Gorontalo Utara || Rega Media News
Polemik tentang Surat Keputusan (SK) Bupati Gorontalo Utara (Gorut), Nomor : 800/BKPP/2097/IX/2021 Tentang Pembebasan Dari Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama Sekretaris Daerah Menjadi Jabatan Pelaksana Selama 12 (Dua Belas) Bulan atas nama Ridwan Yasin, SH., MH., tanggal 17 September 2021, belum berakhir.
Pasalnya, meski Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Gorontalo telah mengabulkan seluruh permohonan gugatan Sekertaris Daerah (Sekda) Gorut Non Aktif, Ridwan Yasin, terhadap SK ini, dan memerintahkan pihak tergugat untuk menunda pelaksanaan SK itu seperti yang tertuang dalam Amar Putusan PTUN Gorontalo, Nomor 24/G/2021/PTUN.GTO, tanggal 19 Januari 2021, hingga saat ini Bupati Gorut, Indra Yasin, belum melaksanakan apa yang tertuang dalam amar putusan tersebut.
Menariknya, Bupati Gorut tak hanya diduga mengabaikan dan belum melaksanakan perintah pengadilan. Setelah dikeluarkan Amar Putusan PTUN Gorontalo itu, Bupati Gorut justru melantik Sekda definitif baru, Suleman Lakoro, pada tanggal 25 Januari 2021, yang tahapan seleksi jabatannya sudah dimulai sebelum dikeluarkan Amar Putusan PTUN Gorontalo.
Hal ini pun menambah polemik yang terjadi pasca dinonaktifkannya Sekda Gorut, Ridwan Yasin. Berbagai tanggapan dari banyak pihak hingga aksi demonstran dari masyarakat Gorontalo Utara terhadap kebijakan Bupati Gorut itu, pada tanggal 31 Januari 2021, saat proses pelantikan secara adat Sekda Gorut yang baru, tak terelakan turut mewarnai polemik tersebut.
Tanggapan terhadap hal ini, tak terkecuali datang dari Pakar Hukum yang juga Ahli Tata Negara, Duke Arie. Menurutnya, perkara antara Bupati Gorut dan Indra Yasin, dengan Sekda Gorut Non Aktif, Ridwan Yasin, yang kini telah ada amar putusannya dari PTUN Gorontalo itu, mirip seperti perkara yang terjadi pada tahun 2020 silam. Dimana, objek sengketa saat itu adalah Keppres No. 34/P Tahun 2020, Tentang Pemberhentian Anggota KPU RI, Evi Ginting, yang digugat di PTUN Jakarta.
“PTUN Jakarta mengeluarkan putusan Nomor 82/G/2020/PTUN-Jakarta, yang dalam amarnya hampir sama. Dalam penundaan dikabulkan, kemudian memerintahkan tergugat untuk menunda pelaksanaan keputusan. Kemudian, dalam pokok perkara juga dikabulkan, dinyatakan batal. Sehingga saya melihat, ini ada kemiripan,” tutur Duke Arie kepada regamedianews.com, Selasa (01/02/2022).
Lanjutnya, didalam perkara antara Presiden RI, Joko Widodo, dengan Anggota KPU RI, Evi Ginting itu, yang menarik baginya adalah, Presiden RI sebagai pihak tergugat tidak lagi melakukan upaya hukum lanjutan, terhadap hasil putusan PTUN Jakarta tersebut, dan dengan berbesar hati menerima dan mematuhi perintah pengadilan.
“Didalam peristiwa Evi ini, Presiden justru tidak lagi melakukan upaya hukum. Ini yang menjadikan saya tertarik gitu. Presiden justru menghargai hasil PTUN dan membatalkan Keppres itu, tidak melakukan banding. Nah ini yang saya sayangkan di Gorut, apakah Bupati akan melakukan banding atau tidak,” lanjut Duke Ari.
Lebih lanjut ia menyarankan, Bupati Gorontalo Utara, Indra Yasin, sebaiknya meniru apa yang telah di teladan kan oleh Presiden. Yakni, menghargai putusan PTUN Gorontalo, dan melaksanakan apa yang tertuang dalam Amar Putusan Nomor 24/G/2021/PTUN.GTO, tanggal 19 Januari 2021 tersebut.
