Daerah  

Lurah Banyuanyar Patut Diduga Kongkalikong Dalam Penguasaan Tanah Milik Negara

Lokasi lahan tanah yang dibangun untuk tempat usaha, musholla dan tempat kendaraan di tanah milik negara (Jl. Banyuasri, Kelurahan Banyuanyar, Kecamatan/Kabupaten Sampang).

Sampang, (regamedianews.com) – Berbagai problem pada lingkungan kelurahan Banyuanyar, Kecamatan/Kabupaten Sampang, terus bergulir, berawal dari permasalah SPAMS tak berijin, Nepotisme dalam pembentukan struktural RW, hingga kini terkait adanya dugaan kongkalikong penguasaan tanah milik negara.

Hal tersebut tidak lain karena adanya statement yang tidak singkron hingga berdampak pada roda kepemerintahan Kelurahan Banyuanyar yang terkesan amburadul, serta adanya dugaan penyalahgunaan wewenang larangan menjadi kebijakan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun regamedianews.com, problem tersebut muncul terkait adanya penguasaan lahan/ tanah milik negara yang dimohon atau dikonversi serta hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang terletak di Jl. Banyuasri, Kelurahan Banyuanyar, Kecamatan/Kabupaten Sampang, dengan alibi untuk kepentingan umum.

Sebelumnya, salah satu dari warga setempat dengan inisial S yang tidak mau disebut namanya, mengaku bahwa tanah tersebut pemberian dari B kepada MR untuk di bangun musholla beserta rumah, pembangunan tersebut menarik sumbangan dari ikhwannya secara paksa (bukan sukarela), karena diharuskan menyumbang 1 juta rupiah setiap ikhwan.

Di tempat berbeda SR juga berkomentar bahwa Lurah menyuruh HN untuk mempercepat pembangunan musholla tersebut walau dokumen-dokumenya tidak ada, dengan alibi untuk kepentingan umum. Disisi lain, ada juga sebidang tanah yang akan dibangun tempat usaha mebel dan garasi mobil secara permanen, dimana ke tiga bangunan tersebut tidak mengantongi IMB.

Bahkan, saat ini lahan tanah tersebut secara resmi diakui oleh dua warga setempat dengan alasan atas dasar adanya surat izin kepemilikan/kuasa secara sah yang di setujui oleh Ahmad dan Wawan selaku Lurah Banyuanyar sebelumnya.

Namun, saat dikonfirmasi Lurah Banyuanyar sebelumnya (Ahmad dan Wawan) mengakui bahwa pihaknya tidak merasa menyetujui atau menguasakan, melainkan melarang atau tidak mengeluarkan izin dalam kepemilikan maupun membangun dilahan tanah tersebut.

Sementara, disisi lain Abd. Hadi Purnomo Lurah Banyuanyar (saat ini) mengaku bahwa ia memberikan izin atas dasar rekom yang diberikan oleh Lurah Banyuanyar sebelumnya.

“Untuk dokumen-dokumennya tidak ada, hanya saja saya dapat pesan dari lurah sebelumnya bahwa tanah tersebut sudah dikuasai. Sementara untuk pembangunannya sudah izin, karena untuk membuka usaha dan musholla. Selama untuk kepentingan umum itu boleh”, dalihnya.

Disinggung soal IMB (Izin Mendirikan Bangunan) terkait Tiga bangunan tersebut, Lurah Banyuanyar Hadi Purnomo mengaku selama untuk kepentingan umum menurutnya boleh mendirikan bangunan meski belum atau tidak memiliki IMB.

“Jika untuk kepentingan umum boleh saja, sambil lalu nanti diurus IMB_nya. Kan masih bisa dirembuk”, kata Hadi Purnomo saat diwawancara awak media, Senin (9/9/2019).

Dalam hal tersebut Lurah Banyuanyar dalam memimpin dari sisi tata kelola pemerintahan seakan-akan berdiri sendiri, tanpa memperhatikan otoritas dan kewenangan yang dimiliki oleh Instansi lain. Bahkan jelas struktur kelurahan dalam Perbup nomor 72 tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Kecamatan di Kabupaten Sampang.

Di dalam pasal 4 sudah jelas eksistensi kelurahan dibentuk untuk membantu atau melaksanakan sebagian tugas camat, sebagian diantaranya melaksanakan kegiatan pemerintahan dan memelihara ketentraman dan ketertiban umum. Namun, amat sangat disayangkan kalau kerja dan kinerjanya menimbulkan bahkan mengancam kondusivitas wilayah.

Sementara saat dikonfirmasi Camat Sampang Yudhi Adidarta mengatakan, pengakuan lurah waktu itu surat/sertifikat tanah yang dipermasalahkan tersebut ada. Namun, hingga saat ini lurah belum memberikan surat/sertifikat kepihaknya.

Yudhi juga mengungkapkan, dan selama ia menjabat sebagai camat pihaknya belum pernah menerima pengajuan surat permohonan terkait penguaasaan lahan tanah tersebut.

“Saya sudah nyuruh lurah agar mengurus perijinannya ke Dinas tekait maupun ke BPN, karena dalam hal itu bukan kewenangan kami lagi. Dan selama ini belum ada pengajuan surat ke kami terkait permohonan penguasaan tanah itu”, ujar Yudhi, Jum’at (6/9/2019).

Terpisah, Kabid Penyelenggaraan Pelayanan Perijinan dan Non Perijinan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Sampang Suadi Asyikin menegaskan, secara aturan tidak boleh membangun sebelum memiliki IMB.

“Jadi harus memiliki IMB dulu. Namun jika tanah tersebut berstatus milik negara apabila ada seseorang yang mengurus IMB tentunya kami tolak. Harus ada berkas lainnya terlebih dahulu seperti sertifikat dan MoU”, terangnya.

Suadi juga menegaskan, apabila nantinya dalam pembangunan tersebut bermasalah tentunya bakal menjadi wewenang penegak perda. Pihaknya juga mengaku tidak bisa mengeluarkan IMB dengan mudah, terkecuali sudah jelas surat kepemilikan lahan/tanah atau dokumen lainnya.

Terpisah, Kabid Pengelolaan Aset Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Sampang Bambang Indra Basuki mengatakan, apabila tidak memiliki bukti kepemilikan yang legal maka pembangunan permanen dilahan tersebut salah.

“Selesaikan dulu legalitas kepemilikan itu. Jika membangun untuk kepentingan umum, Pemerintah Daerah akan mengabulkan namun dari dinas terkait juga akan turun. Tapi, akan tetap melakukan pengkajian jika mengarah ke pribadi”, terangnya.

Bambang juga mengatakan, apabila dalam penguasaan tanah bebas tersebut tidak melakukan izin maka akan menjadi masalah. Jadi, tanah negara bebas ini tidak di akui milik pemerintah daerah, tidak diakui milik pemerintah desa maupun masyarakat.

“Pihak BPN tidak akan memproses permohonan kalau tidak ada rekomendasi dari Bupati kedepannya dan lurah tidak akan melegalisasi”, pungkasnya. (tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *