Surabaya,- Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM) Universitas Negeri Surabaya (Unesa) telah menyelenggarakan kegiatan peningkatan kapasitas.
Bertajuk “Optimalisasi Peran Legislatif Mahasiswa dalam Transformasi Kepemimpinan Intelektual untuk Membentuk Moral Generasi Muda dan Mengatasi Brain Rot” di Ruang Paripurna DPRD Jawa Timur.
Acara tersebut dihadiri oleh 100 peserta, termasuk pengurus inti MPM, perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) se-Unesa.
Tujuannya, memperkuat pemahaman kelembagaan legislatif melalui dialog langsung dengan praktisi pemerintahan, sekaligus menjawab tantangan degradasi moral generasi muda (brain rot).
Ahmad Faza, Wakil Ketua Umum MPM Unesa menambahkan, kolaborasi dengan DPRD Jatim diharapkan menjadi fondasi untuk membangun kepemimpinan intelektual yang mampu melawan isu-isu moral pemuda.
Pembina Organisasi Mahasiswa Unesa yang diwakili oleh Rojil Nugroho Bayu Aji menyoroti perlunya sinergi antarlembaga, untuk menciptakan lingkungan kampus yang dinamis dan berintegritas.
Pemaparan materi pertama disampaikan Multazamud Dzikri, M.Pd., Anggota Komisi C DPRD Jatim. Ia membahas struktur kelembagaan legislatif dan proses penganggaran daerah.
Ia menjelaskan, perbedaan tugas antara Komisi C (pengelolaan APBD, aset daerah, dan perencanaan fiskal) dengan Komisi B (pengawasan kinerja pemerintah daerah).
Dzikri juga mencontohkan prinsip money follow program dalam alokasi APBD untuk memastikan anggaran digunakan secara efektif.
“Legislatif harus memastikan setiap kebijakan berpihak pada keadilan dan transparansi,” tegasnya, Kamis (8/5/25).
Sesi materi kedua tentang penyusunan peraturan daerah rencananya diisi oleh Yordan M. Batara-Goa, namun batal hadir karena agenda mendesak.
Peserta diajak diskusi mendalam, terkait keterlibatan Komisi C dalam pemerintahan dan masyarakat menunjukkan pentingnya fungsi check and balance legislatif untuk mencegah kebocoran anggaran.
Diskusi juga menyentuh strategi penyusunan Peraturan Daerah (Perda) yang partisipatif, melibatkan masukan masyarakat melalui kajian mendalam dan uji publik.
Pada sesi tanya jawab, peserta mengajukan sejumlah pertanyaan kritis. Dyah Ayu dari Komisi Kelembagaan MPM menanyakan peran legislatif mahasiswa dalam membantu masyarakat menghadapi antrean BPJS di RS dr. Sutomo.
Dzikri menyarankan agar mahasiswa dapat membuat panduan administratif atau berkolaborasi dengan rumah sakit untuk pendampingan pasien.
Pertanyaan lain menyoroti mekanisme pengawasan legislatif terhadap eksekutif, dijawab dengan merujuk UU No. 17/2011 yang mengatur hak interpelasi dan angket.
Vito Dafanda dari Badan Eksternal MPM menanyakan patokan DPRD dalam menyikapi RUU TNI. Dijelaskan bahwa meskipun fokus DPRD adalah isu daerah, sikap terhadap RUU nasional harus selaras dengan konstitusi dan perlindungan HAM.
Terkait strategi pengurangan dan realokasi APBD atau efisiensi anggaran yang merupakan isu hangat akhir-akhir in, menekankan Prioritas utama adalah program yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat, seperti kesehatan dan pendidikan. Penghematan dilakukan dengan menunda belanja non-urgen.
Sementara, Ananda Michael Ketua Umum MPM berharap kolaborasi ini menjadi langkah awal untuk membangun sistem legislatif kampus yang transparan dan responsif.
“Melalui forum ini, kami ingin memperkuat peran mahasiswa sebagai calon pemimpin yang berintegritas, siap menghadapi tantangan seperti brain rot hingga isu kebijakan publik,” ujarnya.
Kegiatan ini juga menyoroti pentingnya pembelajaran dari ahli, untuk mendorong mahasiswa memahami kompleksitas tata kelola pemerintahan.
Dengan demikian, MPM Unesa berkomitmen terus mengoptimalkan fungsi legislatif melalui pengawasan ketat, advokasi strategis dan kolaborasi lintas sektor.