Opini  

Kedudukan Staf Khusus Kepala Daerah Dalam Perspektif Hukum

Staf Khusus Bupati Gorontalo Bidan Hukum dan HAM (Rio Potale, SH., MH.).

Oleh Rio Potale, SH., MH.
(Staf Khusus Bupati Gorontalo Bidan Hukum dan HAM)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 adalah salah satu landasan yuridis bagi pemerintah daerah sebagai lembaga yang diberikan hak, wewenang, dan kewajiban di daerah, untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Untuk mengimbangi pemberian kewenangan kepada pemerintah daerah melalui otonomi daerah, maka dikeluarkan pula Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014, tentang Administrasi Pemerintahan. Kepala Daerah dalam menjalankan roda pemerintahannya, dibantu oleh perangkat daerah yang membidangi urusan pemerintahan.

Yang dimaksud dengan Perangkat daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 adalah, Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Dinas dan Badan. Disamping itu, karena begitu besarnya kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, maka sebagian besar Kepala Daerah membentuk dan mengangkat staf khusus, untuk membantu menjalankan roda pemerintahan di daerah, yang diangkat berdasarkan peraturan Kepala Daerah.

Pembentukan dan pengangkatan staf khusus tidak hanya terjadi pada pemerintah daerah saja, ini juga terjadi kepada pemerintah pusat seperti Presiden dan Wakil Presiden saat ini, yang mengangkat staf khusus sebanyak 21 orang. Pengangkatan Staf Khusus Presiden, diangkat berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2020 tentang perubahan ketiga, atas Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2012 tentang Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden dan Staf Khusus Wakil Presiden. Pengangkatan dan tugas pokok staf khusus Presiden, ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya, Presiden menunjuk salah satu staf khusus untuk menjadi koordinator. Staf khusus (Stafsus) wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi yang baik dengan instansi pemerintah. Staf khusus Presiden memiliki masa bakti periodenisasi jabatan presiden, Staf khusus presiden juga diberikan hak keuangan dan fasilitas lainnya setingkat dengan jabatan struktural eselon I.a.

Begitu pula tentang Pengangkatan staf khusus menteri, yang di angkat melalui Peraturan Presiden (Perpres) nomor 67 tahun 2019, tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Kabinet Indonesia Maju (KIM). Dalam pasal 12, pengangkatan staf khusus menteri harus mendapat persetujuan Presiden, setelah mendapatkan persetujuan, menteri mengeluarkan surat keputusan pengangkatan staf khusus tersebut.

Dari uraian tersebut, pengangkatan staf khusus presiden dan menteri tidak disebutkan juga secara implicit dalam ketentuan perundang undangan, terkait norma yang mengatur tentang pengangkatan Staf Khusus Presiden, Wakil Presiden, Menteri dan kepala daerah. Walaupun tidak disebutkan secara implicit dalam ketentuan peraturan perundangan, hal itu diperbolehkan sepanjang demi kepentingan umum dan mensejahterakan masyarakat, serta tidak bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi. Sesuai dengan asas freis ermessen, atau kebebasan bertindak bagi seorang pejabat negara untuk menjalankan tugasnya.

Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, Kepala Daerah juga di bantu oleh staf ahli bagian dari perangkat daerah. Kedudukan hukum Staf Ahli dan Staf Khusus Kepala daerah, sangatlah berbeda. Staf Ahli dalam ketentuan peraturan perundang undangan telah disebutkan secara implicit dalam Pasal 102, yang menyatakan,

(1) Gubernur dan Bupati/Walikota dalam melaksanakan tugasnya dapat dibantu staf ahli.

(2) Staf ahli berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Gubernur atau bupati/Walikota dan secara administratif dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah.

(3) Staf ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah paling banyak 3 (tiga) staf ahli.

(4) Staf ahli Gubernur dan Bupati/Walikota diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.

(5) Pengangkatan dan pemberhentian staf ahli Gubernur oleh Gubernur dan staf ahli Bupati/Walikota oleh Bupati/Walikota.

Staf ahli yang dimaksud dalam ketentuan tersebut, adalah perangkat daerah yang berasal dari pegawai negeri sipil (PNS) yang telah memenuhi persyaratan untuk membantu tugas Gubernur, Walikota dan Bupati. Sedangkan Staf Khusus diangkat dari Non Pegawai Negeri Sipil, yang memiliki kemampuan dan khususannya dibidang tertentu dengan diberikan tugas dan kewenangan sebagai tim katalisator. Sekaligus juga dapat memberikan masukan dan saran, sesuai dengan kekhususan bidangnya sekaligus untuk mempercepat arah kebijakan Kepala Daerah.

