Oleh: Thamrin / Penggiat Lingkungan
Membahas fenomena banjir dan longsor dapat dibagi menjadi beberapa aspek, dari iklim c.q. curah hujan, kawasan hulu, kawasan lereng, dan kawasan hilir. Pembahasan juga, bisa dikupas dari aspek lingkungan, ekonomi dan sosial.
Secara sederhana, peristiwa banjir adalah konsekuensi logis ketika hujan deras, makin sedikit volume air hujan yang bisa diserap masuk ke dalam tubuh tanah, makin banyak volume air yang tumpah ke tubuh sungai sampai meluap ke area sekitarnya.
Keadaan ini juga, diperparah dengan kondisi hilir yang berdrainase buruk yang sulit meresapkan air, atau membuang air.
Dilihat dari aspek curah hujan saat ini, masuk pada kategori deras dengan waspada banjir longsor adalah > 50 mm per hari. Namun saat kondisi curah hujan ekstrim adalah > 150 mm per hari.
Cuaca siklon biasanya dipengaruhi oleh kemunculan siklon di area terdekat dalam radius sampai beberapa ratus Km.
Kondisi ekstrim ini, biasanya tidak bisa diantisipasi dengan kemampuan lahan di lokasi dalam meresapkan dan menyalurkan air. Volume yang datang, jauh lebih besar dan menimbulkan genangan dan banjir.
Aspek kawasan hulu menjadi hal menarik untuk menjadi perhatian bersama. Kecenderungan makin sedikitnya tutupan vegetasi (hutan/kebun) yang dibuka menjadi lahan pertanian semusim, penebangan pohon tanpa penanaman kembali, permukiman, dll membuat kemampuan lahan meresapkan air makin rendah.
Dalam sebuah teori, sungai-sungai pada DAS yang rusak ditandai makin kecilnya debit air dipuncak kemarau dan makin besarnya air dipuncak musim hujan.
Tanda-tanda ini biasanya makin selaras dengan peningkatan sedimen terlarut (lumpur) dalam aliran air sungai. Kupasan kawasan hulu ini masuk kategori “Sumber Masalah Utama”.
Kawasan lereng diwarnai dengan fenomena air lewat atau air limpasan (runoff) yang kadang menimbulkan banjir di area ketinggian 200-300 m dpl karena jalur air terhambat bangunan.
Kadang terjadi banjir bandang. Kadang pula diwarnai kejadian longsor pada tebing-tebing lereng sungai, tepi jalan dan bangunan di tepi jurang.
Biasanya setelah ada korban jiwa, manusia baru sadar terhadap kesalahan-kesalahan yang dilakukan.
Kawasan hilir biasanya berupa dataran rendah dengan potensi tinggi mendapatkan genangan air atau banjir dalam waktu lama.
Makin dekat permukaan air dengan permukaan tanah, ditambah dengan karakteristik tanah lempung (clay), biasanya genangan air bisa berlangsung beberapa hari.
Daerah bawah ini seperti area ‘panen’ bencana, karena aliran banjir akan menyertakan lumpur, sampah, dan berpotensi merusak infrastruktur dan bangunan.
Jika ini sudah terjadi, biasanya para pemangku lebih memilih diam atau tidak komentar, karena mengatasi banjir dan longsor sering merupakan masalah rumit yang melibatkan lintas instansi dan dipengaruhi kondisi ekonomi sosial budaya masyarakat.
Solusi sementara yang bisa dilakukan adalah pemberian bantuan pada korban berupa makanan dan obat-obatan, serta penanggulangan dampak banjir/longsor.
Lalu bagaimana solusi jangka panjang untuk mengurangi kejadian banjir dan longsor ?
Dari uraian di atas, kita sudah bisa menganalisa pihak mana saja yang wajib berkolaborasi. Mulai dari penjagaan kawasan hutan dari kerusakan (penebangan) dan alih fungsi, meningkatkan kawasan resapan di area perkebunan dan lahan pertanian, seperti rorak dan embung.
Membuat bendungan-bendungan kecil untuk menahan laju aliran air dan meningkatan peresapan. Penerapan kaidah konservasi pada kawasan pertanian semusim. Penertiban kawasan permukiman di hulu dan sepanjang area DAS.
Melalui kepala desa dan camat serta aparatnya untuk mendorong warga masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan. mendorong warga masyarakat agar mencintai lingkungan hidupnya, tidak melakukan pencemaran/kerusakan lingkungan, dll.
Sebenarnya konsep-konsep tersebut, sudah banyak bertebaran di media-media, namun praktek perusakan lingkungan seperti terus dilakukan, baik dalam kondisi sadar, tekanan ekonomi, atau sistematis koorporasi.
Sehingga, kita butuh komando yang kuat dan amanah untuk mengawal “One River Management” (Satu Manajemen DAS) yang menerapkan kaidah konservasi secara berkelanjutan. Semoga para pihak bisa berkolaborasi bersama DLH dalam menjaga lingkungan hidup.