Siapa yang kini tak mengenal sosok Sila Botutihe? Seorang birokrat muda, yang kini diamanahkan pemerintah pusat sebagai Penjabat Bupati di Kabupaten Gorontalo Utara (Gorut).
Meski tak mengenal lebih dekat, sedikitnya berberapa hal tentang background dari birokrat muda yang kini menjadi salah satu Tokoh Srikandi di Gorontalo itu banyak yang mengetahuinya.
Diantaranya, selain sebelumnya dirinya menjabat sebagai Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, Sila Botutihe ternyata adalah putri dari mantan Walikota Gorontalo dan Budayayawan Gorontalo, Almarhum H. Medi Botutihe.
Daya tarik Sila tak hanya sampai di sini, rupanya nafas kepemimpinan Sila Botutihe turun dari Kakek buyutnya, yang jika dilihat dari marganya “Botutihe”, Sila adalah keturunan bangsawan dari Raja Kesultanan Gorontalo, yakni Sultan Botutihe.
Bisa dibilang, Sila adalah keturunan berdarah biru asli Gorontalo, sebab masih mempunyai hubungan darah dengan raja salah satu kerajaan di Gorontalo (Hulonthalangi), yang sempat berkuasa pada tahun 1737-1757. Luar biasa dan sangat mengagumkan bukan?
Kini, wanita yang mengawali karir birokratnya dari pegawai honorer itu, menjadi orang nomor satu di Kabupaten Gorut. Sungguh mengagumkan dan menarik Tokoh satu ini. Betapa tidak, dari seorang pegawai honorer, Sila kini menjadi seorang Tokoh perempuan yang karismatik dan berpengaruh, mengikuti jejak ayah dan kakek buyutnya.
Saking menariknya Sila, media-media massa pun ikut terpesona dan mengangkat Sila sebagai tranding topic mereka, saat dilantik menjadi Penjabat Bupati Gorut. Selama beberapa hari setelah pelantikan hingga saat ini, kabart tentang Sila terus menghiasi berbagai plat form media massa dan portal media sosial.
Mengulik perjalanan karir Sila, tentu proses dari awal hingga ia menjadi orang nomor satu di Gorut bukanlah proses yang mudah dan instant, butuh perjuangan, kerja keras, kegigihan dan berbagai jalan yang penuh onak dan duri yang pasti telah dilewati Sila.
Menjadi seorang istri, ibu dan di sisi lain adalah seorang pemimpin umat, bukanlah perkara gampang yang untuk dijalani, dan tak dimampui oleh semua perempuan, yang katanya adalah “Ras Terkuat di Muka Bumi”. Tetapi Sila, hingga saat ini mampu berjibaku dengan hal itu. Sila harus menjalani banyak peran dalam kehidupannya, sebagai yang dipimpin di lingkup keluarga, dan sebagai pemimpin di luar lingkup keluarga.
Sila pasti sudah tahu betul, bagaimana psikologi orang yang dipimpin, maupun psikologi orang yang memimpin, sebab keduanya sedang ia geluti saat ini. Dan pengetahuan soal itu, wajib dimiliki oleh seorang pemimpin dalam mengolah kepemimpinannya agar mampu arif dan bijaksana.
Untuk itu, kemampuan Sila dalam memimpin tidak diragukan lagi, sebab kemampuan Sila dalam memimpin tak hanya didukung oleh kecerdasannya, bukan pula sekedar diperkuat oleh kemampuan empiris selama berkarir, tapi memang telah dilengkapi juga oleh faktor dari dalam dirinya (inner beauty) yang berdarah pemimpin, serta dari pengaruh lingkungannya.
Pada dasarnya, saya tidak memiliki kepentingan politik dengan Sila, selain mengagumi dan salut terhadap Tokoh perempuan yang satu ini. Dan, seandainya Sila menjadi Calon Bupati Gorut tahun 2024 ini, saya meyakini hal ini menjadi angin segar bagi dunia perpolitikan di Gorut. Keterwakilan perempuan dalam kontestasi Pilkada, akan begitu terasa menarik.