Terbentuknya jabatan staf khusus ini dilatarbelakangi, terpilihnya Kepala Daerah secara langsung yang berasal dari berbagai kalangan, terutama Kepala Daerah yang belum memiliki pengalaman di bidang pemerintahan. Dalam kedudukannya, Staf Khusus Kepala Daerah dapat diangkat berdasarkan Peraturan Kepala Daerah, hakikat mendasarnya adalah UUD Tahun 1945 dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3), yang menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Ketentuan negara hukum ini mempunyai pengertian, bahwa Indonesia merupakan negara yang dalam setiap tindakannya, baik itu mengatur hubungan antara subjek hukum dengan subjek hukum lainnya, maupun ketatanegaraan dan administrasi negara, didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di disebutkan bahwa, UUD Tahun 1945 menduduki tingkatan pertama dari semua tingkatan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Setelahnya baru di ikuti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Peraturan Kepala Daerah diatur dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menyebutkan bahwa, “Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, Badan, Lembaga, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat.

Sedangkan kedududukan hukum Peraturan Kepala Daerah, diatur dalam ketentuan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang menyebutkan bahwa,
Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Sehingga Peraturan Kepala Daerah baik itu Gubernur, Bupati, Walikota, Kepala Desa, termasuk ke dalam jenis peraturan perundang-undangan selain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, dapat diuraikan bahwa kekuatan hukum Peraturan Kepala Daerah adalah diakui keberadaannya dan mengikat, sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang undangan yang tingkatannya lebih tinggi. Yaitu, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, atau peraturan yang dibentuk berdasarkan kewenangannya.

Bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Dalam perspektif hukum, Pengangkangtan Staf khusus Kepala Daerah dapat merujuk pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 diatur dalam Pasal 18, 18A dan 18B. Dalam Pasal 18 ayat (5) pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.

Pasal 18 (6) menyatakan, pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Kemudian pada Pasal (7), susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengaturan pemerintahan daerah diatur lebih lanjut, dalam peraturan daerah atau peraturan lainnya dalam melaksanakan otonomi daerah.

Terkait staf khusus kepala daerah memiliki landasan konstitusional, guna memajukan kesejahteraan umum dan daerah, yang memiliki otonomi untuk mengatur dirinya sendiri. Hal ini sesuai prinsip otonomi luas, kecuali beberapa urusan yang telah terbagi antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah.

Asas dalam penyelenggaran daerah termaktub dalam Pasal 58, terdiri atas,

a. Kepastian hukum;
b. Tertib penyelenggara negara;
c. Kepentingan umum;
d. Keterbukaan;
e. Proporsionalitas;
f. Profesionalitas;
g. Akuntabilitas;
h. Efisiensi;
i. Efektivitas; dan
j.Keadilan.

Penyelenggaraan pemerintahan daerah dipimpin oleh Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Tugas dan wewenang kepala daerah termaktub dalam pasal 65 (1). Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Kepala Daerah selaku pemimpin daerah, memiliki tugas yang berat dan membutuhkan bantuan dari sumber daya manusia yang memiliki keahlian, guna membantu tugas dan wewenang yang dimiliki, serta mewujudkan kesejahteraan masyarakat daerah dan visi-misi kepala daerah itu sendiri.

Berkaitan dengan gagasan pembentukan Staf Khusus untuk Kepala Daerah, Kepala Daerah memiliki kewenangan dalam menetapkan peraturan Kepala Daerah dan keputusan Kepala Daerah, serta mengambil tindakan tertentu guna kebutuhan daerah dan masyarakat daerahnya. Dalam UU Nomor 30 Tahun 2014, terdapat pasal yang mengatur tentang diskresi, sebagai sarana untuk melakukan suatu tindakan hukum.

Menurut Pasal 1 angka 9, menyatakan bahwa diskresi adalah Keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan, untuk mengatasi persoalan kongkrit yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.

Diskresi hanya dapat dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang berwenang, guna bertujuan untuk : a. Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan;
b. Mengisi kekosongan hukum;
c. Memberi kepastian hukum;
d. Mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.

Kemudian pengaturan selanjutnya terkait persyaratan diskresi, terdapat pada Pasal 24. Pasal tersebut menyatakan bahwa pejabat pemerintahan yang menggunakan diskresi harus memenuhi syarat,
a. Sesuai dengan tujuan diskresi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2);
b. Tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Sesuai dengan AUPB (Asas  asas Umum Pemerintahan yang Baik);
d. Berdasarkan alasan-alasan yang objektif;
e. Tidak menimbulkan konflik kepentingan dan;
f. Dilakukan dengan itikad baik.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan terdapat pengaturan secara jelas terkait diskresi, yang dapat dilakukan oleh pejabat pemerintah, dalam hal ini Kepala Daerah untuk menjalankan roda pemerintahan, dalam rangka mewujudkan tujuan daerahnya.

