Rega Media News
Di suatu wilayah bernama negeri Molor, hiduplah seorang pemimpin yang bernama Bolot. Bolot merupakan pemimpin baru di wilayah itu, menggantikan pemimpin sebelumnya yang telah mangkat.
Negeri yang terbilang masih baru didirikan oleh para pendirinya itu, sebelumnya dipimpin oleh Kacipu, yang merupakan salah seorang tokoh di Negeri Molor, yang memimpin Negeri itu selama 40 tahun dengan gaya khas santunnya.
Seolah berkaitan dengan namanya, Negeri Molor merupakan wilayah yang perkembangannya sangat lambat dan memprihatinkan akibat sistim pemerintahan yang amburadul. Maka tak heran, Negeri Molor sendiri sering dijuluki oleh penduduknya dengan sebutan “Negeri yang Tidur”.
Saat ini, Negeri Molor dipimpin oleh Bolot, seorang tokoh di negeri itu yang menjadi salah satu pendiri Negeri Molor. Saat mendirikan Negeri Molor, Bolot bersama para tokoh lainnya dengan gigih berjuang dengan semangat cita-cita yang luhur.
Salah satu cita-cita luhur yang kala itu menjadi spirit bagi Bolot dan para tokoh lainnya mendirikan Negeri Molor, adalah menjadikan penduduk yang hidup mendiami wilayah Negeri Molor, maju dan sejahtera sehingga tak akan dijadikan “Sapi Perah” oleh bangsa lain, dan menjadi tuan rumah sejati di atas tanah kelahiran mereka.
Meski belum sepenuhnya memiliki kekuatan sebagai pemimpin di Negeri Molor karena belum dinobatkan secara resmi sebagai pemimpin yang syah, Bolot sebenarnya telah menjadi pemegang sementara kekuasaan di Negeri Molor, yang dengan kekuasaan sementara itu ia bisa mewujudkan cita-cita luhur didirikannya Negeri Molor.
Namun bagaikan menanam padi tumbuh ilalang, Bolot yang kini memegang kekuasaan sementara di Negeri Molor, justru menjadi pemimpin yang “Tuli”. Ia seolah tak pernah mendengar setiap persoalan, yang disuarakan oleh rakyat Negeri Molor.
Kondisi di Negeri Molor saat ini, sebenarnya tidak sedang baik-baik saja. Dimana, saat ini Negeri Molor sedang dirundung kegalauan. Betapa tidak, begitu banyak persoalan yang terjadi di Negeri Molor, disebabkan oleh kultur pemerintahan sebelumnya yang amburadul.
Mirisnya, Bolot yang seharusnya menjadi harapan baru bagi rakyat Negeri Molor untuk melaksanakan pemerintahan yang teratur sesuai ketentuan demi menggapai cita-cita luhur didirikannya negeri itu, malah bersikap tuli dan buta. Bolot yang kini seperti mengidap penyakit sombong akibat terinveksi virus kekuasaan, malah lebih suka membuat wacana dan pencitraan.
Hal ini pun kemudian membuat geram sebagian kalangan di Negeri Molor, sebab mereka yang mengetahui Bolot adalah salah satu tokoh pendiri negeri itu, seharusnya memahami apa cita-cita luhur didirikannya Negeri Molor, dan menggunakan kesempatannya berkuasa untuk mewujudkan cita-cita itu. Bukan malah seperti ingin meneruskan kultur pemerintahan yang amburadul, kemudian setelahnya tebar pesona di hadapan rakyat.
Satu persatu dari kalangan yang mulai menyadari tergerusnya moral kepemimpinan Bolot akibat mabuk kekuasan itu, perlahan mulai melakukan perlawanan dengan mengkritik kepemimpinannya serta lebih lantang menyuarakan segala persoalan yang mesti diselesaikan di Negeri Molor.
Tujuannya, agar Negeri Molor bisa bangkit dan berupaya untuk berkembang cepat, sehingga terlepas dari julukan “Negeri yang Tidur”. Akan tetapi lagi-lagi apa yang disuarakan oleh sejumlah kalangan itu, hanya seolah menjadi angin yang bertiup sepoy-sepoy di telinga Bolot.
Moral kepemimpinan Bolot yang “tuli” ini, akhirnya menjadi moral juga bagi para abdinya yang mengurus pemerintahan di Negeri Molor. Akibatnya, segala persoalan yang menghambat berkembangnya negeri itu tak kunjung terselesaikan. Bencana terjadi di mana-mana tak juga mendapatkan solusi penangananannya, aturan tak lagi dijunjung tinggi, sehingga korupsi berjamaah berkonsep kemufakatan terus membudaya.
Bolot yang dulunya dianggap sebagai tokoh teladan yang dan pahlawan pendiri Negeri Molor, kini tak lagi dapat dipercaya oleh banyak kalangan di Negeri Molor. Sebab, setelah mendapatkan kekuasaan, ia bukan menjadi sosok pahlawan mewujudkan cita-cita luhur didirikannya Negeri Molor, malah berubah menjadi sosok pemimpin yang memperpanjang tidurnya Negeri Molor, dan penderitaan rakyat negeri itu.
Bersambung…
Penulis : Mohamad Yusrianto Panu