Gorut,- Sudah sepekan peristiwa tragis tewasnya 3 pekerja Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Desa Ibarat, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut) telah berlalu.
Kejadian nahas yang terjadi pada Sabtu, 19 Juli 2025 itu, tak hanya meninggalkan duka mendalam menyesakan dada bagi pihak keluarga korban, akan tetapi turut menuai perhatian publik di Bumi Gerbang Emas (Gorut).
Pasca insiden tersebut, desakan terhadap aparat penegak hukum (APH) untuk mengusut tuntas tragedi memilukan tersebut, terus dikumandangkan oleh sejumlah pihak lewat media massa sebagai bentuk perhatian publik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Gorut juga diminta ikut turun tangan, menangani kasus yang disinyalir melibatkan salah satu oknum kepala desa, karena diduga menjadi penampung emas hasil dari PETI yang merenggut 3 nyawa warga Desa Ilangata itu.
Sementara pemilik lahan, yang diduga adalah PT GBL, juga tak luput menuai sorotan publik, sebab lahannya yang seharusnya disiapkan untuk proses pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Kecamatan Anggrek, justru malah menjadi lokasi PETI.
Dari hasil investigasi tim media ini di lapangan, Polres Gorut dan Polda Gorontalo kabarnya tengah menangani kasus tersebut. Nampak di sekitar tempat kejadian perkara (TKP) telah terpasang Police Line, sebagai bukti bahwa pihak berwajib telah mendatangi lokasi yang telah menelan korban jiwa ini.
Sayangnya, hingga sepekan kejadian ini berlalu, belum ada pernyataan resmi pihak kepolisian terhadap penanganan peristiwa tersebut. Pemerintah Kabupaten Gorut pun, hingga saat ini juga belum mengeluarkan pernyataan resmi, terkait tindak lanjut mereka dalam persoalan tersebut.
Hal ini, tentu mengundang keperihatinan publik mengenai kepedulian pemerintah setempat terhadap warganya, dan aktivitas ilegal yang dijalankan oleh mereka. Seolah, kepedulian pemerintah terhadap polemik ini tak menjadi penting untuk dihadirkan.
Disamping itu, peran APH dalam menyikapi dan melakukan proses hukum terhadap kejadian tersebut, merangsang pikiran dan menggelitik benak publik untuk mempertanyakan: Bagaimana kepastian hukum atas tragedi kemanusiaan yang terjadi di lokasi PETI Ibarat baru-baru ini?.
Selain itu, siapakah yang bertanggungjawab atas terenggutnya tiga pejuang nafkah akibat aktifitas ilegal tersebut?, dan bagaimana sikap selanjutnya APH dan pemerintah terhadap PETI di Desa Ibarat, adalah pertanyaan-pertanyaan yang hingga kini belum terjawab dengan pasti.
Awak media ini telah berupaya untuk mendapatkan informasi terkait penanganan kasus itu melalui Bidang Humas Polda Gorontalo, sebab kabarnya, penanganan kasus ini telah diambil alih oleh Ditkrimsus Polda Gorontalo.
Namun, entah apa alasannya, hingga saat ini pihak Bidang Humas Polda Gorontalo juga saat dikonfirmasi kembali, belum mendapatkan informasi terkait penanganan kasus itu dari pihak Ditkrimsus Polda Gorontalo.
Bungkamnya pihak Ditkrimsus Polda Gorontalo saat ini, membuat publik kini seolah tak memiliki hak untuk mendapatkan keterbukaan informasi terkait penanganan kasus itu, dan informasi bagaimana sikap APH selanjutnya kedepan terhadap PETI di Bumi Gerbang Emas.
Apakah ada upaya untuk menghindari sorotan publik terhadap kasus tersebut?, mungkinkah ada keterlibatan oknum-oknum dalam aktivitas PETI di Gorut?, ataukah, ada upaya ingin menutupi dugaan bahwa tragedi di PETI Ibarat adalah dampak dari pembiaran terhadap aktivitas ilegal itu?.
Pertanyaan demi pertanyaan ini, jangan sampai akan muncul di benak publik, sebagai buntut dari minimnya keterbukaan informasi terkait penanganan kasus tersebut. Karena suka atau tidak suka, mau atau enggan, publik kini sedang menunggu kepastian hukum atas kasus itu.
Hal yang lebih penting dari ini semua, APH dalam menuntaskan kasus tersebut tengah diuji komitmen dan ketegasan mereka terhadap supremasi hukum, yang pada akhirnya perlu untuk disadari, ada kepercayaan yang harus dijaga.
Penulis : Mohamad Yusrianto Panu
Editor : Redaksi