Medan,- Majelis sidang kode etik menjatuhkan sanksi pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada AKBP Achiruddin, lantaran terbukti melanggar kode etik Polri, karena membiarkan anaknya melakukan penganiayaan.
“Perbuatan AH melanggar etika kepribadian yang pertama, kedua etika kelembagaan, dan etika kemasyarakatan. Tiga etika itu dilanggar, sehingga majelis kode etik memutuskan AH, untuk dilakukan pemberhentian dengan tidak hormat,” kata Kapolda Sumut Irjen Pol RZ Panca Putra Simanjuntak kepada wartawan, Selasa (02/06/2023) malam.
Panca mengatakan, sebagai seorang anggota Polri, Achiruddin seharusnya tidak membiarkan penganiayaan itu terjadi. Achiruddin harusnya melerai dan menyelesaikan permasalahan tersebut.
Dirinya terbukti melanggar Pasal 5, Pasal 8, Pasal 12, Pasal 13 Perpol Nomor 7 Tahun 2022. Berdasarkan apa yang didengar Majelis sidang kode etik, tadi sudah diputuskan terkait dengan perilaku saudara AH yang ada pada saat kejadian tersebut.
“Dimana dia sebagai anggota Polri yang tidak sepantasnya, dan tidak seharusnya membiarkan kejadian itu ada di depan matanya. Dia seharusnya harus bisa menyelesaikan dan mampu melerai kejadian tersebut. Namun, fakta dari hasil sidang, majelis etik melihat tidak dilakukan yang seharusnya dan sepantasnya dilakukan,” sambungnya.
Panca turut menjelaskan, hal yang memberatkan sehingga majelis kode etik memutuskan untuk memecat AKBP Achiruddin. Panca menyebut karena Achiruddin telah membiarkan penganiayaan itu terjadi meski dirinya berada di lokasi.
“Tentu di sana ada dasar yang memberatkan, sebagai seorang anggota polri, tidak selayaknya dia membiarkan kejadian itu terjadi, itu yang utamanya. Kedua, juga ada beberapa pelanggaran hukum, disiplin, kode etik yang sudah pernah diproses terlebih dahulu oleh yang bersangkutan. Ada lima sebelumnya, karena aturan di polri itu tiga saja pelanggaran kode etik, maka dilakukan PTDH,” jelasnya.
Jenderal bintang dua itu mengaku pemecatan itu menjadi bukti keseriusan Polri dalam menindak anggota-anggota yang melakukan pelanggaran. Kedepan, Panca berharap tidak ada lagi anggota Polri yang melakukan pelanggaran serupa.
“Itu sebagai sebuah bentuk keseriusan, sebagai bentuk komitmen pimpinan, saya sebagai pribadi sebagai Kapolda tidak ingin ada anggota yang melakukan pelanggaran seperti kita ketahui bersama. Ini bukanlah perbuatan yang dilakukan untuk anggota polri, tapi dilakukan oleh pribadi. Oleh karena itu, perbuatan pribadi harus dipertanggungjawabkan,” jelas Panca.
Dalam kesempatan tersebut, Panca juga menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga dari Ken Admiral, korban penganiayaan anak AKBP Achiruddin. Panca meminta maaf karena ulah anggotanya, Achiruddin.
“Tadi saya ketemu keluarga Ken, ibu dan bapak Ken, saya sampaikan permohonan maaf saya kepada ibu dan bapak serta keluarga Ken terkait dengan perilaku anggota saya yang tidak sepantasnya dan tidak sewajarnya,” kata Panca.
Selain dipecat, Achiruddin juga menjadi tersangka dalam kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya. Achiruddin menjadi tersangka karena membiarkan penganiayaan itu terjadi.
“Hari ini juga sudah dilakukan penetapan tersangka terhadap yang bersangkutan (AKBP Achiruddin),” ujar Kapolda Sumut.
Panca menyebut AKBP Achiruddin telah membiarkan penganiayaan itu terjadi meski dirinya berada di lokasi. Dalam kasus itu, Achiruddin dijerat Pasal 305, Pasal 55 dan Pasal 56 KUHPidana.
“Pidana umum pasal 304, 55 dan 56 KUHP, karena keberadaanya pada saat kejadian tersebut turut serta melakukan atau pun tidak atau membiarkan orang yang seharusnya ditolong pada saat itu,” jelasnya.