari sisi pengobatan dan kuliah anak saya,” pungkasnya.