Bangkalan, (regamedianews.com) – Pengadilan Agama Kabupaten Bangkalan mengungkapkan Jumlah janda pertengahan tahun 2019 meningkat. Terhitung dari bulan Januari sampai dengan Juli sudah mencapai 1178 orang cerai.
Dari data yang dimiliki Pengadilan Agama (PA) setempat. Pertengahan tahun ini, kasus perceraian yang ditangani PA Bangkalan yang sudah di putuskan mencapai 1178 kasus. Sedangkan perkara yang belum diputuskan mencapai 1260 kasus.
Kasi Hukum Pengadilan Agama Bangkalan Zainuri Jali memgatakan, kasus penceraian tersebut lebih di dominasi dari kalangan millenial yang masih berumur 20 s/d 25 tahun. Dan juga terdapat 5 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Jenis perkara dari penceraian tersebut meliputi cerai talak mencapai 360 dan cerai gugat sebanyak 559, istbat nikah 137 perkara, Bahkan perceraian dari kalangan PNS juga ada sekitar 5 orang serta masih banyak perkara lainnya,” ujarnya, Rabu, (7/8/2019).
Terjadinya penceraian itu, menurutnya, lebih banyak disebabkan faktor ekonomi dan kurang kedewasaan dalam mengelola rumah tangga hingga berujung perpisahan.
“Pada pertengahan tahun 2019 ini sudah seribu lebih, di bulan Juli saja hampir 100 lebih warga Bangkalan mendaftar perkara penceraian ini. Dengan rata rata aduan masyarakat yang hendak pisah ranjang disebabkan faktor ekonomi,” ungkapnya.
Ia menganalisa timbul penceraianbitu berawal dari laki laki yang lebih banyak kurang siap secara mental, baik itu melalui budaya, kultural dan karna akibat perjodohan. sehingga pada akhirnya berujung pada pertikaian karna kurangnya kedewasaan.
“Tanpa melihat laki laki yang mau menikah ini memiliki pekerjaan atau tidak. Sehingga mentalnya kadang kurang mampu menghadapi realita keluargaan,” tandasnya.
Selain itu, juga faktor media sosial yang disebabkan karna main chattingan dengan perempuan lain hingga berujung penceraian.
“Kemarin itu juga ada kasus sepertu itu, namun suaminya sudah mengakui salah akan tetapi istrinya ini meminta cerai,” katanya.
Ada juga faktor tempat tinggal, biasanya sebelum menjalin akad pernikahan biasanya itukan ada perjanjian bersama mertuanya. Padahal apabila sudah resmi menjadi suami istri kan terserah keduany mau tinggal dimana saja.
“Dalam artian ikut campurnya orang tua bisa mengakibatkan perpisahan atau penceraian. Seharusnyakan orang tua ini mempercayai kepada keduanya untuk membangun keluarga yang harmoni,” jelasnya.
Dari data Pengadilan Agama yang tercatat jumlah penceraian lebih banyak di dominasi para millenial yang berumur 20 s/d 25 tahun. Secara mental mereka kurang siap.
Pihaknya berharap, semaksimal mungkin akan merukun keluarga yang bermasalah dengan berbagai cara, seperti mediasi antar pihak, agar menemukan suatu jalan keluar.
“Kalau suatu permasalahan keluarga sudah di bawa kepengadilan, berarti masalahnya sudah parah, karna dari setiap lurah atau Desa sampai kecamatan pasti sudah ditangani oleh pihak yang berwajib. Namun apabila tidak menemukan jalan keluar maka dibawa kepengadilan,” tandasnya. (sfn/tfk)