JAKARTA,- Para pengemudi ojek online (ojol) kembali menjerit, akibat potongan aplikasi yang semakin membengkak.
Dalam keluhan terbaru, potongan dari perusahaan aplikasi dikabarkan mencapai 30 persen dari tarif yang dibayarkan penumpang.
Kondisi ini dianggap tidak hanya memberatkan, tetapi juga “mengeruk” penghasilan para pengemudi yang sudah tertekan oleh situasi ekonomi sulit.
Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi PKB, Syafiuddin Asmoro, menilai potongan sebesar itu sangat tidak adil, terutama di tengah persaingan antar pengemudi yang semakin ketat.
“Secara umum, nilai tersebut terlalu besar. Di sisi mitra pengemudi, persaingan mendapatkan penumpang semakin ketat, potongan malah naik. Ini tentu menyulitkan mereka,” kata Syafiuddin Asmoro, Senin (20/01/25).
Ia pun juga menilai kebijakan tersebut tidak sesuai dengan regulasi yang ada dan hanya akan memberatkan para pengemudi, yang sudah terbebani oleh berbagai tantangan di lapangan. Syafiuddin meminta pemerintah untuk segera turun tangan menyelesaikan persoalan tersebut.
Syafiuddin menjelaskan bahwa potongan biaya aplikasi bagi mitra pengemudi sudah diatur dengan jelas dalam Keputusan Menteri Perhubungan (KMP) Nomor KP 1001 Tahun 2022.
Dalam regulasi tersebut, perusahaan aplikasi hanya dibolehkan mengenakan biaya sewa penggunaan aplikasi paling tinggi 15 persen dan biaya penunjang sebesar 5 persen untuk kesejahteraan mitra pengemudi.
Dengan demikian, potongan maksimal yang diperbolehkan adalah 20 persen, jauh lebih rendah daripada yang diterapkan oleh perusahaan aplikasi yang mencapai 30 persen.
“Jika ditotal, maka besaran potongan aplikasi sebesar 20 persen. Itu angka paling tinggi. Jadi, tidak boleh melebihi 20 persen,” jelasnya.
Menurut Syafiuddin, kebijakan potongan aplikasi sebesar 30 persen jelas melanggar aturan yang telah ditetapkan dan dapat merugikan mitra pengemudi.
Ia menegaskan bahwa perusahaan aplikasi harus mematuhi peraturan yang ada dan tidak membuat kebijakan yang bisa merusak tatanan yang sudah ada.
“Kami meminta perusahaan aplikasi untuk mentaati aturan yang ada. Jangan membuat kebijakan yang menyalahi aturan, karena itu akan melanggar peraturan dan merusak tatanan,” tegas politisi asal Bangkalan, Madura ini.
Syafiuddin mengingatkan, jika perusahaan aplikasi melanggar aturan ini, Kementerian Perhubungan berhak untuk menerbitkan rekomendasi pemberian sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena itu, potongan aplikasi yang melebihi batas maksimal tersebut harus dihentikan, karena bisa dikenakan sanksi oleh pihak berwenang.
“Jika mereka ngotot menerapkan potongan 30 persen, kami akan panggil perusahaan aplikasi. Mereka tidak boleh main-main soal ini, karena itu jelas memberatkan, merugikan, dan menyengsarakan driver ojol,” tambahnya.
Syafiuddin juga mengungkapkan, sebelumnya Komisi V DPR RI telah memanggil pihak aplikator untuk membahas masalah potongan aplikasi.
Dalam pertemuan itu, pihaknya sudah memberikan penjelasan mengenai regulasi yang ada, sehingga perusahaan aplikasi seharusnya sudah memahami dan patuh terhadap aturan tersebut.
Lebih lanjut, Syafiuddin meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), untuk serius menangani masalah ini.
“Pemerintah tidak boleh saling lempar dalam masalah ini. Kementerian Perhubungan dan Komdigi harus bersikap tegas terhadap perusahaan aplikasi,” pungkasnya.