Cimahi, (Kamis, 21/02/2019) – Tragedi longsornya gunungan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Cimahi, Jawa Barat, pada 21 Februari 2005 silam, mengingatkan kita bahwasanya sampah bisa jadi mesin pembunuh hingga merenggut ratusan jiwa. Berawal peristiwa itu Tanggal 21 Februari 2006 menjadi Hari Peduli Sampah yang pertama kalinya diperingati bangsa ini.
Penentuan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) dipilih atas desakan dari sejumlah pihak untuk mengenang peristiwa na’as yang terjadi 21 Februari 2005. Akibat kejadian itu, 157 jiwa melayang. Tak hanya itu, dua kampung (Cilimus dan Pojok) hilang dari peta karena tergulung longsoran sampah. Tragedi ini kontan memicu perhatian masyarakat. Hingga akhirnya tanggal terjadinya insiden itu dicanangkan sebagai HPSN.
Sampai saat ini, sampah masih menjadi masalah yang harus masyarakat hadapi. Hampir di seluruh penjuru dunia dan di Indonesia sendiri, pemerintah masih berjibaku mengatasi masalah ini. Targetnya, Indonesia bebas sampah pada tahun 2020.
Upaya yang dilakukan untuk menggapai target tersebut pun sudah dilakukan. Sejumlah program-program baik dari segi pengelolaan hingga penerapan aturan larangan penggunaan kantong plastik diterapkan sebagai upaya menekan volume sampah.
Kini HPSN dijadikan momentum untuk membangun kesadaran masyarakat akan bahaya sampah jika tidak dikelola secara terpadu. Beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia mengajak masyarakat untuk masif melalukan pengelolaan sampah melalui prinsip 3R (Reduce, Reuce, dan Recycle).
Seperti diketahui sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) pada tanggal 4 Februari 2019 telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor: SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.0/2/2019 Tentang Hari Peduli Sampah Nasional.
Penulis:
Kepala Biro Cimahi Regamedianews
(Agil)