Daerah  

Tim Abdimas UTM Gelar Penyuluhan Sertifikasi Tambak Garam

Caption: saat berlangsungnya penyuluhan sertifikasi tanah tambak garam di Desa Pagagan, Kabupaten Pamekasan, (Dok. Syafin/Regamedianews).

Pamekasan,- Maraknya kasus penyerobotan dan sengketa klaim kepemilikan tanah tambak garam, di beberapa daerah di Pamekasan Madura, Jawa Timur, menjadi motivasi bagi tim Pengabdian Kepada Masyarakat (Abdimas).

Salah satunya, menjadi motivasi Pengabdian Kepada Masyarakat (Abdimas), pada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Trunojoyo Madura (LPPM-UTM).

Hal itu, untuk melakukan penyuluhan kepada petani garam, tentang pentingnya tanah yang dijadikan tambak garam, untuk dinaikkan status kepemilikannya menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).

Penyuluhan tersebut dilaksanakan di Desa Pagagan, Kabupaten Pamekasan, Minggu (27/11/2022) kemarin, karena masyarakatnya banyak yang berprofesi sebagai petani garam.

Hal itu, juga sebagai bagian dari upaya menyadarkan masyarakat, tentang pentingnya sertifikasi lahan tambak garam, agar dalam melaksanakan aktifitasnya.

Kendati demikian, agar tidak dikhawatirkan oleh klaim-klaim kepemilikan, yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu untuk menguasai lahan tambak garam milik masyarakat.

Menurut Kepala Desa Pagagan Muhammad Huri, kondisi dan status tanah lahan tambak garam yang ada di desanya memang banyak yang masih berstatus tanah girik, hanya dicatatkan pada buku desa.

“Status tanah demikian, belum sepenuhnya aman dari upaya sengketa kepemilikan atas hak tanah. Terimakasih kepada Tim Abdimas UTM yang berkenan menyelenggarakan kegiatan ini,” ujarnya.

Menurutnya, kegiatan tersebut sangat bermanfaat dalam upaya menertibkan administrasi pertanahan, khususnya tanah yang dijadikan lahan garam oleh warganya.

“Kami berharap, agar kegiatan ini mampu menyadarkan warganya, untuk segera meningkatkan status kepemilikan tanahnya menjadi status hak milik,” tandas Huri.

Sementara itu, Muwaffiq Jufri tim Abdimas UTM dalam paparannya menjelaskan, selama ini masyarakat desa beranggapan, status tanahnya yang sudah tercatat dalam buku desa (tanah girik), sudah menjadi dasar kepemilikan yang sah atas kepemilikan tanahnya.

“Karena menurut warga, tidak perlu lagi ditingkatkan statusnya menjadi hak milik, karena memang semua orang desa sudah tahu kalau anah itu milik yang bersangkutan,” jelas Jufri.

Akan tetapi dalam perkembangan zaman, klaim kepemilikan nyatanya tetap terjadi, bukan saja antar sesama warga desa, tetapi klaim kepemilikan juga dilakukan warga di luar desa.

“Kejadian ini sudah mulai banyak terjadi di berbagai daerah yang mengharuskan warga desa, agar segera memproses sertifikasi tanahnya,” pungkas Jufri.