Banda Aceh || Rega Media News
Kebijakan sepihak pemblokiran rekening mendadak oleh Bank Syari’ah Indonesia (BSI) membuat masyarakat semakin resah dan susah. Hal ini dikatakan Ketua Yayasan Aceh Kreatif , Delky Nofrizal Qutni.
“Seharusnya komisaris dan manajemen BSI mempersiapkan segala sesuatu dengan matang, bukan sebatas sosialisasi mendadak via SMS center 2-3 hari sebelum migrasi sepihak itu dilakukan,” tegas Delky kepada awak media.
Selain itu, kata Delky, manajemen semestinya mempersiapkan sesuatu secara matang, sehingga tidak hanya bisanya membuat nasabah sulit dan susah bertransaksi.
“Seharusnya BSI yang katanya menganut konsep syari’ah itu, memberitahukan dulu kepada nasabah atau masyarakat bersedia, atau tidak di mutasi beserta ketentuannya dengan skema misalkan bagi masyarakat yang tidak bersedia atau tidaknya migrasi,” tandasnya.
Jika tidak, tegas Delky, masyarakat bisa pindah ke Bank lainnya sebelum proses migrasi. Bahkan, kenapa tidak proses migrasi dilakukan secara bertahap, misalkan nasabah diberi waktu satu bulan untuk memindahkan rekeningnya ke BSI atau menarik uangnya dipindahkan ke bank lain.
“Inikan kebijakannya sepihak, tiba-tiba masuk sms 2-3 hari kerja sebelum itu, lalu ATM yang belum migrasi langsung tidak bisa digunakan atau kadaluarsa,” jelasnya.
Belum lagi, kata Delky, masyarakat/nasabah kesulitan untuk migrasi. Walaupun penjelasan pihak BSI begitu mudah. Padahal, banyak yang mengalami kesulitan dan terpaksa ngantri panjang di kantor BSI.
“Lalu bagaimana dengan masyarakat yang tidak sempat atau jaraknya jauh dengan kantor BSI ?. Mirisnya lagi, error ketika proses migrasi juga masih kerap terjadi, sehingga mau tidak mau masyarakat harus ke kantor BSI terdekat untuk ngantri.
Makanya, wajar saja jika masyarakat menilai bahwa BSI itu bukan Bank Syari’ah Indonesia, tapi Bank Sulit Indonesia atau Bank Susah Indonesia. Karena kebijakan tanpa pertimbangan matangnya hanya mempersulit masyarakat.
“Kita juga yakin BSI juga tak bakal menerapkan sepenuhnya sistem syari’ah nantinya, atau bahkan hanya dinilai bisa jadi kedoknya saja syari’ah. Sementara pembagian hasil dari pinjaman dan sistem lainnya bisa jadi lebih kejam dari konvensional. Ini harus juga dilihat ke depannya,” tambahnya.
Menurut Delky, bukti persiapan migrasi ini tidak matang, salah satunya tidak tersosialisasinya diawal biaya administrasi Rp. 50 ribu dari rek nasabah yang sempat diduga hilang.
“Efeknya lagi-lagi menimbulkan kegaduhan di publik. Baru lahir kebijakan atau disosialisasikan bahwa uang itu untuk administrasi buku seperti itu, padahal bisa jadi kalau tidak heboh di masyarakat itu lain lagi kebijakannya,” bebernya.
Apalagi jika satu nasabah biaya administrasi migrasinya atau biaya bukunya mencapai Rp 50 ribu, berapa akumulasi keuntungan dari jutaan nasabah yang di dapat BSI di tengah kesulitan masyarakat. Apakah seperti itu sistem yang namanya syari’ah,” ucapnya.
Mantan Kabid Advokasi Forum Paguyuban Mahasiswa dan Pemuda Aceh ini juga meminta Menteri BUMN, untuk turun tangan mengawasi langsung kematangan setiap kebijakan BSI mengingat kebijakan sebelumnya sangat merugikan nasabah/masyarakat.
“Sebagai ketua MES, kami yakin menteri BUMN Erick Tohir paham betul bagaimana menghasilkan perbankan yang benar-benar syari’ah bukan hanya berkedok syariah, mulai dari pelayanan hingga pembagian hasil dan sebagainya,”
Tak hanya itu, kita juga meminta agar menteri Erick Thohir segera melakukan evaluasi terhadap komisaris dan manajemen BSI, agar pengambil kebijakan yang ada di perbankan tersebut diisi oleh pihak-pihak yang tepat dan tidak hanya bisa melahirkan kebijakan barbar yang merugikan nasabah/rakyat.
Sementara kepada awak media Regional CEO BSI Aceh, Nana Hendriana membantah, pihak BSI menjamin tidak akan melakukan pemotongan apapun dalam proses migrasi tersebut.
“Bahwa migrasi di BSI tidak ada potongan apapun, kami jamin. Pemotongan sebesar Rp 50.000 itu merupakan ketentuan seperti pada umumnya bank, yakni menjadi saldo yang mengendap,” terang Nana.
Diketahui, segala aktivitas transaksi mulai dari ATM, buku rekening hingga mobile banking untuk eks nasabah BRI Syariah (BRIS) dan BNI Syariah (BNIS) sudah dinonaktifkan sejak pukul 3 dini hari, Senin (07/06/2021).
Nasabah BRIS dan BNIS diminta untuk melakukan migrasi berupa cetak buku rekening dan ATM baru serta mengaktifkan mobile banking ke Bank Syariah Indonesia (BSI) terdekat.