Seorang Kepala Daerah dapat membuat peraturan kebijakan terkait hal-hal tertentu yang tidak ada kejelasan aturan, untuk memenuhi hal tersebut harus sesuai dengan peraturan perundang-undang terkait diskresi. Hal utama ialah tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, sesuai dengan AUPB dan demi kepentingan umum, yaitu kepentingan masyarakat daerahnya.

Dengan demikian tindakan diskresi pengangkatan Staf Khusus Kepala Daerah dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia diperbolehkan sepanjang tidak bertentangan dengan Bab Empat Urusan Pemerintahan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 pasal 9 ayat (2) : Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan pasal 10 ayat (1) : Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi:

a. politik luar negeri;
b. pertahanan;
c. keamanan;
d. yustisi;
e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama.

Pembentukan Staf Khusus Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Gorontalo, diangkat berdasarkan Peraturan Bupati Gorontalo Nomor 8 tahun 2021, perubahan ketiga dari Peraturan Bupati Nomor 69 Tahun 2018 tentang Pembentukan, Kedudukan, Tugas dan Fungsi, Tata hubungan kerja dan standar kompetensi Staf Khusus Kepala Daerah Dan Staf Khusus wakil Kepala Daerah, Pengangkatan dan tugas pokok Staf Khusus Bupati dan Wakil Bupati ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati dengan masa kerja satu tahun dan dapat diperpanjang kembali, berdasarkan pembidangan nya staf khusus berjumlah sebanyak 18 Orang.

Berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya, Bupati menunjuk salah satu staf khusus untuk menjadi koordinator, Tugas dan fungsi Staf Khusus diatur dalam pasal 5 sampai dengan 22 yang berbunyi,

(1) Staf mempunyai tugas membantu kepala daerah dalam penyiapan administrasi, data dan dokumen, merumuskan kajian, analisis, pendampingan dan memberikan pertimbangan kepada Kepala Daerah melalui Wakil Kepala Daerah sesuai dengan bidangnya masing  masing

(2) Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada pasal ayat (1), staf khusus sesuai dengan bidangnya masing – masing, menyelenggarakan fungsi,
a. menyiapkan materi, bahan, data dan dokumen atas persoalan atau permasalahan;
b. mengkoordinasikan penyusunan dan perumusan kebijakan kepala daerah;
c. memberikan informasi secara menyeluruh atas berbagai kebijakan kepala daerah;
d. mengkoordinasikan dan menyiapkan data dan dokumen yang dibutuhkan kepala daerah;
e. menginformasikan berbagai kebijakan kepala daerah yang menjadi persoalan atau permasalahan publik;
f. menginformasikan berbagai kebijakan kepala daerah yang menjadi persoalan atau permasalahan keberbagai lembaga pemerintahan dan politik serta masyarakat umumnya;
g. melaksanakan tugas-tugas lainnya yang diperintahkan kepala daerah.

(3). Dalam melaksanakan tugas dan fungsi staf khusus berkoordinasi dengan perangkat daerah seusai dengan bidangnya masing-masing, Staf Khusus Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Gorontalo, berjumlah 18 orang berasal dari berbagai kalangan masyarakat yang dipercaya untuk menduduki bidang  bidang tertentu, sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

Setelah diterbitkan Surat Keputusan Pengangkatan Staf Khusus, Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Gorontalo langsung melaksanakan rapat koordinasi teknis tentang penguatan kapasitas staf khusus yang di diharapkan akan memberikan pemahaman tentang peran dan fungsi staf khusus dalam konteks analisis kebijakan daerah, dan sekaligus menghindari pendapat negatif kelembagaan staf khusus yang dianggap sebagai pelengkap yang tidak memiliki pekerjaan dan tugas yang jelas.

Secara hierarki, alasan mengapa keberadaan Staf Khusus Kepala Daerah diperlukan adalah,
(1) Meningkatnya kewenangan pemerintah daerah;
(2) Pemerintah daerah makin transparan, responsif dan partisipatif dalam membuat kebijakan;
(3) Melibatkan sumber daya manusia eksternal dalam perumusan kebijakan daerah.

Adapun sesungguhnya komitmen Staf Khusus Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Gorontalo, adalah sebuah bentuk pengabdian kepada daerah agar di periode kedua Bupati Gorontalo Prof. Dr. ir. Hi. Nelson Pomalingo, M.Pd., Pembangunan di Kabupaten Gorontalo berjalan sesuai dengan Visi dan Misi menuju Kabupaten Gorontalo gemilang dan mandiri.