Opini  

Dilematik Pertambangan Tanpa Izin di Gorontalo

Caption: Mohamad Yusrianto Panu.

Oleh : Mohamad Yusrianto Panu/Jurnalis dan Penggiat Literasi.

Provinsi Gorontalo merupakan wilayah di Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Diantara kekayaan alam yang dimilikinya, Provinsi Gorontalo mempunyai potensi mineral yang bernilai ekonomi.

Maka tak heran, di Provinsi Gorontalo terdapat pertambangan mineral baik yang berizin mau pun tidak berizin. Kali ini, kita akan mengulas terkait pertambangan tanpa izin, atau yang biasa disebut PETI (Pertambangan Tanpa Izin), dan sedikit menyentil dan membandingkannya dengan pertambangan berizin.

Berbeda dengan pertambangan berizin yang identik dengan korporasi, pertambangan tanpa izin sangat dekat dengan masyarakat kalangan tingkat bawah, dimana pertambangan tanpa izin pada umumnya menjadi tempat aktivitas sumber pendapatan sehari-hari “wong cilik”.

Terlepas dari statusnya yang ilegal, sebagai tempat mengadu nasib masyarakat kelas bawah untuk menopang kebutuhan hidup sehari-hari, jika pertambangan tanpa izin ini aktivitasnya berhenti, maka akan menambah daftar angka pengangguran dan kemiskinan di Provinsi Gorontalo.

Pertambangan Tanpa Izin Kerap Menjadi “Kambing Hitam”.

Maraknya kini pertambangan tanpa izin di Provinsi Gorontalo, tidak hanya berpengaruh pada aspek ekonomi dan sosial masyarakat, disisi lain, perlu diwaspadai pula dampak negatifnya terhadap lingkungan.

Laju ekskalasi kerusakan lingkungan di Provinsi Gorontalo saat ini, pertambangan tanpa izin dapat menjadi salah satu aktivitas yang berkontribusi, menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan, apabila tidak terkendalikan.

Oleh karena itu, pertambangan tanpa izin sering kali “dikambing hitamkan” merusak dan mencemari lingkungan, meski argumentasi merusak dan pencemaran lingkungannya hanya sebatas spekulasi tanpa bukti yang terang dan nyata.

Padahal, ketika berbicara kerusakan dan pencemaran lingkungan, kerusakan lingkungan dapat dilihat secara kasat mata dengan berubahnya fungsi dan perubahan bentuk alamiah lingkungan yang rusak.

Sementara dalam hal pencemaran lingkungan, hal ini juga dapat dilihat secara kasat mata, dan harus dibuktikan dengan cara pengujian ke laboratorium terakreditas, baku mutu air dan tanah yang diduga tercemar.

Sayangnya, tak sedikit argumentasi dan prespektif yang bejubel muncul ke permukaan publik terkait dampak negatif pertambangan tanpa izin, hanya berpijak pada opini dan terkesan hanya dari satu sudut pandang saja. Seolah, ketika berbicara pertambangan tanpa izin, seolah dunia ini akan kiamat.

Hal ini justru berbanding terbalik, dengan aktivitas membuka wilayah perkebunan jagung di wilayah pegunungan saat ini. Bahkan, sering kali terjadi pembukaan lahan jagung di wilayah bukit dan pegunungan dengan cara dibakar.

Hari ini, adakah argumentasi yang mengkritisi hal itu?. Justru yang bermunculan, pekikan suara lantang yang meminta harga jagung dinaikan, dengan dalih kesejahteraan petani, serta peran pemerintah memberikan bantuan pupuk dan bibit jagung, yang berpotensi menjadi stimulus bertambahnya perkebunan jagung di wilayah pegunungan.

Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah pembukaan lahan jagung di wilayah pegunungan, tidak beresiko terjadinya kerusakan lingkungan yang berdampak bencana alam banjir dan longsor?

Selain dari itu, kegiatan secara masif korporasi dan perseorang berizin, yang berdampak pada lingkungan, juga terkadang luput dari kritikan dan asumsi negatif, hanya karena kegiatannya berizin dan menghasilkan pendapatan untuk negara dan daerah.

Eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam oleh korporasi dan perseorangan yang dapat berakibat juga terhadap lingkungan, tertutup tirai legalitas sehingga dampak negatifnya seolah terasa ada namun terkatakan tidak. Argumentasi mengamankannya pun mudah, hanya dengan berdalih telah mengikuti persyaratan yang ditentukan dan regulasi yang memperbolehkan.

Pertambangan Berizin dan Tidak Berizin

Jika hanya berdasarkan dari opini subjektif dan asumsi sepihak, pertambangan berizin dan tidak berizin, hanya persoalan legalitas saja. Namun dalam aktivitasnya, pertambangan berizin belum tentu tidak beresiko terhadap lingkungan, dan yang tidak berizin beresiko terhadap lingkungan.

Sehingga jika melihat secara objektif, pertambangan ilegal dan legal sama-sama memiliki resiko terhadap lingkungan, potensi berubahnya bentuk alamiah lingkungan sehingga menjadi rusak, serta pencemaran terhadap lingkungan tetap ada meski pada pertambangan berizin, sebab pengelolaannya sudah pasti secara masiv dengan ekskalasi lebih besar dari yang tak berizin.

Idealnya, izin pertambangan kegunaanya agar pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam dapat dikendalikan menjadi terbatas dan terukur, sehingga tidak merusak lingkungan. Pengolahan limbah dari hasil pertambangan berizin, menjadi faktor utama yang harus diperhatikan agar tidak mencemari lingkungan.

Namun pada praktenya, adakah yang bisa menjamin aktivitas pertambangan berizin tidak merubah bentuk alami lingkungan sehingga tidak merusak lingkungan? Apakah ada yang bisa menjamin dan memastikan pengolahan limbah pada pertambangan berizin dilakukan dengan benar secara periodik, sehingga tidak berpotensi mencemari lingkungan?

Penegakan Hukum Terhadap Aktivitas Pertambangan Tak Berizin

Penegakan hukum terhadap aktivitas pertambangan tak berizin kadang kala menemui kendala yang dilematis. Sebab di sisi lain hukum di Indonesia tegas melarang aktivitas pertambangan tak berizin yang secara masif dan tak terkendalikan, sementara pada sisi lainnya dalam praktek pertambangan tak berizin ada asa menyambung hidup masyarakat kecil di dalamnya.

Tentunya, hal ini bagaikan dua sisi mata uang yang berbeda. Tarik ulur antara dampak lingkungan dan hajat hidup orang banyak, terkadang membuat penegakan hukum terhadap aktivitas pertambangan tak berizin berjalan maju kena mundur kena. Sungguh, hal ini menjadi kondisi yang tak enak dan kerap menjadi polemik.

Sehingga, solusi yang perlu diambil adalah dengan mengeluarkan kebijakan, untuk membantu pertambangan ilegal menjadi legal, sehingga aktivitasnya dapat dikendalikan dan tidak berdampak signifikan pada lingkungan. Terkecuali, aktivitas pertambangan tak berizin yang berada di kawasan hutan lindung dan hutan manggrove.

Hal ini juga, dapat menjadi upaya yang lebih humanis untuk masyarakat kecil yang berprofesi sebagai penambang, yang terkadang saat mencari nafkah untuk sesuap nasi terkadang harus mengalami kondisi menggugah konflik batin, saat penindakan penegakan hukum dilakukan.