Opini  

Aktivis “Kutu Loncat”

Caption: ilustrasi.

Oleh : Mohamad Yusrianto Panu/Ketua Pro Jurnalismedia Siber Gorontalo Utara.

Membangun opini buruk dan menimbulkan agitasi sudah menjadi kebiasaanya. Konyolnya lagi, tak jarang “dia” suka menjajakan argumentasi yang bersandar pada penalaran dengan standar paling minimum, kepada sang penikmat yang berjulukan ABS (Asal Bapak Senang).

Terkadang timbul berbagai pertanyaan seperi; mengertikah “dia” dengan apa yang suka “dia” sampaikan? Tidakkah terbesit dalam benak “dia”, bahwa yang dilakukannya hanya akan membuat orang lain gerah dengan omongannya, dan akan memperjelas “kedunguannya” kepada banyak orang.

Beberapa kawan mencoba mengamati tindak tanduknya dari kejauhan. Berhubung, sepak terjangnya cukup menyedot perhatian sebagian orang, yang merasa prihatin dengan gayanya yang seolah tak tahu malu. Alhasil, beberapa temuan terhadap motivasi atas semua yang suka “dia” lakukan terungkap.

Ternyata, kebiasaannya membangun opini untuk menghasilkan agitasi, serta berbagai argumentasi untuk menghibur para penikmat ABS, adalah teknik “dia” untuk mendapatkan pundi-pundi rupiah. Tak heran, “dia” pun dengan aksinya ini tak hanya mencari sponsor dari satu orang penikmat ABS, melainkan terus berpindah pindah ke penikmat-penikmat ABS lainya.

Tentunya, sesuai dengan isi kantong para penikmat ABS itu. Ketika duitnya penikmat ABS yang satunya habis, atau “dia” tak lagi mendapatkan stimulus rupiah, maka dengan sigap pun “dia” langsung menyediakan parasut untuk melakukan terjun payung, menyelamatkan diri ke penikmat ABS yang lai lagi.

Tak peduli, apa kata penikmat ABS sebelumya, bagi “dia” tagihan cicilan mobil yang terus menghantui lebih mengerikan dari sumpah serapah, dan cibiran para penikmat ABS yang telah ditinggalkannya, serta bergaya glamour untuk menjerat wanita matre dan perempuan penghibur lebih menarik ketimbang pujian tanpa “kuti-kuti”.

Yah, “dialah” yang sering dijuluki “Aktivis Kutu Loncat”, yang sering meloncat kesana kemari mencari tuan penikmat ABS, yang dengan senang hati menggunakan jasa “ketololannya”, dengan selalu mengatasnamakan dirinya aktivis dan membela hak rakyat. Padahal, semua itu hanya misi sandiwara untuk menjatuhkan lawan dari tuannya, agar “dia” mendapatkan keuntungan.