Daerah  

Aceh Termiskin di Sumatera, Pemerintah Diminta Segera Realisasikan LPKP Aceh dan LKS Mikro

Ketua Yayasan Aceh Kreatif (Delky Nofrizal Qutni).

Banda Aceh || Rega Media News

Status Aceh sebagai daerah termiskin di Sumatera berdasarkan data BPS tentunya tak melulu dijadikan ratapan kepedihan ataupun cibiran belaka, apalagi jika pemerintah menghabiskan energi untuk mencari dalih kambing hitam.

“Tentunya saat ini bukanlah waktu yang tepat bagi Pemerintah Aceh untuk mencari dalih penenang hati, seperti mengambing hitam Covid-19 karena semua provinsi mengalami Covid-19,” ungkap Ketua Yayasan Aceh Kreatif, Delky Nofrizal Qutni kepada media, Senin (22/02/21).

Apalagi mencari kambing hitam hingga menyalahkan data resmi BPS, sementara Pemerintah Aceh pun belum tentu memiliki data pembanding.

“Dalam kondisi seperti ini, semestinya Pemerintah Aceh segera melakukan evaluasi dan melakukan langkah-langkah konkret untuk mendongkrak perekonomian masyarakat,” ujarnya.

Delky menyebutkan, sejauh ini Pemerintah Aceh masih linglung bahkan Kepala Bappeda Aceh merencanakan menyasar perokok itu justru terkesan konyol.

“Masyarakat Aceh pasti bertanya begini, jika Gubernur nya masih merokok, masih main batu dan seterusnya, kepala Bappeda berani menyasarnya. Tentu tidak kan? So, lakukan langkah kongkret yang masuk akal dan sangat mungkin direalisasikan saja sehingga tidak menjadi lulucon bagi masyarakat,” cetus Delky.

Menurutnya, langkah pertama yang mesti dievaluasi adalah tata kelola keuangan dan kebijakan sehingga menyentuhya kalangan menengah ke bawah.

“Persoalan mendasar adalah selama ini adanya indikasi monopoli kebijakan, hingga anggaran oleh segelintir kelompok kalangan menengah ke atas sehingga tak menyentuh sendi-sendi perekonomian masyarakat kecil,” tandas Delky.

Bahkan, mirisnya lagi hingga kebijakan pembiayaan di Bank Aceh pun belum mampu menghadirkan sasaran sektor produktif dan lebih cenderung konsumtif.

“Hal ini seakan hanya berupaya mengakomodir para pengusaha kelas menengah ke atas untuk mengakses pembiayaan, sementara untuk kalangan menengah ke bawah relatif lebih sulit,” paparnya.

Padahal, kata Delky, selain persoalan penguatan SDM, aspek permodalan dan keterdiaan pasar bagi produk yang dihasilkan masyarakat merupakan hal yang harus dipikirkan oleh pemerintah Aceh.

“Pemerintah Aceh sudah semestinya fokus secara kebijakan dan penganggaran untuk penguatan ekonomi masyarakat menengah ke bawah melalui sektor UMKM, Pertanian, Perikanan, Peternakan, Perkebunan, industri rumah tangga (home industri, dan IKM),” terangnya.

Disini Pemerintah Aceh harus berupaya melakukan konsep yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Bukan hanya sebatas memberi bibit misalkan, tapi juga bagaimana secara maksimal memfasilatasi akses pasar dan menjamin stabilitas harga.

“Jangan sampai hasil pertanian misalkan harganya tak stabil, pasarnya susah dst. Pemerintah harus jamin persoalan pasar dan stabilnya itu, jika tidak maka akan membuat masyarakat petani misalkan malas bertani, dan seterusnya,” terangnya.

Selanjutnya, kata Delky, pemerintah juga harus melakukan penguatan SDM, pembekalan mental dan motivasi, manajemen hingga teknologi.

“Hal yang tidak kalah penting yakni bagaimana memberikan masyarakat menengah ke bawah agar mudah mendapatkan akses permodalan, disini masyarakat kecil kerap mengalami permasalahan hingga kebuntuan,” ucapnya.

Untuk itu, kita menyarankan kepada pemerintah Aceh segera membentuk lembaga keuangan syariah (LKS) Mikro yang khusus untuk memberikan akses modal ke para pelaku UMKM, pelaku home industri dan IKM, petani, nelayan, peternak dan pengusaha kecil lainnya.

“Jika permodalan sulit, maka masyarakat kecil tidak akan memulai usahanya, atau susah mengembangkan usahanya ataupun menggantungkan dirinya dan usahanya pada renternir. Alhasil, ekonomi masyarakat tersebut juga sulit bangkit,” katanya.

Dalam persoalan LKS Mikro ini, kata Delky, Pemerintah Aceh bisa saja mengadopsi konsep LKMS Mahirah Muamalah Syariah yang ada di Banda Aceh yang selama ini mengalami perkembangan yang begitu pesat.

“Pemerintah Aceh tak perlu sungkan-sungkan mengadopsi konsep LKS tersebut, dan kami sangat yakin Bapak Aminullah sebagai ketua masyarakat ekonomi syari’ah (MES) Aceh siap mendukung pemerintah Aceh untuk mendirikan LKS Mikro tersebut,” ucapnya.

Tinggal lagi seberapa seberapa kuat keinginan pemerintah Aceh, untuk membantu membangkitkan ekonomi masyarakat dengan membantu permodalan usaha kecil dan mikro melalui LKS dan membebaskan dari jeratan rentenir.

Selain itu, lanjut Delky, khusus untuk kalangan pemuda misalkan, Pemerintah Aceh memiliki peluang membentuk dan mengoptimalkan Lembaga Permodalan Kewirausahaan Pemuda (LPKP) Aceh. Hal ini selain sudah diatur dalam PP juga sudah sangat diatur di dalam Qanun nomor 4 tahun 2018 tentang pembangunan kepemudaan.

“Melalui LPKP ini nantinya pemerintah bisa memfasilitasi lebih banyak pertumbuhan wirausaha muda pemula, sentra kewirausahaan pemuda hingga inkubator bisnis pemuda,” ujarnya.

Jika ini dapat dikelola dengan maksimal maka para pemuda intelektual akan terfasilitasi secara permodalan dan berkesempatan besar untuk bangkit.

“Kami sangat yakin tidak sedikit lulusan perguruan tinggi saat ini masih berharap untuk jadi tenaga kontrak atau honor pemerintah semata, ataupun menambah quota pengangguran semata,” ucapnya.

Ini tentunya berdampak terhadap persoalan ekonomi, intelektual muda yang semestinya dapat berkontribusi menghadirkan lapangan pekerjaan dan berkontribusi untuk meningkatkan perekonomian, karena keterbatasan modal malah menjadi penyumbang angka pengangguran misalkan.

“Bahkan kalau secara kreasi anak muda Aceh tak kurang hebat, beberapa waktu lalu ditemukan ada yang bisa rakit senjata misalkan. Pemuda-pemuda kreatif ini seharusnya dibina bukan dipenjara,” imbuhnya.

Saat ini, tambah Delky, pemerintah Aceh punya peluang dan potensi yang sangat besar untuk meningkatkan perekonomian masyarakat baik dari segi ketersediaan SDA, hingga aspek ketersediaan anggaran.

“Tinggal lagi Pemerintah Aceh mau atau tidaknya untuk meningkatkan ekonomi masyarakatnya, atau pemerintah Aceh lebih memilih memelihara kemiskinan yang ada hingga terus meningkat. Kita lihat saja nanti,” pungkasnya. (Asmar Endi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *