Daerah  

KPA: Dikala Satwa Langka Mati Warga Kena Getahnya, Begitu Warga Terancam Hewan Buas Yang Bertanggungjawab Siapa?

Koordinator Kaukus Peduli Aceh (Muhammad Hasbar).

Aceh Selatan || Rega Media News.

Kaukus Peduli Aceh (KPA) menilai tindakan penjemputan terhadap warga Trumon Timur Aceh Selatan pada, Senin (29/06/2020) pasca matinya seekor harimau di Desa Kapa Sesak Trumon Timur sebagai bentuk yang tidak wajar dilakukan oleh penegak hukum. Pasalnya, pihak Polsek Trumon Timur menjeput salah seorang warga bernama Hamdani tanpa menunjukkan surat pemanggilan bahkan khabarnya tanpa pemberitahuan pihak Polsek setempat kepada Pihak Keluarga ataupun penjelasan terhadap penahanannya.

“Ini aneh, tanpa menunjukkan surat tanpa memberitahu penjelasan atau pemberitahuan kepada pihak keluarga tiba-tiba pihak mapolsek menjemput warga hanya dengan menyuruh perangkat gampong untuk menjemput. Lalu, setelah di periksa di kantor desa, di bawa ke kantor Polsek dan selanjutnya dibawa ke Mapolres. Kondisi ini tentunya sempat membuat masyarakat panik atas tindakan pihak kepolisian tersebut. Secara penjemputan dan penahanan ini sudah tidak sesuai prosedur, tiba-tiba diboyong begitu saja dan lalu diam-diam dari mapolsek di bawa ke Mapolres padahal status warga yang dijemput itu belum jelas apakah saksi, tersangka atau apa. Lagi-lagi saya katakan ini aneh dan gak sesuai prosedur. Kayak masa konflik ajha model main jemput kemudian diam-diam dibawa dari Mapolsek ke Mapolres. Tindakan seperti ini dikhawatirkan akan membangkitkan traumatik masyarakat,” ungkap Koordinator Kaukus Peduli Aceh (KPA) Muhammad Hasbar kepada wartawan, Jum’at (03/07/2020).

Hasbar melanjutkan, memang pada Selasa (30/07/2020), setelah perangkat desa beraudiensi ke Mapolres, warga yang bernama Hamdani itu sudah dibenarkan pulang dengan catatan wajib lapor. Namun, pada Rabu (01/07/2020) Hamdani bersama ayahnya, Aminuddin dan seorang saudaranya kembali dipanggil untuk dilakukan pemeriksaan. “Kita minta Pak Kapolda jangan biarkan masyarakat dijemput begitu saja tanpa menunjukkan surat tanpa pemberitahuan, bukankah itu tidak sesuai prosedur dan bisa membuat warga panik, selanjutnya juga mengganggu kondisi yang kondusif di masyarakat,” lanjutnya.

Kata Hasbar, kita baru saja memperingati hari bhayangkara dengan mengangkat slogan Kamtibmas Kondusif, Rakyat Produktif. “Pertanyaannya sederhana, apakah penjemputan tanpa surat, kemudian pemindahan tanpa pemberitahuan kepada pihak keluarga adalah bagian upaya menciptakan Kamtibmas yang produktif? Saya rasa tidak dan jika memang hal itu tidak sesuai prosedur kami minta Pak Kapolda untuk bertindak karena kami yakin Pak Kapolda akan membela rakyat,” ucapnya.

Hasbar juga menyebutkan, berdasarkan informasi yang didapatnya  kronologis Kejadian dimulai pada Minggu (28/6/2020), sekitar 6 ekor kambing milik warga ditemukan dalam kondisi tidak bernyawa dengan bentuk tubuh yang tidak utuh. Terdapat bekas cakaran, gigitan dan robekan, bahkan sebagian badan sudah tidak ada lagi.

Keenam kambing tersebut milik khabarnya milik warga Kapa Sesak bernama Aminuddin, Kecamatan Trumon Timur kabupaten Aceh Selatan, provinsi Aceh. Sebelumnya keenam kambing itu merupakan hewan ternak yang dipelihara di dalam satu kandang besar, yang dipagari kawat berduri serta ditutup terpal, lokasi kandang merupakan kebun yang bersangkutan. 

“Yang bersangkutan sudah melaporkan ke pemerintah gampong agar menyampaikan kejadian tersebut ke pihak BKSDA Aceh agar segera dilakukan tindakan supaya teror binatang buas yang diduga harimau itu dapat tertangani sehingga tidak terjadi konflik antara warga dan satwa yang dilindungi itu. Dan Pemerintah Gampong sudah menghubungi BKSDA pos Singkil untuk melaporkan kondisi tersebut, namun hingga menjelang malam hari petugas belum tiba. Jadi ini kan jelas ada kelalaian BKSDA Aceh,” ujarnya.

Ironisnya lagi, jika benar ada pihak yang mengakunya BKSDA  datang kemudian hanya memasang kamera dan apalagi jika benar Pihak  yang katanya petugas BKSDA yang sempat ditemani Hamdani tersebut sudah diberitahu ada kemungkinan potongan kambing yang tersisa di TKP sepertinya sudah diberi racun tapi membiarkan tanpa membuangnya.

“Lagi-lagi jika benar ini terjadi, ini jelas pembiaran dan ada upaya tertentu yang sengaja dilakukan untuk target tertentu, ini yang harus dibongkar, mana tau ini memang operasi lalu seakan-akan masyarakat . Jadi, jangan serta merta memboyong masyarakat dengan pola seakan-akan bersalah, lalu akhirnya yang korban masyarakat. Ini gak betul ini,” kata Hasbar mangaku miris.

Ironisnya lagi, tambah Hasbar, laporan dari warga terkait teror dan ancaman binatang buas itu sebelumnya sudah dilaporkan. “Ini bagian keteledoran BKSDA Aceh di wilayah terkait dalam menjalankan tugas. Itu juga harus ditindak lanjuti secara bijaksana oleh kementerian lingkungan hidup dan kehutanan, jangan cuma bisa melaporkan dugaan bahwa hewan langka itu diracun oleh warga. Kemudian yang kena imbasnya lagi-lagi warga. Bukankah untuk tugas itu BKSDA sudah dikucurkan anggaran besar, bekerja donk yang maksimal,” cetusnya.

Hasbar meminta penyelesaian persoalan ini harus dilakukan secara bijaksana bukan hanya menilai orientasi projek hewan langkanya saja.

“Giliran hewan langka yang mati masyarakat setempat yang kena getahnya, lantas ketika masyarakat setempat yang jadi korban mulai dari timbulnya keresahan akhibat ancaman serangan hewan buas tersebut, kehilangan ternak bahkan berkemungkinan terancam nyawanya, siapa bertanggung jawab? Kita tau yang mati itu hewan langka yang dilindungi secara aturan bahkan aturan internasional, apakah nyawa masyarakat yang terancam karena ancaman serangan hewan langka dan buas itu tidak penting atau tidak ada aturan yang melindungi?,” ucap Hasbar mengaku geram dan miris.

Putera asal Aceh Selatan itu meminta BKSDA Aceh dan petugas terkait segera mengakui kesalahan dan keteledorannya serta mencabut laporannya.

“Jadi, BKSDA Aceh jangan berdalih lah atas kelalaiannya. BKSDA Aceh kan ada anggaran dari negara, jadi gunakan dengan benar selain untuk menjaga hewan buas yang langka juga melindungi masyarakat dari ancaman hewan tersebut. Kita harapkan jangan sampai hanya untuk melempar bola kesalahan atau untuk menambah alokasi anggaran untuk pengawasan dan sebagainya, rakyat dikorbankan. Jika ini terjadi, maka kepercayaan masyarakat kepada BKSDA Aceh secara khusus dan secara umum kepada kementerian LHK serta pihak terkait lainnya akan hilang. Mirisnya lagi, jika tidak diselesaikan secara bijak dikhawatirkan berpotensi dari konflik satwa dengan warga, menjadi konflik warga dengan BKSDA. Sekali lagi kami himbau selesaikan dengan bijak,” pungkasnya.

Sementara Kapolsek Trumon Iptu Jumanto saar di konfirmasi menbantah terkait penahan yang bersangkutan, sebab pihaknya hanya sebatas meminta keterangan.  

“Hanya meminta keterangan terkait hal tersebut, itu pun melalui proses tahapan mulai di proses tingkat desa bersama Keuchik hingga ke Polsek dan Polres,” singkatnya. (Asmar Endi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *