Oleh : H. Mohammad Fauzan, SH.,MH,.M.Si
Idul Adha adalah salah satu hari besar bagi umat muslim didunia, di Indonesia yang mayoritas beragama muslim, Idul Adha memiliki beberapa sebutan, diantaranya Hari Raya Qurban dan Hari Raya Haji.
Kedua buah sebutan tersebut tak ada yang keliru, karena memiliki histori erat terhadap peradaban Islam.
Disebut dengan istilah hari raya Qurban, karena pada hari itu terjadi peristiwa besar yang menjadi cikal bakal umat Islam didunia melakukan qurban, kemudian disebut hari raya haji, karena pada saat itu umat Islam melakukan ibadah haji, wukuf di Arafah yang semuanya secara historis berkaitan dengan keluarga Ibrahim AS menghambakan diri kepada Allah SWT guna menjalankan perintah mulia dengan penuh keimanan, keihklasan dan kesabaran.
Dari peristiwa tersebut sebagai muslim rasanya wajib tau, bahwa idul Adha bukan hanya sekedar tradisi merayakan momentum hari besar Islam, tetapi lebih mengajarkan tentang ‘uswah’ dan referensi diri terhadap makna hakiki yang diajarkan oleh keluarga Ibrahim AS dan Siti Hajar bersama Ismail AS kecil waktu itu.
Berawal dari sang ayah Ibrahim AS yang mungkin jika diinterpretasikan secara logika mungkin sangat kontra, karena saat itu perintah Allah SWT disampaikan melalui mimpi, namun karena datang beberapa kali, Ibrahimpun menyakini.
Atas dasar keimanan yang kuat tersebut, diapun bergegas memenuhi perintah Allah dengan cara ingin mengorbankan Ismail AS yang saat itu masih sedang lucu-lucunya dan menggemaskan, dapat dibayangkan, jika peristiwa itu terjadi saat ini, tak dapat dipungkiri akan ada yang berasumsi negatif terhadap Ibrahim AS.
Syaitan yang dengan karakternya tidak rela membiarkan orang berbuat baik, apalagi beriman kepada Allah SWT, terus menyusun strategi dan kekuatan agar niat Ibrahim AS tak terwujud, berbagai peluang dibaca, metode provokasi terus disusun agar niat tersebut kandas sia-sia.
dengan liciknya syaitan terus berupaya memprovokasi keluarga Ibrahim AS, agar tidak mengorbankan Ismail AS, pertama memprovokasi Ibrahim agar tidak mengorbankan Ismail, dengan bahasa yang lembut, namun upaya itu kandas.
Kemudian syaitan mencoba memprovokasi Siti Hajar, agar mencoba merayu Ibrahim agar mengurungkan niatnya mengurbankan Ismail, namun hasutan itu tak digubris Siti Hajar hingga akhirnya upaya syaitan juga tak membuahkan hasil.
Terakhir syaitan mendatangi Ismail AS, dengan berbagai tipu daya baik secara bicara dan gestur, syaitan terus berupaya meyakinkan Ismail agar tidak mau dijadikan kurban oleh sang ayah, namun upaya itu juga nihil, keteguhan hati Ismail tak mampu digoyahkan.
Ketiganya melawan provokasi yang terus dilancarkan syaitan, dengan melempari mereka dengan batu yang kemudian peristiwa ini menjadi cikal-bakal lahirnya jumratul ula, jumratul wustho, dan jumrotul aqobah pada musim haji setelah wukuf di Arafah dan mabit di Muzdalifah.
Keteguhan hati keluarga Ibrahim AS dalam melawan provokasi syaitan, demi rasa cinta dan taqwa kepada Allah SWT berbuah manis, perintah Allah yang sebenarnya hanya untuk menguji kekuatan iman keluarga Ibrahim, Allah cukupkan dengan cara mengganti dengan kambing untuk dijadikan korban, sedangkan pisau yang Allah sudah perintahkan tidak berfungsi pada Ismail, tiba-tiba berfungsi saat menyembelih hewan qurban yang dibawa malaikat sebagai pengganti Ismail.
Dari serangkaian peristiwa diatas, dapat disimpulkan, bahwa idul Adha tidak hanya tentang peristiwa tradisi dan peringatan hari besar tetapi mengajarkan kepada kita tentang arti keimanan, keihklasan, dan kesabaran, serta pentingnya kekompokan dalam dalam keluarga dalam melawan strategi modifikasi syaitoni.
Selamat Hari Raya Idul Adha 1446 H/ 2025 H, mohon maaf lahir dan batin.
* Penulis adalah Chief Eksekutif Officer Rega Media Group, Madura Travel dan Lintas Madura, sekaligus ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) kabupaten Sampang.