Daerah  

GEPRA Desak Izin Operasi Pertambangan PT. BMU Diberhentikan

Caption: Ketua Gerakan Peduli Rakyat Aceh Refan Kumbara, (dok. regamedinews).

Banda Aceh – Ketua Gerakan Peduli Rakyat Aceh (GEPRA) Refan Kumbara mendesak Pemerintah Aceh Pj Gubernur Achmad Marzuki, untuk turun secara langsung dan menindaklanjuti konflik, terkait persoalan tambang di Aceh Selatan.

Selain itu, juga mendesak agar segera membekukan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) PT Beri Mineral Utama (BMU). Pasalnya, diduga telah menyalahi izin dan merusak lingkungan yang berdampak terhadap kelangsungan hidup warga di Kluet Tengah, Kabupaten Aceh Selatan.

Refan menjelaskan, PT BMU memperoleh IUP OP, untuk komoditas bijih besi pada lahan 1000 hektar, yang diberikan pada 12 Desember 2012 dan IUP OP tersebut akan berakhir pada Januari 2032.

“Jangan tunggu 2032, sekarang juga kegiatan mereka harus dihentikan karena eksploitasi mineral telah menyalahi aturan, izin diberikan untuk komoditas bijih besi tapi praktek di lapangan PT. BMU mengekploitasi emas,” ucapnya, Rabu (26/7/2023).

Refan menegaskan, PT BMU dalam menjalankan kegiatan di lapangan tidak patuh, terhadap instrumen pengelolaan dan penyelamatan lingkungan hidup. Sehingga, berdampak terhadap rusak dan berkurang kualitas Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan sumber air, untuk kehidupan masyarakat.

”Juga diduga, dalam areal izin PT BMU terjadi praktek pertambangan ilegal, memperparah kondisi daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Hal ini, merupakan indikasi pidana lingkungan yang harus ditindak oleh aparat penegak hukum,” imbuhnya.

Menurut Refan, kehadiran PT BMU juga tidak berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat setempat, justru terjadi konflik sosial di tengah kehidupan damai masyarakat di Aceh Selatan.

Refa menegaskan, pihaknya mendukung sepenuhnya sikap masyarakat yang mendesak pemerintah untuk menutup kegiatan tambang PT BMU. Untuk itu, Gepra mendesak Pj Gubernur Achmad Marzuki selaku kepala Pemerintah Aceh melalui Dinas ESDM, untuk sesegera melakukan pemanggilan dan mengevaluasi kegiatan operasi produksi PT BMU.

“Juga kepada Dinas LHK Aceh, untuk mencabut sementara izin lingkungan PT BMU, serta menghitung kerugian lingkungan yang ditimbulkan, untuk dimintai pertanggungjawaban kepada perusahaan,” tegasnya.

Selain itu, Refan juga mendesak kepada penegak hukum, untuk memanggil pihak PT BMU, dan melakukan upaya pemberhentian sementara operasional, atas indikasi dugaan pelanggaran yang dilakukan PT BMU, baik aspek kegiatan pertambangan maupun aspek lingkungan hidup.

“Terakhir, kami mendesak Pemerintah Aceh Pj Gubernur, untuk mencari solusi dan menindaklanjuti sikap masyarakat. Karena, jika tidak mendapatkan respon yang cepat atas tuntutan masyarakat, kami khawatir akan terjadi konflik sosial di kemudian hari, hal ini yang sangat kita khawatirkan nantinya,” pungkasnya.