Arsal Sahban: Bila Indonesia Tidak Ingin Pecah Belah, Rawatlah Kebhinekaan

Wakapolresta Bogor Kota (AKBP. Muhammad Arsal Sahban) saat mengisi dialog kebangsaan di Universitas Pakuan dalam peningkatan wawasan kebhinekaan.

Bogor, (regamedianews.com) – Bertempat di Gedung Graha Pakuan Siliwangi Universitas Pakuan Bogor, Wakapolresta Bogor kota AKBP Muhammad Arsal Sahban mengisi Dialog Kebangsaan didepan 300 mahasiswa dan mahasiswi universitas Pakuan dalam peningkatan wawasan kebhinekaan.

Wakapolresta Bogor Kota AKBP M. Arsal Sahban menceritakan tentang hebatnya Indonesia memiliki semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”. Sebuah semboyan yang menyatukan bangsa Indonesia walaupun memiliki 1340 suku, 742 bahasa, 4 ras dan juga agama yang berbeda-beda.

Dalam pembekalannya AKBP Arsal juga menyinggung Uni Soviet, sebuah negara dengan kekuatan ekonomi, politik dan militer yang luar biasa. Bahkan, dulunya pernah menjadi salah satu pemegang hegemoni dunia bersama Amerika Serikat. Namun, negara super power tersebut saat ini hanyalah tinggal kenangan, karena negara tersebut pecah menjadi 15 negara-negara kecil.

“Ada 2 faktor penyebab pecahnya sebuah negara, yaitu faktor Internal dan faktor Eksternal. Faktor internal tentang membangun kelas menengah. Bila negara didominasi kelas menengah, masyarakatnya akan lebih dewasa dalam memahami demokrasi”, kata mantan Kapolres Lumajang ini, Kamis (19/12/19).

Sedangkan negara yang didominasi kelas bawah, lanjut Arsal, akan sangat rentan untuk munculnya konflik. Pecahnya sebuah negara biasanya diawali oleh konflik-konflik kecil yang kemudian berkembang menjadi besar.

“Dari Faktor Eksternal yaitu berkaitan dengan hubungan antar negara. Dunia saat ini dikuasai oleh kekuasaan barat yg disebut Monopolar. Sehingga bisa memaksakan paham-pahamnya di gunakan oleh negara lain dengan standar negara pemegang hegemoni dunia tersebut. Seperti standar demokrasi, maupun infiltrasi melalui budaya”, terangnya.

Pria yang juga merupakan alumnus S3 Unpad bandung jurusan hukum bisnis ini juga menyampaikan, potensi-potensi konflik yang dapat berakibat kepada disintegrasi bangsa terjadi hanya karena perbedaan pandangan, yang kemudian menyebabkan polarisasi dalam masyarakat.

“Masa-masa Pemilihan Pemilu serentak tahun 2019 sebelumnya bisa menjadi referensi, bagaimana potensi konflik yang sangat tinggi. Hoax telah menjadi santapan kita sehari-hari, bahkan hoax telah menjadi sebuah industri yang menguntungkan secara materi. Itulah sebabnya hoax terkapitalisasi sangat luar biasa”, ujar putra Makassar ini.

Menurutnya, masyarakat dengan tingkat literasi yang rendah, akan sangat mudah terpapar isu hoax, karena kemampuannya memahami isi sebuah narasi. Untuk itu perlu komunikasi dan dialog yang intensif kepada publik, agar terbiasa kritis terhadap sebuah isu.

“Posisi mahasiswa sangat dominan sebagai figure yang kritis dan mampu mengisi ruang-ruang publik melalui komunikasi di media sosial dan media-media mainstream lainnya. Bila masyarakat tersosialisasikan dengan baik tentang isu-isu sensitif, maka publik akan bisa merespon secara positif. Indonesia akan terus utuh bila semua komponen bangsa memiliki kesadaran dalam merawat kebhinekaan Indonesia”, pungkas Arsal.

Kegiatan Dialog Kebangsaan ini sendiri diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pakuan dengan tema refleksi akhir tahun “Peran Mahasiswa Merawat Ke Bhinekaan Dalam Menjaga Keutuhan NKRI”. (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *