Ombudsman Temukan Potensi Maladministrasi Tata Kelola Izin Hutan

Caption: Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto.

Jakarta || Rega Media News

Ombudsman Republik Indonesia menyampaikan hasil kajian sistemik terkait Tata Kelola dan Pengawasan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH), atau Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (P2KH) dan pengawasan yang integratif, kepada lima instansi pemerintah, di Ruang Abdurahman Wahid, Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (06/01/22).

Lima instansi pemerintah yang menerima hasil kasjian sistematik Ombdudsman RI itu, diantaranya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Investasi/BKPM, Badan Informasi Geopasial, Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Dalam hasil kajian tersebut, Ombudsman RI menemukan dua aspek temuan, sehingga menyampaikan sejumlah saran perbaikan kepada lima institusi pemerintah itu.

“Maksud dan tujuan dari kajian ini adalah, untuk memperoleh penjelasan mengenai alur proses IPPKH/P2KH dari penerbitan sampai pada pengawasan, terhadap IPPKH/P2KH dari pemberi izin, serta tanggung jawab atas kewajiban dari pemegang P2KH,” ujar Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto.

Ia menerangkan, pihaknya mencatat, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, jumlah IPPKH yang diterbitkan meningkat setiap tahunnya. Terutama, untuk kegiatan pertambahan dan non pertambangan.

“Dimana pada 2018 IPPKH yang terbit, sebanyak 49.235.50, 2019, sebanyak 66.311.87, 2020, sebanyak 81.224.47 dan 2021 sebanyak 104.401.71,” terangnya.

Hery menjelaskan, berdasarkan hasil kajian, temuan Ombudsman RI terkait IPPKH terdiri dari aspek tata kelola dan pengawasan. Pada aspek tata kelola, Ombudsman RI menemukan setidaknya lima potensi maladministrasi.

“Yakni, Penundaan berlarut dalam
IPPKH, tidak seragamnya persyaratan permohonan rekomendasi Gubernur daerah mengenai IPPKH, kurangnya aksesbilitas informasi proses permohonan IPPKH dan
belum optimalnya penggunaan sistem Online Single Submission (OSS) IPPKH/P2KH, belum adanya penyebarluasan informasi Geopasial Tematik (IGT) Kehutanan terkait peta IPPKH dalam Kebijakan Satu Peta (KSO) dan informasi realtime kuota IPPKH, serta sosialisasi yang belum menyeluruh terkait perubahan kebijakan dan prosedur teknis pada kebijakan yang baru,” Jelas Hery.

Sedangkan kata Hery, dalam aspek pengawasan, Ombudsman RI menemukan adanya alokasi anggaran yang tidak memadai dan potensi hasil pengawasan yang tidak indepeden, adanya keterbatasan sumber daya manusia (SDM) petugas pengawas hingga memperlambat prosedur telaah kawasan, dan kendala pelaksanaan kewajiban terutama rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS).

“Hal ini terjadi karena beberapa kendala yaitu penyediaan lahan rehabilitasi, jangka waktu penilaian yang diniliai terlalu singkat, serta kurang optimalnya tugas dan kewenangan BPDASHL (Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung) dalam pengawasan,” kata Hery.

Oleh karena itu, Ombudsman RI memberikan saran perbaikan atau tindakan korektif, kepada lima kementerian agar dapat ditindaklanjuti selama 30 hari kerja.

Pertama, kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Kementerian Investasi/BKPM, Ombudsman RI memberikan saran atau tindakan korektif, agar secara intensif berkoodinasi untuk;

– Menetapkan persyaratan yang spesifik, mudah dipahami dan mudah
dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku P2KH yang dituangkan dalam
Standar Operasional Prosedur (SOP) pada setingkat Provinsi melalui DMPTSP.

– Melakukan harmonisasi SOP terutama mengenai jangka waktu pelayanan terkait pertimbangan teknis dan telaah fungsi kawasan dalam rangka intergrasi dan
transformasi menisme perizinan ke sistem OSS.

– Melakukan percepatan proses tranformasi dan intergrasi IPPKH/P2KH ke dalam ISS yang dapat diakses secara transparan dan mudah oleh pemohon.

– Mempercepat tahapan sosialisasi terkait teknis pelayanan P2KH berdasarkan
ketentuan dan kebijakan yang baru ditunjuk bagi pelaksana di lapangan.

Kedua, kepada Kementerian LHK dan Badan Informasi Geopasial, dapat berkoordinasi secara intensif dalam melakukan percepatan penyediaan dan penyebarluasan Informasi Geospasial Tematik (IGT) Peta IPPKH.

Ketiga, untuk Kementerian LHK dan Kementerian Keuangan, dapat berkoodinasi secara intensif untuk menyediakan kembali, alokasi dana dekonsentrasi yang memadai bagi Dinas Kehutanan.

Keempat, untuk kementerian LHK dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ombudsman RI memberikan saran atau tindakan korektif sebagai berikut;

– Melakukan evaluasi dan monitoring efektifitas pelaksanaan MoU/Nota
Kesepakatan, tentang Peningkatan Koordinasi Pelaksanaan Tugas Bidang
Lingkungan dan Kehutanan dan Bidang Eenergi Dan Sumber Daya Mineral.

– Menindaklanjuti MoU dengan membuat rencana kerja per bidang, guna
memperkuat koordinasi dan kolaborasi mengenai sharing data kewilayahan.

Terakhir yang kelima, khusus kepada Kementerian LHK, Ombudsan RI memberi saran atau tindakan korektif diantaranya;

– Memperjelas makna kalimat sumber dana lain yang tidak mengikat pada Pasal 415 ayat (2) dan 418 ayat (4), Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor 7 Tahun 2021.

– Menyusun rencana strategi dengan melakukan koordinasi dan rekonsiliasi serta permutakhiran data IPPKH/P2KH beserta kewajiban yang melekat di dalamnya.

– Meningkatkan kepatuhan pemegang IPPKH/P2KH untuk melaksanakan
penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS dengan optimasi tugas kewengan
dan dimiliki BPDASHL.

Penyerahan hasil kajian sistemik itu, dihadiri oleh Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Yuliot, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK, Ruandha Agung Sugardiman, dan Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak Sumber Daya Alam dan Kekayaan Negara Dipisahkan Kementerian Keuangan, Kurnia Chairi.