Namun, jika memang Sila menjadi Calon Bupati Gorut, saya akan menyarankan ke beliau untuk mengusung jargon Kabupaten Gorut yang “Mandiri dan Sejahtera”, sebagai proteksi dirinya kedepan, ke arah mana biduk pemerintahannya akan ia bawa. Tentunya, dengan “Mandiri dan Sejahtera” yang tolok ukurnya diformulasikan sederhana saja, sehingga bisa dipahami dan dirasakan oleh semua kalangan di Gorut serta mudah untuk direalisasikan.
Kenapa? Karena daerah ini telah cukup lama didirikan. 17 tahun lamanya, berbagai konsep pembangunan dengan gaya masing-masing kepemimpinan telah dicoba diimplementasikan, namun itu belum cukup membuat Kabupaten Gorut berkembang menjadi daerah yang mandiri dan sejahtera.
Daerah ini masih belum memiliki pusat kesehatan yang memadai. Beragam keluhan masyarakat soal pelayanan kesehatan di Gorut masih sering terdengar, entah itu mengenai obat-obatan BPJS yang banyak tak tersedia di Rumah Sakit, hingga kesulitan dalam mendapatkan air bersih di area rumah sakit, dan tentang sejumlah fasilitas perawatan lainnya.
Begitupun dengan pusat pendidikan perguruan tinggi. Masyarakat Kabupaten Gorut masih cenderung banyak keluar daerah, hanya untuk bisa merasakan mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, sebab Gorut belum memiliki satupun Universitas. Begitu selesai mengenyam pendidikannya, para cendekiawan muda ini hanya sedikit dari mereka yang kembali ke Kabupaten Gorut, untuk mengabdi dan mengaplikasikan ilmu yang telah mereka pelajari.
Ini bukan karena tanpa sebab, selain karena mungkin sudah nyaman dan betah di kampung orang karena kepincut dengan majunya daerah lain, mungkin juga mereka hanya melanjutkan karir yang telah mereka bangun semasa duduk di bangku kuliah. Atau, bisa jadi karena sempitnya lapangan kerja, serta di daerah yang lebih maju mereka lebih dihargai. Keadaan ini pun, yang saat ini masih membuat saya cukup prihatin, sebagai putra Gorontalo yang berdarah Gorontalo Utara.
Hal lain yang masih berkontribusi menjadikan Gorut belum bisa mandiri dan sejahtera adalah, pusat perputaran ekonomi masyarakat. Masyarakat Gorut masih mengandalkan pasar-pasar tradisional, untuk sebagai tempat perputaran ekonomi. Budidaya komoditi lokal yang menjadi sumber pendapatan masyarakat pun, sebahagian besar masih dikuasai oleh tengkulak.
Memang, sebelumnya ada niatan pemerintah untuk membangun pusat perputaran ekonomi di Gorut, yang mengikuti inovasi dari daerah lain yang disebut dengan “Pasar Modern”, dengan menggelontorkan anggaran yang cukup funtastis. Kalau saya tidak salah ingat, sekitar 18 Milyar rupiah.
Ironinya, niat luhur pemerintah ini malah dikotori oleh oknum-oknum yang diamanahkan untuk mengurus pembangunan pasar ini, dengan perbuatan-perbuatan mengejar keuntungan pribadi. Pembangunan pasar itu malah bermasalah korupsi, dan hasil dari pembangunannya justru menjadi pasar modern rasa tradisional.
Tiga hal mendasar ini lah, yang akan saya sarankan ke Sila untuk bisa beliau perioritaskan ketika beliau maju menjadi Calon Bupati Kabupaten Gorut. Tak perlu banyak-banyak, tak perlu yang muluk-muluk Kabupaten Gorut menjadi nampak glamour dan stylist, cukup berfokus pada pembangunan tiga hal ini saja, maka menurut saya Gorut akan menjadi mandiri dan sejahtera.
Jika beliau mencalonkan diri dan menerima saran saya ini, apalagi kalau terpilih menjadi Bupati dan beliau melaksanakan apa yang saya sarankan kepadanya serta berhasil mencapai hal itu, mungkin masyarakat Gorut akan berterima kasih kepada Sila, seperti cara saya yang akan berterima kasih kepadanya dengan mengangkatnya menjadi “manusia setengah dewa”.
Dari tempat saya menulis coretan ini, kemudian terdengar lantunan lirik lagu Grup Band legendaris dari Barat, Scorpions, yang berjudul “Wind Of Change”. Lagu yang cukup emosional dan enak didengar menemani saat menulis.