Opini  

Konsekuensi Demokrasi

Caption: ilustrasi, (sumber foto: Pixabay.com).

Gorontalo,- Indonesia kini tengah bergelora, hampir semua elemen mahasiswa unjuk protes atas sikap para duta wakil rakyat di senayan, yang memasukan putusan MK tentang ambang batas pencalonan Pilkada ke RUU tentang Pilkada yang saat ini sedang digodok di DPR RI.

Ribuan mahasiswa berjubelan turun ke jalan, lakukan protes lakukan fungsi mereka sebagai agent of control. Aparat bersigap punggungi tugasnya sebagai penegak ketertiban dan keamanan dalam aksi demonstran mahasiswa.

Hati kecil ini kemudian bertanya siapa yang salah dan siapa yang benar, atas kejadian mahasiswa dan aparat yang saling dorong mendorong, maju terpukul mundur, yang kemudian tentunya berpotensi akan berujung pada sikap anarkis, pengrusakan dan jatuhnya korban.

Simple pikiran yang telah digodok dengan idealisme saat berjibaku dengan dunia aktivis ini menjawab, mahasiswalah yang benar, berdasarkan pertimbangan karena mahasiswa tidak ada kepentingan atas tindakan mereka, selain kemurnian untuk menjalankan fungsinya.

Lantas, salahkah aparat yang diambil sumpahnya untuk menegakkan aturan demi ketertiban masyarakat? Ataukah kesalahan patut dijatuhkan pada mereka yang memasukkan putusan MK layak untuk diundangkan yang ditenggarai untuk menganulir putusan MK tersebut?

Bukan maksud ingin menjawab secara pasti persoalan ini, sebab diri ini takut takut salah dan latah karena seolah menjadi pakar hukum sesaat, dalam menyikapi persoalan yang kini membuat bangsa ini bergelora.

Tulisan ini, hanya ingin mengingatkan diri sendiri dan orang-orang sependapat, bahwa demonstrasi sebagai bagian dari hak demokrasi yang berpijak pada human rights, yakni azas freedom of speech yang dilindungi dan dijamin oleh undang-undang di negara ini.

Dalam konsep demokrasi yang menjujung tinggi kedaulatan ada di tangan rakyat, aksi demonstrasi penolakan dari mahasiswa yang merupakan salah satu pilar di negeri ini, adalah indikasi bahwa pilihan kita dalam menentukan wakil rakyat masih belum menyentuh keseluruhan aspek kelayakan calon wakil kita.

Saat ini, kita telah bercermin atas pertanyaan Siapa memilih siapa untuk menjadi wakilnya dalam menyuarakan aspirasi. Lalu, apakah pilihan kita kemarin salah? jawabannya ada pada realitas politik nasional dan daerah saat ini.

Selanjutnya, mari kita doakan bersama, semoga adik-adik mahasiswa dan aparat yang kini masing-masing sedang menjalankan fungsi dan tugasnya tetap dapat menjaga kesejukan di negara yang kita cintai, dan tidak saling mencederai seolah dibentur-benturkan dengan kepentingan tertentu.

Teruntuk aparat keamanan yang kini sedang gagah melaksankan tugasnya, bimbing dan arahkanlah adik-adik mahasiswamu, saudara-saudaramu dan saudara kita semua dengan hikmah, serta berikanlah mereka pemahaman yang dapat diterima oleh akal sehat mereka.

Bagi berbagai elemen di negara ini, baik yang pro maupun yang contra dengan gerakan adik-adik kita mahasiswa, jadikanlah perbedaan pilihan sikap sama dengan pilihan mahasiswa untuk ikut atau tidak ikut bergerak, dalam menyikapi persoalan ini.

Semoga pemangku kebijakan, baik di tingkat daerah dan pusat menjadikan gerakan adik-adik mahasiwa ini, sebagai bentuk akan adanya ketidaksesuaian harapan dan kenyataan yang dirasakan, dan bukan bentuk penolakan yang tidak berdasar.

Penulis : Mohamad Yusrianto Panu/Jurnalis dan Penggiat Literasi.