Jakarta || Rega Media News
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, meminta Kementerian
Perdagangan (Kemendag), segera memastikan masyarakat untuk dapat menikmati minyak goreng sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET), yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Perdagangan (Permendag) Nomor 6 Tahun 2022.
Pasalnya, berdasarkan pemantauan di 34 Provinsi, Ombudsman RI menemukan setidaknya tiga fenomena di masyarakat, akibat harga minyak goreng yang melambung tinggi.
“Ombudsman menemukan adanya tiga fenomena, yakni aksi penimbunan stok minyak goreng. Harapannya, satgas pangan dapat bergerak cepat untuk menangani ini. Selain itu, Ombudsman juga menemukan adanya perilaku pengalihan barang dari pasar modern ke pasar tradisional, dan munculnya panic buying dari masyarakat,” terang Yeka dalam Dialog Pelayanan Publik “Menjamin Ketersediaan Minyak Goreng”,
Selasa (08/02/2022), di Gedung Ombudsman RI, Jakarta Selatan.
Diungkapkannya, dalam Permendag No 06/2022, HET minyak goreng diatur dengan rincian minyak goreng curah sebesar Rp. 11.500/liter, kemasan sederhana sebesar Rp. 13.500/liter, dan kemasan premium sebesar Rp. 14.000/liter. Kebijakan HET ini, mulai berlaku sejak 01 Februari 2022 dan sekaligus mencabut Permendag No 3/2022.
“Pantauan kami, di Aceh harga minyak goreng masih di kisaran Rp. 18.000/liter,
Sumatera Utara Rp. 19.000/liter, Sumatera Barat Rp. 18.000/liter, Kalimantan Timur Rp. 23.000/liter, Jawa Barat Rp 22.000/liter,” ungkap Yeka.
Ia menegaskan, Ombudsman mendorong Kementerian Perdagangan segera
memastikan ketersediaan stok minyak goreng dengan HET sesuai Permendag Nomor 6 Tahun 2022.
“Adanya masyarakat yang sulit mendapatkan minyak goreng dengan
harga sesuai regulasi, memang bisa terjadi karena ada delay (keterlambatan) antara
penetapan regulasi, dengan pelaksanaan di lapangan karena melibatkan kesiapan
produsen dalam melakukan distribusi,” tegasnya.
Ditambahkannya, beberapa masukan kepada Pemerintah, yakni membentuk satuan tugas untuk menangani keluhan masyarakat terkait sulitnya mengakses minyak goreng dengan harga sesuai HET. Kemudian, Yeka juga
membuka wacana kemungkinan dibukanya kesempatan bagi BUMN, untuk menangani 10-15 % kebutuhan pasar, terhadap minyak goreng.
“Ombudsman mendorong Pemerintah agar crude palm oil (CPO), diprioritaskan untuk produksi minyak goreng. Kemudian Ombudsman mendorong Pemerintah agar memastikan pengawasan, terhadap produsen dalam mematuhi ketentuan Domestic Market Obligation (DMO), dan Domestic Price Obligation (DPO). Ombudsman juga menghimbau kepada masyarakat, untuk tidak panic buying,” tandasnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Oke Nurwan, dalam keterangannya menjelaskan, belum stabilnya harga minyak goreng di
pasaran, disebabkan oleh belum lancarnya distribusi minyak goreng dengan harga sesuai regulasi.
“Saat ini sudah mulai berlangsung distribusinya, dan saya pastikan minggu
ini dari Aceh hingga Papua sudah mulai mendapat pasokan minyak goreng. Masyarakat dihimbau untuk tidak perlu panik dalam membeli. Pemerintah tetap akan memastikan ketersediaan minyak goreng dengan harga sesuai HET,” terangnya.
Ia menambahkan, pihaknya tengah menyiapkan regulasi untuk menjaga stabilitas harga, dan menjamin pasokan minyak goreng domestik tetap stabil
di tengah kenaikan harga minyak sawit mentah atau CPO internasional.
“Hal ini agar, harga minyak goreng domestik dapat lepas dari ketergantungan harga CPO internasional. Selain itu, Pemerintah juga menetapkan kebijakan terkait DMO dan DPO bagi para eksportir,” pungkasnya.