“Dan memang ternyata sudah diuji kan di pengadilan, bahwa ada kesalahan-kesalahan, ada kekeliruan, ada ketidakcermatan ya, kalau saya baca sekilas dalam putusan itu. Maka sebaiknya, sebagai Kepala Daerah, sebagai pemimpin, menindaklanjuti saja hasil putusan PTUN itu, seperti yang sudah dilakukan oleh Pak Presiden. Jadi kalau selama ini ada yang menilai belum pernah ada putusan penundaan keluar bersamaan dengan putusan akhir, saya pikir itu keliru. Mungkin, pemahaman ininya masih terbatas,” Ungkapnya.
Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi (APHTN-HAN) Provinsi Gorontalo itu mengungkapkan, apabila Bupati Gorontalo Utara selaku pihak tergugat akan melakukan upaya hukum lagi, hal itu dapat dilakukan tanpa menggugurkan pelaksanaan perintah penundaan, terhadap pelaksanaan SK Bupati Gorut yang menjadi objek sengketa.
“Kalau penundaan itu kan memerintahkan untuk menunda pelaksanaan SK Pembebasan Tugas. Artinya, SK Pembebasan Tugas itu dipending dulu, tidak jadi dibebaskan. Artinya dikembalikan dulu dia ke posisi semula sebelum ada SK Pembebasan, kembalikan ke posisi sebagai seorang Sekda. Kalaupun Bupati Goruy akan melakukan banding terhadap pokok perkara, aselama belum ada putusan incrah, dia tetap Sekda,” ungkap Duke lagi.
Namun kata Duke, yang menjadi persoalan baru yang muncul adalah, pelantikan terhadap Sekda Baru, Suleman Lakoro. Seharusnya kata duke, proses pelantikan Sekda Gorut yang baru, Suleman Lakoro, belum bisa dilakukan oleh Bupati Gorut, Indra Yasin, sebab itu menjadi bagian dari inti Putusan Penundaan oleh PTUN Gorontalo.
“Karena SK Bupati itu (Tentang Pembebasan Tugas Ridwan Yasin_red) sudah ditunda. Artinya, selama putusan ini belum incrah, masih sementara berproses, maka SK itu tidak dilaksanakan dulu. Artinya, Sekda masih tetap Pak Ridwan Yasin. Harusnya, mainsed berpikirnya seperti itu. sampai nanti ada putusan berkekuatan hukum tetap,” kata Duke.
Diterangkannya, dengan dilantiknya Sekda Gorut yang baru, menjadi seperti buah simalakama bagi Bupati Gorut. Sebab, jika pada putusan incrah nanti Ridwan Yasin yang memenangkan perkara gugatannya, Bupati Gorut akan kebingungan menggunakan Sekda yang mana. Sehingga dalam hal ini, seharusnya rekomendasi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) kepada Bupati Gorontalo Utara untuk dapat melakukan pemilihan Sekda yang baru, menjadi petunjuk baginya.
“Rekomendasi KASN itu kan bersyarat, bukan rekomendasi yang tanpa syarat. Rekomendasi KASN kepada Bupati untuk dapat melakukan proses pemilihan Sekda yang baru itu bersyarat. Syaratnya, ada perjanjian antara Sekda baru dan PPK dalam hal ini Bupati, apabila Ridwan Yasin memenangkan gugatannya di PTUN ya, bukan PTTUN, Sekda yang baru harus siap mengundurkan diri. Makanya itu yang saya ingin tanyakan, apakah Bupati telah melakukan itu,” terangnya.
Selanjutnya ia menambahkan, jika Bupati Gorut tidak menambahkan syarat sesuai rekomendasi KASN itu terhadap Sekda yang baru, maka ia menilai ada upaya untuk menyembunyikan fakta.
“Kalau ada, maka Sekda baru harus mengundurkan diri karena Pak Ridwan Yasin menang di PTUN. Kalau tidak ada, berarti ini kan ada upaya penyembunyian fakta. Kalau tidak ada, seharusnya proses pergantian Sekda yang baru tidak bisa dilanjutkan. Kan begitu logikanya. Ini yang menjadi masalah sekarang, sudah ada Sekda baru, dan Pak Ridwan Yasin dimenangkan oleh PTUN, maka sekarang ini ada dua Sekda. Karena ada Putusan Penundaan dari PTUN. Harusnya, Sekda yang baru mengundurkan diri, biar Pak Bupati juga, tidak kehilangan muka,” pungkasnya.