Aceh Selatan || Rega Media News
Koordinator LSM Lembaga Independen Bersih Aceh Selatan (LIBAS) Mayfendri menduga Dinas Perhubungan (Dishub) Aceh Selatan, ada bisnis sewa bus Damri dan rambu-rambu jalan oleh oknum pejabat di dinas setempat.
“Soalnya masyarakat yang ingin menyewa bus Damri, terpaksa harus mengeluarkan biaya mahal,” ungkap Mayfendri kepada wartawan, Selasa (15/06/21).
Biaya mahal itu, lanjut Mayfrendri, sesuai rute atau tujuan bus Damri yang diinginkan penyewa seperti Tapaktuan-Blangpidie dipatok berkisar jutaan rupiah.
“Harga sewa bus Damri jutaan rupiah ini untuk sekali pakai. Hal ini tentu saja memberatkan masyarakat di tengah ekonomi terpuruk akibat dampak pandemi Covid-19,” ujarnya.
Menurutnya, jika sewa bus Damri yang dibandrol seharga jutaan rupiah tersebut masuk dalam Qanun atau Perbub (Peraturan Bupati) setidaknya Dishub Aceh Selatan mengumumkan tarif resmi.
“Sehingga masyarakat mengetahui harga resmi sewa bus Damri Dishub Aceh Selatan. Kalau perlu harga resmi sewa bus Damri tersebut diumumkan ke media,” ucapnya.
Ia menyebut, sebenarnya persoalan sewa bus Damri ini telah lama terjadi, tetapi karena masyarakat butuh untuk keperluan antaran pengantin, maka tingginya tarif sewa tidak dipersoalkan.
“Tetapi alangkah sayangnya, tarif bus Damri sekali pakai dibandrol jutaan rupiah itu sangat memberatkan masyarakat. Konon lagi, salah satu visi dan misi Pemerintah Azam pro dengan rakyat,” cetusnya.
Bukan itu saja, setiap ada hajatan masyarakat khususnya menggunakan sebagian badan jalan, pihak Dishub Aceh Selatan mematok tarif untuk rambu-rambu dan petugas dinas dimaksud.
“Berdasarkan informasi yang kita terima dari masyarakat yang telah mengadakan hajatan memang benar ada patokan tarif rambu-rambu. Walau akhirnya tarif tersebut dibayar juga, tapi mereka tidak ikhlas,” sebutnya.
Mayfendri mengutarakan, tarif sewa bus Damri maupun tarif rambu-rambu itu diduga tidak masuk untuk PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Aceh Selatan.
“Sangat kita sayangkan jika selama ini setiap uang masuk dari sewa bus Damri maupun rambu-rambu tidak masuk PAD. Hal ini jelas telah merugikan daerah,” tegasnya.
Oleh sebab itu, ia menyarankan kepada pihak Dishub Aceh Selatan agar membuat qanun tentang tarif sewa bus Damri dan tarif rambu – rambu secara rermi sehingga ada pemasukan untuk PAD.
“Pernah masyarakat keberatan dengan patokan tarif rambu – rambu tersebut dan meminta kwitansi resmi, tetapi pihak Dishub Aceh Selatan menolaknya karena tidak ada qanun tentang itu,” bebernya.
Sementara itu, Kepala Dishub Aceh Selatan, Filda Yuslibar, ketika dikonfirmasi wartawan secara terpisah menjelaskan, terkait bus Damri ada qanun tentang pemakaiannya.
“Kalau sewa rambu-rambu itu tidak ada ketentuannya. Cuma setiap ada hajatan karena permintaan masyarakat, kita ingin membantu masyarakat, kita minta kepada masyarakat supaya membantu kalau lokasinya jauh, ya BBM sama uang rokoknya,” jelasnya.
Ia juga mengatakan, terkait sewa rambu-rambu tidak ada ketentuannya. Jika ada yang mengambil sewa rambu-rambu itu tidak ada ketentuannya.
“Tidak ada dasar hukum untuk pengutipan sewa rambu-rambu,” tutupnya.